"Ibu!" Mona berteriak. Mendengar itu, Jhana menghentikan langkahnya dan secara perlahan menoleh kearah kamar Tantri.
"Oh, tidak," gumam Jhana.
Teriakan Mona memang tidak cukup kuat untuk di dengar oleh seluruh orang yang berada di mansion, namun Dina yang baru masuk bisa mendengarnya. Sadar akan hal itu, Jhana pun segera berlari ke arah Mona.
"Ibu, apa ini ibu?" Mona bertanya pada Jhana, ia masih menangis dan terlihat tidak percaya.
"Aku akan menjawabnya nanti, tapi dengan satu syarat. Kalau kak Dina keluar, katakan kalau kau melihat ibumu di gerbang, jangan katakan kalau ibumu berada di dalam kamar kak Tantri," ucap Jhana.
"B-baik."
Jhana pun langsung masuk kedalam kamar Tantri dan membuat Fina juga Zhani terkejut dengan kehadirannya. Sama seperti kakak mereka, Fina dan Zhani juga masih bisa mengenali wajah Jhana meskipun ibu mereka itu menggunakan kacamata.
"Tuhan mengabulkan doa kita," ujar Fina.
Dina bergegas keluar dari dalam mansion dan berjalan ke arah gerbang, namun ia tidak mendapati Jhana disana. Gadis itu lalu menoleh ke arah Mona dan bertanya padanya.
"Mona, apa kau melihat ibumu, sayang?"
"Y-ya. Aku tadi melihatnya," jawab Mona.
"Dimana? Kemana dia sekarang?"
"Di gerbang itu. Aku tidak tahu kemana ibu pergi, kakiku tiba-tiba digigit oleh semut dan mengalihkan perhatianku dari ibu, ketika aku melihat ke gerbang lagi, ibu sudah tidak ada."
"Baikah, terima kasih atas informasimu."
Mona hanya mengangguk. Dina kemudian berjalan kembali masuk kedalam mansion.
"Kak," panggil Mona, memberhentikan langkah Dina, gadis kecil itu lantas menghampiri calon istri Isa tersebut.
"Ada apa?" Dina bertanya.
"Ada apa sebenarnya?" Mona malah bertanya balik.
"Perihal apa?"
"Kenapa ibu mengambil sesuatu yang kakak letakkan di gerbang itu?"
"Itu adalah sebuah surat balasan, ibumu memberikanku sebuah surat secara diam-diam tadi, dan aku membalasnya. Aku sangat tidak menyangka kalau ibumu akan mengambilnya secepat ini."
"Kenapa kalian berbalas surat? Apa kakak belum menemukan ibu?"
"Ingatlah tentang janjiku, aku dan Isa berjanji kalau kami akan membawa ibu kalian kembali pada kalian setelah kami resmi menikah. Untuk sekarang, kami memang menundanya, tapi di masa yang akan datang yang sudah kami janjikan, kami tidak akan mengundurnya lagi."
"Mengerti?" sambung Dina seraya tersenyum, Mona mengangguk.
"Aku masuk dulu, ya?" ujar Dina.
Segera setelah Dina masuk kedalam mansion, Mona berlari menuju kamar Tantri dan melihat Jhana, Fina dan Zhani saling berpelukan dan menangis. Ia tidak menangis lagi sekarang, dirinya hanya tersenyum lebar.
"Jadi, ini benar-benar ibu?" Mona bertanya.
"Ya, ini ibu," jawab Jhana, karena dirasanya tidak ada yang perlu disembunyikannya lagi dari anak-anaknya. Semuanya sudah terjadi, dan itu juga karena kecerobohannya, dan apa boleh buat.
"Kenapa ibu berpenampilan seperti ini? Kemana saja ibu selama ini?" tanya Zhani.
"Apa ibu bekerja disini? Tapi kenapa ibu tidak tahu bahwa kami ada disini? Kenapa ibu bekerja disini dan menghindari kami?" tanya Fina.
"Dan kenapa ibu meninggalkan kami?" tanya Mona.
