Jhana akhirnya sampai dirumah kontrakannya. Dengan nafas yang masih sangat terengah-engah, Jhana mengambil segelas air putih dan memakan beberapa makanan yang ada di dalam tudung sajinya.
Ia menstabilkan nafasnya dengan cara bergeletak di kasurnya, kemudian dirinya duduk dan menggoyang-goyangkan kakinya yang terasa sangat pegal. Jhana lalu kembali bergeletak dan menaikkan kakinya agar kembali netral dan tidak pegal lagi.
Semua caranya berhasil, nafasnya kembali stabil, dan kakinya pun sudah tidak pegal lagi, rasa lelahnya perlahan mulai hilang.
Jhana kemudian mengganti bajunya, mengambil tas jinjing yang dulu dibawanya ketika minggat dari mansion Dhananjaya, dan memasukkan beberapa pakaiannya kedalam tas itu. Ia lantas mengambil seluruh uangnya yang disimpannya di dalam sebuah dompet dan menghitungnya.
'Kontrakan ini masih tersisa lima bulan lagi, jadi tidak masalah jika aku meninggalkannya. Dina pasti akan merawat anak-anakku di kostnya, dan mengambil barang-barang mereka yang tersisa disini. Tapi sebaiknya aku tidak meminta uang sisa kontrakan ini, kalau tidak, hal itu hanya akan menimbulkan banyak pertanyaan. Uang ini cukup untuk membayar uang sekolah Fina untuk sebulan kedepan, besok aku akan membayarnya, dan uang ini cukup untuk bekalku bertahan hidup. Mulai sekarang semuanya akan terasa sangat sulit,' batinnya.
Wanita berambut keriting itu kemudian memasukkan dompet 'brankas'nya dan 2 buah foto keluarga berbingkai kedalam tas jinjing itu. Jhana kemudian mematikan seluruh lampu yang terdapat di rumah itu, kecuali lampu teras. Ia sengaja meninggalkan kunci rumah itu di dalam. Sebelum menutup pintunya, Jhana melihat rumah itu.
'Lima tahun aku tinggal disini, dan aku tidak pernah menyangka akhirnya akan seperti ini. Banyak sekali kenangan yang kumiliki disini. Selamat tinggal,' batin Jhana. Ia meninggalkan rumah itu dengan senyuman.
Isa kembali menarik nafas panjang sebelum melanjutkan ceritanya.
"Setelah kelahiran kak Rasyid, ayah dan ibuku telah sepakat untuk hanya memiliki sepasang anak. Setelah kak Rasyid, mereka ingin memiliki anak perempuan, dan setelahnya mereka memutuskan untuk tidak memiliki anak lagi. Namun yang mereka takutkan adalah anak kedua mereka berjenis kelamin laki-laki, oleh karena itu, ketika kak Rasyid berusia sekitar dua tahun, mereka mengadopsi seorang anak perempuan yang masih bayi dari sebuah panti asuhan di Jakarta, karena saat itu mereka tinggal di Jakarta. Anak perempuan itu kemudian diberi nama Rinjhana Dhananjaya," jelas Isa.
"Lalu, kenapa kau, kak Arvin dan kak Bunga bisa lahir?" tanya Dina.
"Ketika kak Rasyid dan kak Jhana mulai tumbuh besar, ayah dan ibuku menginginkan anak bayi lagi, namun mereka tidak mengadopsi anak lagi, mereka memutuskan untuk memiliki anak kandung lagi. Tanpa diduga, yang lahir adalah kak Bunga, seorang bayi perempuan, dan dengan begini, mereka memiliki sepasang anak yang memiliki ikatan darah dengan mereka. Namun mereka tidak tega untuk mengembalikan kak Jhana ke panti asuhan itu, sehingga mereka memutuskan untuk tetap merawat dan membesarkan kak Jhana layaknya anak mereka sendiri. Mereka tidak membedakan kak Jhana dengan kak Rasyid dan kak Bunga, kasih sayang yang mereka berikan sama, dan itu adalah masa-masa terbaik di keluarga ini menurut ayah," jawab Isa.
