Fogue Tower, akhirnya Ella bisa berjalan melenggang dengan percaya diri melewati lobi utama tersebut.
Beberapa mata memandangnya, bahkan petugas keamanan yang berada di lobi utama tersenyum dengan menggoda pada saat Ella masuk.
Bagaimana tidak, Ella sudah mengenakan pakaian terbaiknya. Nuansa biru, itu yang menjadi pilihan Ella untuk hari pertama bekerjanya. Kemeja putih dengan kerah V tanpa lengan, dibalutkan dengan blezer biru dengan motif wajik berwarna putih. Celana biru dongker yang panjang hingga mata kakinya, lengkap dengan heelsnya yang berwarna biru toska.
Ella memberikan senyuman terbaiknya hari itu, dan memperlihatkan sikapnya yang ramah. Amanda sudah membawanya ke sebuah ruangan yang penuh dengan sekat-sekat dan meja kerja. Setidaknya ada empat orang yang berada disana. Tiga orang laki-laki muda dan seorang perempuan yang usianya tidak jauh berbeda dengan Amanda.
"Pagi semuanya." Sapa Amanda dengan riang tapi tetap dengan pembawaan yang berwibawa, "Perkenalkan ini Miss. Amber, Ella Amber. Mulai sekarang dia akan berkerja bersama kalian di bagian design."
Wanita dengan rambutnya panjang dan berwarna ungu, mendekati Ella. Matanya yang berwarna abu-abu, melihat Ella dari ujung kakinya hingga berhenti ke wajahnya. Ella membalas tatapan wanita tersebut dengan menyeringai. Apa penampilannya hari ini terlalu aneh?
"Aubrey..."
Ucap wanita itu menyodorkan tangannya, dan Ella langsung membalasnya dengan sebuah jabatan yang bersemangat.
"Ella, Aubrey adalah manajermu di bagian design. Banyak-banyaklah bertanya dengannya." Ucap Amanda.
***
Amanda sudah meninggalkan Ella, yang harus melakukan orientasinya sendiri bersama dengan tim barunya. Aubrey, walaupun usianya sudah menginjak empat puluhan tapi penampilannya tidak kalah dengan anak muda.
Rambutnya yang berwana ungu, sesaat membuat Ella terkesima karena terus memperhatikannya.
Aubrey menjetikkan jarinya dengan nyaring, tiga orang pria yang sedang duduk santai memperhatikannya.
"Ok boys... kalian sudah tau ini adalah Ella Amber. Apa kami harus memanggilmu dengan Ella?" Aubrey menatap Ella yang langsung mengangguk.
"Panggil saja aku Ella."
"Baiklah Miss. Ella, perkenalkan dua pria diujung sana. Mereka adalah Simon dan Daniel, mereka yang bertanggung jawab atas design content. Dan dia.."
Aubrey menunjuk ke arah pria berbadan tegap dengan warna rambut yang lebih mencolok lagi, warna silver terang terpancar dari rambutnya.
"Hai.. aku Ashton. Dan aku baru saja single." Ucap Ashton dengan percaya dirinya.
"Wahh... Ashton.. kau baru saja putus dengan Doris. Dan sudah ingin mengincar korban berikutnya." Ucap Simon yang bergerak maju mendekati Ashton, sedangkan Daniel tidak banyak bicara hanya sebagai pemerhati tingkah laku teman-temannya.
"Ashton, hentikan rayuan gombalmu. Aku tau hari ini Doris tidak masuk, karena kejadian kemarin kan!!" Aubrey sudah menengahi, dan Ella hanya bisa diam dengan kebingungan.
"Ella, saat ini kau dengan Daniel saja. Kalian akan berkerja sama mengurus bagian sampul majalah. Sebenarnya masih ada satu orang lagi yang ingin kuperkenalkan, sayangnya Doris hari ini tidak masuk karena sakit." Jelas Aubrey, dan Ella berjalan mendekati Daniel dan menjabat tangan Daniel, pria dengan rambut dan matanya yang berwarna cokelat terang.
"Hai.. aku Ella , mohon bantuan dan kerjasamanya." Ella kembali memperkenalkan dirinya. Dan Daniel langsung menarik kursi untuk Ella, agar wanita tersebut bisa dudu di tempat kerja yang sudah disediakan untuknya.