Ditimpa pertanyaan yang bertubi-tubi, tidak membuat Jhana kebingungan harus menjawab apa, justru ia merasa senang karena anak-anaknya bertanya semua itu padanya, dan tentu Jhana sudah mempersiapkan jawabannya.
"Kemarilah, mendekat pada ibu dan ibu akan menceritakan segalanya pada kalian," suruh Jhana. Anak-anaknya kemudian berkumpul di dekatnya dan duduk di hadapannya.
"Ibu sadar, kalau cerita ibu ini tidak akan kalian mengerti dan tidak akan bisa kalian cerna dipikiran kalian, karena usia kalian belum bisa membuat pikiran kalian untuk melakukan hal itu. Tapi ibu tetap akan menceritakannya, karena sepertinya, ini memanglah saatnya. Satu hal utama yang harus kalian ketahui adalah, keluarga Dhananjaya adalah keluarga angkat ibu," jelas Jhana.
"Keluarga angkat? Apa maksudnya keluarga angkat? Apa ibu pernah mengangkat mereka semua dengan tangan ibu?" tanya Zhani, inilah yang dikatakan Jhana tadi, jika Mona saja dirasa tidak akan mampu mencerna cerita Jhana dipikirannya, konon lagi Zhani.
"Zhani, kau mendengarkan saja, ya," ucap Jhana.
'Mereka masih terlalu kecil untuk tahu semuanya. Tapi mau bagaimana lagi,' batin Jhana.
"Kenapa keluarga ini mengadopsi ibu? Apa mereka menculik ibu?" tanya Fina.
"Tidak. Nyonya Zemira dan Tuan Farzin mengadopsi ibu dari sebuah panti asuhan. Ketika itu umur ibu baru dua bulan. Mereka berdua mengatakan kalau anak-anak di panti asuhan itu menemukan ibu yang ditinggal di pinggir parit, jadi tidak ada yang tahu siapa keluarga kandung ibu."
"Kemudian ibu dibawa ke panti asuhan dan di adopsi oleh Nyonya Zemira dan Tuan Farzin?" tanya Mona.
"Iya."
"Kenapa ibu pergi? Bukankah ibu mendapatkan kehidupan yang layak jika tinggal bersama mereka? Meski bibi Bunga, Shirina dan Nyonya Zemira sendiri terlihat kurang baik, setidaknya mereka lebih baik dari pada keluarga asli ibu yang membuang ibu di pinggir parit."
"Mereka memang baik, walaupun Nyonya Zemira dan Bunga memiliki sifat yang sombong. Tapi ibu lah yang salah."
Mona dan Fina lalu saling melirik, sedangkan Zhani menggaruk-garuk kepalanya.
"Ibu memiliki hubungan asmara dengan putra pertama mereka, dan dia lah ayah kalian bertiga," sambung Jhana.
"Memiliki hubungan asmara? Maksud ibu menikah?" tanya Mona.
'Andai mereka paham kalau aku dan Rasyid tidak pernah menikah dan aku melahirkan mereka diluar ikatan suci itu. Tapi mereka tentu saja belum paham akan hal itu. Aku benar-benar tidak menyangka kalau aku akan menceritakan semua ini pada mereka sekarang,' batin Jhana.
"Y-ya. Bisa dibilang seperti itu," jawab Jhana, sebab jika ia bilang 'tidak', maka anak-anaknya pasti akan semakin bingung.
"Lalu, kenapa ibu bilang hal itu salah? Bukankah menikah itu merupakan hal yang wajar dilakukan seseorang dengan lawan jenisnya?"
"Tapi kan saudara itu tidak boleh menikah," ujar Fina pada Mona.
"Ibu dan ayah kita kan bukan saudara, mereka tidak memiliki hubungan darah sama sekali. Ibu di adopsi dari panti asuhan, ibu bukan anak kandung Nyonya Zemira dan Tuan Farzin," ucap Mona.
