Isa dan Dina saling melirik ketika Ny. Zemira melontarkan pertanyaan tersebut kepada mereka. Mereka sangat ingin menjawab pertanyaan itu, tapi di satu sisi, jika mereka memberitahu Ny. Zemira tentang Arvin yang jatuh cinta pada gadis sederhana seperti Salma, kemungkinan Arvin tidak akan bisa bersatu dengan Salma. Namun apa boleh buat? Mereka sudah keceplosan, tidak ada hal yang bisa membuat mereka menghindari pertanyaan Ny. Zemira.
"Bagaimana?" lirih Isa pada Dina. Dina hanya menggelengkan kepalanya.
"Kak Arvin ..., jatuh cinta pada seorang gadis," ucap Dina.
"Wah! Benarkah?! Kenapa kalian tidak memberitahukan kami tentang hal ini sejak awal?!" Bunga terlihat antusias.
"Tunggu, apa gadis itu bekerja di rumah makan tempatmu dulu bekerja, Dina?" Ny. Zemira bertanya pada Dina.
"I-iya, bibi," jawab Dina.
"Apa itu alasan Arvin bekerja disana dan tidak memberitahu siapa pun? Apa gadis itu miskin?"
"Soal itu ..."
"Aku tidak mengerti kenapa bisa dia menyukai gadis rendahan," sambar Raya.
Dina dan Isa seketika kembali saling melirik, mereka melihat Ny. Zemira yang diam, tidak seperti Raya yang langsung melontarkan perkataan pedas, namun terlihat sekali Ny. Zemira tidak senang dengan kenyataan yang ada.
"Ibu, lakukan sesuatu untuk membuat Arvin menjauh dari sana! Sudah cukup Dina membawa anak-anak itu dan membuat mereka tinggal disini, jangan ada lagi orang miskin yang bersentuhan dengan kita, apa lagi orang itu disukai oleh Arvin," ujar Bunga. Ny. Zemira hanya diam, namun ia tampak memikirkan sesuatu.
Tn. Farzin menyadari keberadaan Jhana di kamar Isa, namun ia tidak tahu siapa orang yang berdiri di depan pintu kamar putra bungsunya itu. Pria tua itu berusaha menoleh ke kiri, tapi pergerakannya terlalu lambat, sehingga membuat Jhana sadar kalau kelemahan Tn. Farzin adalah pergerakannya jauh lebih lambat dari manusia biasa. Dengan ini, Jhana pun memutuskan untuk langsung keluar dari kamar itu sebelum Tn. Farzin menoleh dengan sempurna.
Tepat pada saat Tn. Farzin menoleh dengan sempurna, Jhana menutup pintu kamar Isa dan berhasil keluar, meski Jhana sudah keluar, namun Tn. Farzin masih bisa tahu kalau yang masuk kedalam kamar Isa barusan adalah seorang wanita berhijab, sebab walaupun belum menoleh dengan sempurna tadi, tetapi Tn. Farzin masih bisa melihat sedikit punggung Jhana.
'Zemira?' batin Tn. Farzin.
Setelah berhasil mendapatkan keamanan lagi, Jhana pun membuang nafas lega.
Di rumah makan Populer, Salma kembali mendapatkan balasan dari Dina, ini adalah kesempatannya untuk membaca pesan itu karena Arvin sedang melayani pelanggan, kalau tidak, Arvin pasti akan mengganggunya.
'Aku memang menyuruhnya untuk mendekati kakak, tapi aku tidak menyuruhnya untuk bekerja di rumah makan itu,' batin Salma yang membaca pesan Dina.
"Jadi dia benar-benar berniat untuk mendekatiku dari dalam hatinya sendiri. Tapi aku tidak tahu apa-apa tentang pendekatan? Jika memang aku menyukainya, apa yang harus kulakukan?" gumam Salma.
Kala senja tiba, di mansion Dhananjaya hubungan antara Arka - Mona, Fina dan Zhani mulai merenggang, Arka tidak pernah lagi bermain keluar karena masih agak takut jika sampai kejadian 4 hari yang lalu terulang lagi padanya, jadi 3 bersaudara itu hanya menghabiskan waktu di kamar Tantri yang sedang bekerja di dalam mansion.