"Wahh.. Aubrey. Kenapa Ella tidak bersama kami saja." Protes Ashton dengan sengaja tapi matanya masih menatap ke arah Ella.
"Ella bagaimana kalau kau bersama kami, daripada kau harus bersama dengan Daniel." Ucap Ashton genit dan tangannya sudah bertopang pada bahu Ella.
Ella tau persis laki-laki seperti apa Ashton, terlihat dari cara dia memandang dirinya dengan tatapan liar.
Ella langsung memegangi tangan Ashton yang berada bahunya, terlihat seperti biasa saja saat Ella memeganginya, tapi seketika Ashton langsung menjerit kesakitan. Aubrey, Simon, dan Daniel menatap Ashton yang memekik kesakitan.
"Auuuwww.... lepaskan tanganku." Pekik Ashton, yang sudah menunjukkan wajah meringisnya.
"Oh ya..?? aku pikir kau yang menyentuhku pertama kali bukan?" Jawab Ella.
Ashton dan Simon, kembali ke meja mereka. Wajah Ashton masih kesal seraya memegangi pergelangan tangannya sendiri.
"Wahh Ashton, baru kali ini ada wanita yang menolak pesonamu bukan." Ejek Simon, dan temannya hanya mengernyit tajam.
"Tolong kalian kembali fokus bekerja. Masih ada deadline yang harus kita kerjakan." Suara Aubrey menggelegar, dan seketika semua timnya sudah kembali menatap layar dihadapan mereka.
Hari pertama Ella, lebih banyak menyaksikan Daniel yang menjelaskan apa saja job description mereka.
Setiap hari Senin, mereka harus sudah menerima content dari para tim editor. Dan nantinya tugas Ashton dan Simon yang akan menginput content tersebut pada majalah Fogue.
Dan tugas Ella dan Daniel adalah membuat sampul pembuka dan penutup yang elegan dan spektakuler.
"Kau tau Ella, membuat sampul depan adalah hal yang paling tersulit. Karena orang-orang akan selalu tertarik untuk melihat kesan pertama." Ucap Daniel, sambil memperlihatkan beberapa hasil design-nya sendiri.
"Bagaimana dengan Doris?" Tanya Ella,
"Maksudmu tugas Doris?"
"Dia bertugas sebagai penghubung langsung antara departemen, anggap saja dia sekertarisnya Aubrey. Biasanya Doris akan memantau langsung model-model yang akan terpampang di majalah Fogue, dia juga membantu menyusun jadwal kerja Aubrey, rapat, dan masih banyak lagi" Ucap Daniel.
"Dan ingat Ella, Aubrey tidak suka dengan kata tidak tau. Jadi sebelum kau menjawab pertanyaan Aubrey, pikirkan dulu apa jawabannya akan menggunakan kata tidak tau?" Daniel berbisik dan melihat Aubrey yang sudah memasang wajah serius dari balik mejanya.
Ella melewatkan jam makan siangnya, dengan tetap berada di mejanya. Dia masih serius memahami pekerjaan barunya, teman-teman barunya pun menatap dengan takjub melihat Ella yang tidak bergeming dari meja kerjanya. Sebuah kotak makan siang yang sudah kosong, menandakan bahwa Ella sudah menghabiskan jam makan siangnya.
Usai jam makan siang, mereka sudah mulai disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Bahkan Ashton sudah tidak mulai menggoda Ella, dia dan Simon sedang berdebat mengenai peletakkan content pakaian musim semi.
"Aubrey.." Panggil seorang wanita dengan cepolan rambut yang tinggi, wajahnya menyembul dari balik pintu masuk ruangan mereka.
"Sophia.. ada apa?" Tanya Aubrey.
"Haa???... Huuhh.... Jangan bilang kau lupa kalau hari ini..."
"Mmm...?? Sial... yah aku baru saja ingat. Mereka sudah datang?" Tanya Aubrey kembali, Sophia pun mengangguk cepat.
"Dimana Doris?" Tanya Sophia lagi dan memperhatikan ruangan sekitarnya.