Dina hanya diam mendengarkan.
"Tak lama kemudian, ayah dan ibuku keluar dari prinsip mereka untuk hanya memiliki sepasang anak, karena akhirnya mereka berpendapat bahwa prinsip itu adalah hal yang konyol, dan menganggap kalau semakin banyak anak, maka rezeki mereka semakin lancar, dan setelah kelahiran kak Bunga, bisnis ayahku memang sedang naik daun. Lalu ketika kak Bunga berusia tiga tahun, kak Arvin lahir, dan ketika kak Arvin berusia empat tahun, aku lahir. Kami sangat bahagia kala itu, tidak ada yang dirahasiakan, semuanya tahu kalau kak Jhana adalah anak adopsi, namun semuanya sangat sayang padanya. Tapi justru hal itu yang membawa malapetaka," lanjut Isa.
"Malapetaka?" Dina tampak antusias dengan kelanjutannya.
"Kak Rasyid dan kak Jhana saling jatuh cinta. Sedangkan orangtua kami tidak mengharapkan hal itu dari mereka. Mereka berdua tahu kalau ayah dan ibu memperlakukan mereka sebagai saudara, bukan sebagai orang lain. Jadi mereka merahasiakan perasaan mereka dari ayah dan ibu, karena mereka tahu, kalau sampai hal itu terungkap, ayah dan ibu pasti akan sangat marah. Sampai suatu ketika, kak Raya datang di kehidupan kami. Ayahnya mengidap kanker hati stadium empat, dan ayahnya sangat ingin menyaksikan kak Raya menikah, karena kak Raya adalah anak tunggal."
"Jadi setelah itu kak Raya menikah dengan kak Rasyid?" tanya Dina.
"Ya, mereka akhirnya dijodohkan, dan pada saat itu kak Jhana masih menjalin hubungan dengan kak Rasyid. Ayahnya kak Raya adalah seorang pengusaha mebel yang memiliki dua puluh cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, beliau meninggal seminggu setelah pernikahan kak Rasyid dan kak Raya, dan usahanya diteruskan oleh istrinya yang sekarang berada di Jambi. Sejak menikah, kak Raya tinggal di mansion Dhananjaya, dia memiliki hubungan yang bagus dengan seluruh anggota keluarga kami, termasuk dengan kak Jhana. Namun dia mulai melihat keanehan pada kak Jhana dan kak Rasyid, dia mulai curiga kalau mereka berdua memiliki hubungan yang lebih dari saudara angkat, karena dia tahu kalau kak Jhana adalah anak adopsi."
"Dan setelah itu hubungan mereka terbongkar?" tanya Dina.
"Ya, dan itu sangat menyakiti hati kak Raya dan sangat membuat ibu marah. Seluruh anggota keluarga ini menganggap kalau kak Rasyid berselingkuh dengan kak Jhana, namun kak Jhana menjelaskan kalau mereka menjalin hubungan jauh sebelum kak Rasyid menikah dengan kak Raya, tapi hal itu tetap menyakiti hati ibu dan ibu tentu saja marah besar. Ibu mengusir kak Jhana dari mansion sekitar sepuluh tahun yang lalu, ibu memaki-maki kak Jhana tanpa menyalahkan kak Rasyid, hal yang sama juga dilakukan oleh kak Raya, dia hanya marah pada kak Jhana. Hati ibu sangat sakit dan hancur dengan kejadian itu, terlebih lagi ayah membela kak Jhana dan kak Rasyid dengan mengatakan kalau sebenarnya cinta mereka adalah hal yang wajar. Akibat kejadian itu, ibu bahkan tidak mau keluar kamar selama dua bulan, seharian hanya menangis dan sulit untuk makan, timbangannya turun sebanyak dua puluh kilogram dan itu membuat ibu terlihat seperti kerangka berkulit."