"Memang hal itu tidak salah karena ibu tidak memiliki hubungan darah dengan ayah kalian. Tapi, sejak kecil, kami diperlakukan seperti sepasang saudara kandung dan ibu sudah di anggap sebagai seseorang yang memiliki hubungan darah dengan mereka. Ibu tidak dibedakan oleh mereka, sehingga ketika ibu dan ayah kalian saling jatuh cinta, Nyonya Zemira marah besar karena dia menganggap hal itu sama seperti jika Fina dan Zhani saling jatuh cinta. Meskipun pada kenyataannya tidak," kata Jhana.
Mona dan Fina kemudian terdiam, mereka tampaknya berusaha untuk mengerti maksud dari perkataan Jhana, sedangkan Zhani terlihat tidak peduli lagi dengan cerita Jhana dan lebih memilih menonton tv. Jhana hanya tersenyum melihat hal itu, ia paham betul jika hal ini memang akan merepotkannya jika ia menceritakan tentang masa lalunya di usia mereka yang bahkan belum memasuki usia akhir masa anak-anak.
"Jadi ..., Nyonya Zemira menganggap kalau hubungan yang ibu miliki dengan ayah itu sama seperti hubunganku dengan Zhani?" tanya Fina.
"Ya," jawab Jhana.
"Kemudian ibu menikah dengan ayah? Tentu saja hal itu salah," ujar Mona.
"Ya, ibu sadar akan hal itu. Nyonya Zemira kemudian mengusir ibu dari rumah mereka."
"Kenapa Nyonya Zemira mengusir ibu? Bukannya yang berhak melakukan hal itu adalah Tuan Farzin?" tanya Mona.
"Karena Tuan Farzin tidak sanggup melakukannya sebab dia sangat tidak menyangka dengan hubungan lain yang ibu miliki dengan ayah kalian, saudara angkat ibu sendiri," jawab Jhana.
"Kenapa hidup kita menjadi sulit meski ayah bersama kita? Dan kemana ayah sekarang?" tanya Fina.
"Yang diusir itu hanya ibu, ayah tidak. Ayah tetap tinggal bersama mereka." Kali ini yang menjawab pertanyaan bukanlah Jhana, melainkan Mona. Jhana tidak heran dengan hal itu, karena ia yakin kalau Mona pasti masih ingat beberapa hal tentang kehidupannya dulu ketika belum pindah ke Jogja.
"Dari mana kakak tahu hal itu? Ibu saja belum menjawabnya," ucap Fina.
"Karena kau masih sangat kecil saat itu. Aku mungkin juga masih kecil, tapi aku masih mengingat beberapa hal. Ayah sering datang kerumah kita, memberikanku coklat dan memberikan uang pada ibu. Jika ayah juga diusir, kenapa ayah hanya ada bersama kita dalam waktu yang sebentar dan dalam waktu beberapa hari sekali? Hal itu yang membuatku memberikanmu jawaban ini," ujar Mona.
"Ibu, apa itu benar?" tanya Fina.
"Apa yang dikatakan kakakmu memang benar. Yang diusir hanya ibu, sedangkan ayah kalian tidak," jawab Jhana.
"Itu artinya Nyonya Zemira berusaha memisahkan ibu dan ayah, kan? Tapi hal itu tidak membuat kalian berpisah," kata Mona. Jhana hanya terkekeh kecil.
"Kalau begitu, ayah menikah dengan bibi Raya itu juga bentuk upaya Nyonya Zemira untuk memisahkan ibu dan ayah padahal ibu dan ayah masih dalam hubungan pernikahan? Bagaimana bisa hal itu terjadi? Setahuku seseorang yang masih dalam hubungan pernikahan, tidak bisa menikah sebelum dia dan pasangannya yang sebelumnya bercerai," ucap Fina.
'Fina, kau memang pintar, nak. Kau membuat ibu bingung harus menjawab apa,' batin Jhana. Tentu saja wanita itu bingung, sebab ia tidak menyangka kalau perkataannya justru akan menjadi bumerang untuknya sendiri, dan hal itu karena pertanyaan Fina.