"Sudah satu minggu ibu pergi begitu saja, kemana kira-kira ibu pergi?" ucap Fina sambil membaca sebuah buku.
"Aku rindu pada ibu," ujar Zhani.
"Kalian tahu? Ocehan ibu terasa sangat menyebalkan waktu itu, tapi sekarang, aku justru sangat merindukan ocehan itu, aku ingin dimarahi lagi oleh ibu. Ketika ibu memarahiku, aku merasa ingin lari saja dari rumah, tapi entah kenapa aku tidak pernah bisa, dan sekarang, marahnya ibu padaku lah yang kurindukan dari ibu, aku tidak mengerti kenapa," kata Mona.
"Dimana ibu? Kenapa ibu pergi? Apa karena kita tidak bisa diatur? Tapi kita sangat jarang melanggar aturan." Fina menutup bukunya.
"Mungkin ibu marah padaku, ini adalah salahku. Aku ingin bertemu ibu lagi dan meminta maaf." Mata Mona mulai berkaca-kaca.
"Aku berharap ibu ada disini sekarang." Zhani pun tampaknya sudah tak kuasa menahan tangisnya.
"Tuhan, kembalikan ibu kami pada kami, kami merindukannya, kami tidak bisa hidup tanpa ibu dalam waktu yang lebih lama lagi." Fina berdoa.
Ketiga bocah itu lantas menangis bersama dan kemudian berpelukan.
Dari pintu depan mansion, Jhana terlihat keluar dengan terburu-buru dan langsung meletakkan surat yang ditulisnya tadi untuk Dina di depan pintu. Ia lalu bersembunyi dibalik banyak pot bunga yang berada di dekat pintu depan.
Tak lama setelah Jhana bersembunyi, Dina keluar dari dalam dan secara tidak sengaja melihat surat milik Jhana, gadis itu pun lantas membacanya.
'Hai Dina, ini aku, Jhana. Maaf karena aku tak kunjung kembali dan membiarkanmu mengasuh anak-anakku. Ketahuilah bahwa aku masih berada di sekitarmu dan mengawasi kalian semua. Ada alasan kenapa aku tidak memunculkan diriku, dan aku masih tidak bisa mengatakannya padamu. Oh iya, aku ingin mengucapkan selamat atas pernikahanmu, meskipun ini terlalu cepat. Jangan merasa aku telah berbohong tentang aku selalu mengawasi kalian, ya, sebab aku memang tahu segalanya. Aku juga tahu tentang apa yang menimpa Mona beberapa hari yang lalu, meskipun penyebabnya belum kuketahui juga. Aku senang selama kau mempersiapkan pernikahanmu, kau menitipkan anak-anakku pada sosok gadis bernama Tantri. Aku benar-benar meminta maaf karena sampai sekarang, aku sangat membebanimu. Jangan cari aku, karena tanpa kau sadari, aku selalu ada disekitar kalian. Aku sayang padamu. Jhana,' batin Dina.
"Bagaimana dia bisa masuk ke area mansion?" gumam Dina, ia lalu melihat sekelilingnya.
"Paman Jaya atau pun kak Ismail tidak ada disini, pantas saja dia bisa masuk," sambung Dina, gadis itu kemudian dengan cepat berlari menuju gerbang, berharap ia bisa bertemu dengan Jhana. Jhana yang melihat hal itu hanya tersenyum.
"Kak! Aku tahu kakak masih berada disekitar sini! Jadi jangan pergi dulu!" Dina berteriak diluar gerbang.
Teriakan Dina itu terdengar hingga ke kamar Tantri, anak-anak Jhana pun melepaskan pelukan mereka usai mendengar teriakan itu.
"Itu suara kak Dina, kan?" Fina bertanya.
"Sepertinya iya. Aku akan melihatnya dulu," ujar Mona, adik-adiknya lantas mengangguk, dan Mona pun keluar dari kamar itu.
'Apa yang ingin dilakukannya?' batin Jhana, Dina lalu masuk lagi kedalam mansion sambil berlari.