"Dia sakit.. Aarghh.. Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku sekarang. Bagian percetakan sedang menunggu, dan aku belum selesai mengecek semuanya." Ucap Aubrey dengan kesal, matanya memandang ke arah Daniel.
"Tidak Aubrey, kau lihat aku juga sedang mengejar deadline sampul depanku." Daniel menolak tanpa melihat wajah bosnya.
Matanya beralih ke arah Ashton dan Simon, mata mereka seakan mengatakan siap jika Aubrey akan memberikan tugasnya kepada mereka.
"Tidak kalian!! Itu sebabnya kalian ku letakkan di bagian content." Ucap Aubrey lebih frustasi, dia mulai memegangi pelipis kanannya. Dan menghembuskan nafasnya dengan berat dan panjang.
"Cepatlah Aubrey, atau David akan mulai mengoceh." Ucap Sophia semakin mendesak.
"Mungkin aku bisa membantu?" Ella menawarkan diri secara sukarela, semua mata tiba-tiba memandangnya dengan tatapan ragu, dan tidak percaya.
***
Ella masih terus mengimbangi perempuan dengan tubuh mungil dengan tinggi hanya sebahunya, Sophia berjalan dengan amat cepat dan lincah walau ia memakai heels dengan tinggi 10cm, tidak peduli dengan Ella yang mengikuti langkahnya dengan tergesa-gesa.
"Ok Ella, aku akan memberikan waktu lima menit untuk menjelaskan semuanya." Ucap Sophia dengan lantang, tangannya sudah memencet tombol lift dan menekan angkan tujuh belas.
Ella mengangguk, dan masih memperhatikan wanita itu. Pintu lift terbuka, mereka berdua bergegas masuk kedalamnya.
"David merupakan senior manager di bagian fotografi. Kalau saja waktu itu Aubrey tidak bertengkar hebat dengannya, hanya karena masalah penataan tempat dan cahaya."
"Mungkin Doris atau kau tidak perlu berada disana setiap kali pemotretan untuk sampul depan. Karena departemen ini sebenarnya bukan termasuk urusan kalian juga."
"Aubrey tidak suka, terlalu banyak melakukan peng-editan pada hasil foto. Terutama pada bagian sampul depan. Oleh karena itu Doris biasanya melakukan tugasnya, mengecek, memberikan saran untuk akhir keputusan."
Ella masih terus meresapi setiap perkataan Sophia, pintu lift terbuka dan dengan cepat Sophia sudah berjalan di depan Ella. Ella masih terus mengimbangi langkahnya,
"Dan Ella, aku harap kau tau dengan selera bosmu. Karena David juga tidak suka mengulang pekerjaannya." Ucap Sophia kembali, dan kali ini mereka sudah berada di sebuah ruangan yang sangat luas.
Terlihat banyak para pekerja yang sibuk membawa peralatan kamera, tiba-tiba Ella teringat akan studio foto Calvin yang mungil. Kurang lebih hampir sama, hanya saja ruangan yang luas dengan banyak peralatan yang pastinya lebih baik dari milik temannya itu.
"Akhirnya kalian datang juga." Ucap David, dan langsung melirik ke arah Ella yang berada di belakang Sophia. "Siapa dia? Dan dimana Doris?"
"David, dia anak baru. Dan Doris sedang tidak masuk." Jelas Sophia, Ella tersenyum ramah ke arah David, yang jelas sekali tidak membalas senyuman Ella.
"Lengkap sudah penderitaanku." Keluh David.
"Dimana mereka? Bukankah mereka sudah seharusnya tiba?" Sophia mulai memperhatikan sekitarnya dan sedang mencari-cari sesuatu, Ella pun ikut-ikutan memperhatikan sekitarnya.
"Pasangan itu benar-benar membuatku stress, kau tau sang wanita minta diberikan waktu lagi untuk menata ulang riasannya. Tema Haute Couture ini benar-benar membuatku panik." Ucap David.
"Siapa namamu tadi?" Tanya David, padahal Ella sama sekali belum memperkenalkan dirinya.
"Ella.." Jawabnya dengan singkat.