"Namun tidak lama kemudian kebahagiaan kembali mendatangi keluarga ini, ayah mengalami keberhasilan luar biasa dalam bisnis investasinya, dan karena itu ayah mengajak kami semua untuk berlibur ke beberapa negara di Eropa, dan hal itu membuat ibu bahagia sehingga meningkatkan nafsu makannya. Setahun setelah diusirnya kak Jhana dari mansion, keluarga ini sangat bahagia, meskipun kak Rasyid dan kak Raya tak kunjung memiliki anak. Kebahagiaan itu berlangsung agak lama, hingga empat tahun berikutnya, sebuah kejadian luar biasa telah mengubah keluarga ini," sambung Isa.
"Apa itu?" Dina masih antusias.
"Kak Jhana telah memiliki dua anak dari kak Rasyid. Hal itu berhasil diketahui oleh kak Raya karena dia terus membuntuti kak Rasyid yang semakin jarang pulang. Dia mengatakan tidak melihat wajah kedua anak kak Rasyid dan kak Jhana itu, namun dia memastikan kalau itu adalah anak mereka. Kemudian seluruh anggota keluarga mengetahui hal ini, dan kak Rasyid mengakui bahwa kedua anak itu adalah anaknya. Tidak ada yang menyangka kalau ternyata setelah pengusiran kak Jhana dari mansion, kak Rasyid tetap berhubungan dengannya, sampai-sampai mereka sudah memiliki dua anak. Ibu tetap tidak menyalahkan kak Rasyid mengenai hal ini, ibu hanya menyalahkan kak Jhana yang di anggapnya sebagai wanita murahan yang tidak punya harga diri. Ibu ingin melabrak kak Jhana, dan kak Raya menuntun jalan menuju rumah kontrakan kak Jhana, namun tanpa diduga, kami sekeluarga bertemu dengan kak Jhana di jalan, mungkin ketika itu dia baru kembali dari pasar."
"Lalu bibi Zemira melabraknya?" tanya Dina.
"Melabrak dan mengancam. Ibu kembali marah besar dan mengancam kak Jhana. Ibu mengatakan jika kak Jhana tidak pergi jauh dari kehidupan keluarga Dhananjaya, maka kak Jhana akan mendapatkan teror secara terus menerus dari ibu. Kemudian kak Jhana pergi entah kemana. Kak Rasyid tidak bisa menemukan keberadaannya dan hal itu membuat kak Rasyid stress, sedangkan disisi lain kak Raya berusaha tegar untuk menerima kenyataan bahwa suaminya sebenarnya tidak mencintainya. Dan setelah berbulan-bulan tidak mendapatkan kabar dari kak Jhana yang menghilang, kak Rasyid menganggap kalau ibu telah membunuh kak Jhana dan anak-anaknya melalui pembunuh bayaran. Inilah bagian terburuknya."
"Kenapa?"
"Kak Rasyid bertengkar hebat dengan ibu dan merasa geram dengan ibu yang dianggapnya tidak ingin mengaku kalau telah membunuh kak Jhana dan anak-anak mereka. Namun ibu mengatakan kalau ibu tidak tahu apa-apa mengenai hilangnya kak Jhana, meskipun ibu pernah mengancamnya, tapi ibu mengaku tidak membunuh kak Jhana dan anak-anaknya. Pertengkaran yang berlangsung selama beberapa minggu itu membuat ayah menjadi stress karena istri dan putra sulungnya tidak mau bertegur sapa meskipun tinggal di satu rumah yang sama, dan mulai dari situ, ibu juga menyalahkan kak Rasyid karena telah mengkhianati pernikahannya dan menjadi anak yang durhaka. Dan di sisi lain, kak Raya masih sangat sakit hati dan memutuskan untuk tidak berbicara dengan kak Rasyid untuk beberapa minggu, meskipun mereka tidur dikamar yang sama. Seluruh anggota keluarga lalu memihak ibu dan memusuhi kak Rasyid, termasuk aku, kecuali ayah."
"Kenapa bisa begitu?"