Mendapati Isa sedang bersama Tn. Farzin di halaman belakang, Dina pun langsung masuk kedalam kamar tunangannya itu dan mencari tasnya, setelah mendapatkan apa yang ia cari, gadis itu mengambil sebuah pulpen dari dalam tasnya.
"Syukurlah Isa sudah membawa paman Farzin keluar dari kamar ini, jika paman Farzin masih memandangi foto lama keluarga mereka, pasti dia akan heran dengan apa yang kulakukan dengan menulis surat balasan," ucap Dina.
Karena takut kalau Jhana akan pergi dari lingkungan mansion, Dina pun menulis sebuah surat balasan dengan kecepatan extra, tapi Dina tetap memastikan kalau surat balasannya tetap bisa dibaca dengan tulisan yang agak berantakkan.
Setelah selesai menulisnya, tak lupa gadis itu membaca surat balasannya di dalam hatinya.
'Untuk kak Jhana yang kusayangi. Aku tidak meragukanmu, aku juga merasa kalau kau selalu mengawasi kami. Terima kasih atas ucapanmu, aku sangat berharap kalau kakak akan hadir di acara pernikahanku dan mengungkapkan alasan kakak menghilang seperti ini saat hari itu datang nanti. Tantri memang gadis yang baik, aku tidak mengerti bagaimana kakak bisa mengetahui namanya. Aku tidak merasa dibebani dengan semua ini, jadi datanglah padaku dengan kabar baik. Aku juga menyayangimu. Dina.'
"Ini sudah cukup."
Sementara diluar, Jhana yang masih bersembunyi, tidak menyadari keberadaan putri sulungnya yang berada 75 meter di depannya. Ya, kamar Tantri yang berada disebelah kiri mansion, berjarak 75 meter dari pot-pot bunga yang digunakan Jhana untuk bersembunyi, pot-pot yang berisi bunga-bunga yang indah itu sendiri berada di sebelah kanan mansion.
'Dimana kak Dina?' batin Mona, gadis kecil itu kini sedang melihat kearah gerbang, jadi ia juga tidak menyadari keberadaan Jhana yang belum pernah dilihatnya tampil dengan tampilan 'Karin'.
Jhana yang fokus ke pintu depan, melihat Dina yang keluar dengan sebuah surat balasan di tangannya. Gadis itu tampak berlari menuju gerbang dan meletakkan suratnya disana.
"Jika kau masih disini! Ambil surat balasanku ini!" Dina berseru.
'Begitu rupanya,' batin Jhana, wanita itu tersenyum sekarang.
Hal yang sama juga terjadi pada Dina, ia merasa senang karena mendapat surat dari Jhana. Setelah Dina masuk, Jhana keluar dari persembunyiannya dan berjalan menuju gerbang untuk mengambil surat itu.
'Siapa wanita itu?' batin Mona.
'Apa dia pekerja baru yang menggantikan bibi Ayang yang diceritakan oleh kak Tantri?'
'Baru ini aku melihatnya, tapi, bagaimana wajahnya? Dan, kenapa dia mengambil surat kak Dina?'
Usai mengambil surat balasan dari Dina, Jhana berencana untuk pergi ke kamarnya, namun ketika ia berbalik badan, Mona langsung bisa mengenali wajahnya meskipun ia menggunakan kacamata.
Ya, Mona melihat dan mengenali wajah Jhana, sedangkan Jhana tidak melihat putrinya itu dan hanya fokus pada surat balasan dari Dina. Untuk sesaat, Mona mengernyitkan dahinya dan mengucek kedua matanya untuk memastikan penglihatannya. Namun penglihatannya tidak salah, yang ia lihat adalah ibunya yang tampil dalam dandanan yang berbeda. Mona pun terkejut akan hal itu dan langsung menangis.
"Ibu!" Mona berteriak. Mendengar itu, Jhana menghentikan langkahnya dan secara perlahan menoleh kearah kamar Tantri.
Setelah seminggu berpisah,
Pertemuan antara ibu dan anak pun akhirnya terjadi.