"Ok Ella, kau lihat orang-orang disana. Aku sudah menyuruh mereka untuk menata sesuai dengan tema kali ini, dan kau..!! (David menunjuk Ella dengan telunjuk kanannya) ceklah kembali! Ingat aku tidak mau untuk melakukan pengambilan foto kedua kalinya." Jelas David.
Ella sudah mulai bergerak, dan ia memperhatikan sebuah sofa hitam panjang terletak diantara background berwarna putih. Ella mulai memikirkan sebuah ide, dan dia langsung saja meminta kepada salah satu orang yang ada disana, untuk menggantikannya dengan singgle sofa. Berharap David menyukai saran dan idenya.
David masih sibuk menata kameranya, dan beberapa kali terdengar suaranya yang nyaring memerintah pada orang-orang sekitarnya.
"Ella..!!! kenapa kita menggunakan single sofa?!" Tanya David nyaring. Padahal Ella hanya berjarak dua meter darinya.
"David, aku pikir karena temanya adalah couple. Akan lebih baik jika sang perempuan duduk dibawah, dan bertopang di pangkuang sang pria, itu akan terlihat lebih romantis bukan?" Jelas Ella.
David memincingkan matanya, sedang berpikir dan membayangkan penjelasannya.
"Tidak buruk sepertinya," batin David.
"David? Apa kau tidak memiliki air untuk diminum?" Tanya Ella.
"Ada di ujung sana, dekat dengan ruang ganti. Kau lihat ada pantry kecil disana." David menunjuk ke arah belakangnya. Ella pun segera membalikkan badannya, dan sudah merasakan haus sedari tadi. Ya, dia bisa melihat sebuah pantry kecil yang bersebelahan dengan pintu ruang ganti.
Ketika Ella sudah jalan mendekat kearah ruang pantry tersebut, sosok pria muncul dari pintu ruang ganti.
Pria tersebut mengenakan setelan jas berwarna abu-abu metalik, dengan warna dasi yang serasi.
Ella sangat mengenali pria tersebut, model rambutnya sudah mengalami perubahan. Tapi warna cokelatnya, masih seterang pada saat terakhir Ella melihatnya.
Sorot matanya yang tajam, dengan warna hijau memandangi Ella yang sedang berdiri diam dan terpaku.
Ella tiba-tiba merasakan jantungnya kembali berdegup kencang, perasaan ini sudah lama ia tidak rasakan. Dan hanya dengan melihat pria tersebut, seakan menarik sebuah pemicu yang bisa meledak kapanpun.
Edward Huxley, ia keluar karena sudah bosan menunggu di dalam ruang ganti. Jenuh dengan sikap Abigail Smith, yang terus mengomentari sang penata rias dan pakaian.
Niatnya adalah meninggalkan Abigail di ruang ganti, agar bisa menghindari pertanyaan Abigail yang seperti rentetan peluru.
"Bagaimana penampilanku? Apa riasan ini terlalu berlebihan? Apa aku perlu mengganti bajuku? Bagaimana dengan rambutku.."
Tapi dengan keluar dari ruang ganti, ternyata membuat dirinya lebih terkejut. Dua tahun lebih ini ia memang tidak pernah bertemu dengan Ella, banyak perubahan pada wanita tersebut.
Bahkan Edward sadar, jika Ella terlihat berbeda. Lebih dewasa, dan ia tidak bisa memungkiri kalau Ella lebih terlihat menawan.
Mereka berdua saling terdiam dan masih saling memandang, masing-masing tidak percaya dengan pertemuan yang tiba-tiba ini.
"Ella..?" "Edward...?" Ucap mereka bersamaan.
Kecanggungan diantara mereka tidak berlangsung lama, sampai sosok wanita dengan rambut pirangnya muncul dari balik punggung Edward.
"Baiklah.. sayang.. Aku sudah siap.."
Senyuman Abigail langsung menghilang seketika, melihat Ella yang berdiri di hadapannya dan Edward.
Abigail langsung saja menggandeng tangan Edward dengan erat, dan menatap dengan sinis ke arah Ella. Sedangkan Ella hanya bisa pasrah melihat pemandangan di hadapannya, entah mengapa ada rasa sesak yang ia rasakan.