"Karena ayah sangat menyayangi kak Rasyid dan kak Jhana hingga ayah tidak mampu untuk marah bahkan membenci mereka berdua. Kondisi ini membuat ayah semakin down dan hal itu berdampak pada bisnisnya yang sempat rugi kala itu. Tidak lama kemudian, kak Bunga menikah dengan kak Kevlar, dan kak Raya mengumumkan kehamilannya, namun beberapa jam setelah kehamilan kak Raya diumumkan, kak Rasyid bunuh diri."
"Astaga ... bunuh diri?"
"Iya. Dia semakin merasa tidak bahagia dengan kehamilan kak Raya dan hanya ingin anak dari kak Jhana yang ketika itu dinilainya sudah berada di surga bersama kak Jhana, jadi dia ingin menyusul mereka. Kejadian itu kemudian membuat ayah sangat shock hingga terserang stroke yang membuat kondisinya menjadi seperti sekarang ini. Ibu lalu memutuskan untuk tidak mempublikasikan kasus bunuh diri kak Rasyid lebih jauh karena menganggap hal itu sangat memalukan, dan pada akhirnya, polisi menyelesaikan kasus itu. Dan setelah ayah tidak berdaya, bisnisnya terancam bangkrut, seharusnya kak Rasyid mengambil alih posisi ayah, namun karena dia sudah mangkat, maka seharusnya kak Kevlar lah yang menempati posisi ayah, tapi ibu memutuskan untuk mengambil alih posisi ayah, baik dalam keluarga ini, atau pun dalam bisnisnya. Ibu mengatakan alasannya tidak memberikan kendali pada kak Kevlar karena belum bisa mempercayainya. Hal itu tidak membuat kak Kevlar marah, dan mulai dari hari itu, keadaannya sama dengan hari ini, yang membedakannya hanya kelahiran Arka dan Shirina."
Untuk sesaat, suasana menjadi hening ketika Isa selesai bercerita. Namun Dina akhirnya angkat bicara, "Jadi, apa sampai sekarang kalian belum tahu keberadaan kak Jhana dan anak-anaknya?"
"Belum," jawab Isa.
"Dan itu artinya, nama Jhana adalah sebuah hal yang sangat sensitif untuk keluarga Dhananjaya?"
"Lebih dari sensitif. Namun anehnya, ayah menginginkan kak Jhana kembali kedalam keluarga ini."
"Aku tidak bisa membayangkan seberapa sayangnya paman Farzin pada Jhana anak angkatnya."
"Ya, kadang aku merasa kalau ayah bahkan lebih menyayangi kak Jhana dari pada kami anak-anak kandungnya."
"Dan soal kak Arvin, kenapa dia bisa begitu? Apa sejak kecil dia memang mengasingkan diri dari keluarganya karena Jhana?"
"Tidak, waktu kecil, kak Arvin adalah anak yang ramah dan ceria. Dia mulai berubah sejak kak Rasyid bunuh diri, dia menganggap kalau cinta hanya akan memperbudak seseorang, seperti yang terjadi pada kak Rasyid. Kak Arvin kemudian memutuskan untuk tidak pernah jatuh cinta, dia menjadi nakal agar tidak ada orang yang mencintainya, dan ibu menyalahan kak Jhana atas apa yang terjadi pada kak Arvin. Begitulah."
"Sekarang aku mengerti kenapa bibi Zemira sangat membenci si Jhana ini. Kau tahu, jika aku yang berada di posisi bibi Zemira, mungkin aku tidak akan tahan dan memilih mati saja."
Isa tersenyum. "Itulah ibu kami dan calon mertuamu, dia sangat tegar dan kuat dalam menghadapin segala cobaan yang datang silih berganti."
Gantian, kini Dina yang tersenyum.
Isa dan Dina bercerita tentang seorang wanita bernama Rinjhana, tanpa mengetahui kalau mereka sebenarnya mereka bercerita tentang orang yang sama.
'Jhana, ya? Aku jadi penasaran dengan masa lalu kak Jhana,' batin Dina.
"Astaga! Kak Jhana!" seru Dina.