Siang itu matahari tidak terlalu cerah, Mega memutuskan untuk berdiam diri di rumah, karena sekarang mulai libur sekolah otomatis pekerjaannya juga libur, sedangkan Abdi masih tetap sama dengan rutinitasnya yang tak bisa di tinggalkan. Rumah mereka masih tetap sepi hingga kejadian keguguran itu tak ada tanda-tanda Mega akan hamil lagi tapi dia masih tetap sabar menunggu hal itu.
Disaat lamunannya mulai menerawang Mega di kagetkan sebuah teriakan.
"Mega... aku lelah" Mala langsung duduk dan menyerobot botol minum yang ada di tangan Mega dan tidak lupa menenggaknya sampai habis.
"itu air minumku" kata Mega dengan wajah bingungnya.
"jangan pelitlah! ini hanya air. nanti aku belikan yang banyak sebagai gantinya" sahut Mala tanpa mau ambil pusing dengan protes yang Mega lakukan.
"udahan larinya? " kata Mega lagi, memecah kecanggungan yang ada, dulu wanita di sampingnya ini begitu membencinya tapi keadaan malah berputar seratus delapan puluh derajat.
"aku capek, Jec curang dan dia sekongkol dengan suamimu untuk menipuku" keluh Mala.
Mega tertawa renyah mendengar penuturan dari Mala yang selalu mendapatkan bulian dari kedua sahabtnya itu.
"jangan terwa! apa kamu juga sekongkol dengan mereka? " sahut Mala dengan sewotnya dan tak lupa dia juga menghentakan kakinya.
"maaf, maaf. aku tidak akan terwata lagi" kata Mega yang berusaha untuk menahan tawanya sekuat yang dia bisa.
"alangkah baiknya kamu terima saja lamaran Jec itu" sahut Mega lagi dan hal itu mendapatkan plototan tajam dari mata Mala.
"itu hanya dalam mimpi" sahut Mala
"nanti kamu menyesal, Jec itu tipikal lelaki yang bosan untuk berjuang. Sekali gagal dia akan malas untuk mencoba lagi"
"masa iya dia begitu" Mala tidak percaya
"mau coba" tawar Mega tanpa menghilangkan tawanya.
"tidak... tidak... " kata Mala sambil mengangkat kedua tangannya dan mengebaskan di udara.
" kenapa berhenti" Jec tiba-tiba datang dan berdiri menjulang di depan Mala.
"kalian berdua curang" kata Mala enggan untuk memandang wajah Jec dan sudah di penuhi dengan keringat. Mega melihat perdebatan dua insan yang tidak mau menikah itu dia memilih untuk menjauh dan berjalan pelan menyusul suaminya yang duduk santai di atas rumput hijau, Abdi sedang menikmati angin sore yang sangat sejuk.
Mega duduk di samping Abdi yang sedang menikmati angin sore setelah olahraga. Sementara Abdi sibuk memandangi sekeliling dan dia merasa sudah sangat lama tidak menikmati waktu sesantai ini.
"kalau sore-sore begini memang sejuk di bawah pohon ini " kata Mega memecah kesunyian. Abdi memandang ke samping tepat istrinya duduk manis di sampingnya, perempuan ini tidak berubah dia tetap cantik dengan balutan baju gamis serta jilbab panjang ke sukaannya itu.
"kamu sering ke sini ?" tanya Abdi yang tidak lepas pandangannya pada perempuan di sampingnya itu.
"sering, sangat sering" Kata Mega sambil mengalihkan pandangannya ke arah para penjual batagur yang sedang di kelilingi para pembeli.
"dengan siapa? " tanya Abdi dengan cepat, ada nada tidak suka ketika istrinya mengatakan kalau dia sering ke sini. Bukannya menjawab Mega malah tersenyum.
"aku minta jawaban, bukan senyuman" kata Abdi mulai kesal, bahkan dia sudah mulai menggunakan bahasa tidak formal lagi jika menyangkut istrinya itu.
"cemburu ya" tawa Mega kemudian dan hal itu menyulut cemburu yang mendalam dari sosok Abdi yang dulu seakan tidak mau perduli.
"sudahlah kalau tidak mau mengatakan" Abdi mengalihkan pandangannya ke depan dan hal itu membuat Mega tersenyum sendiri ketika melihat tingkah suaminya.
"sejak kapan suamiku jadi pencemburu"
"sejak membangun cinta dengan mu" Sahut Abdi dan hal itu membuat Mega tertwa lepas dan tanpa beban seperti biasanya.
"aku biasanya pergi ke sini dengan Khayla, dia itu sering uring-uringan ketika pak Zikri mulai cerewet jadi aku... "
"jadi kamu menemani dia ke sini" jawab Abdi cepat. Mega mengangguk.
"istriku yang cantik, lain kali izin dulu jika mau pergi kemanapun. paham" kata Abdi tapi nada suara itu terdengar seperti perintah yang tidak boleh di bantah sama sekali.
"siap komandan " kata Mega memposisikan tangannya hormat dan hal itu membuat Abdi akhirnya tersenyum sendiri dengan tingkah istrinya.
"ayo kita pulang! " ajak Abdi sambil mengulurkan tangannya dan tangan itu di sambut Mega tanpa ada keraguan di dalamnya. Gengaman tangan suaminya selalu menenagkan ini adalah waktu terlama ketika mereka bersama terlepas ketika Negara memanggil suaminya lagi untuk tugas.
***
"kenapa kita tidak menikah saja? " kata Jec yang tidak bosan-bosanya menawarkan ikatan halal dengan perempuan yang entah sejak kapan menarik hatinya.
"ayolah Mala, ini tidak buruk"
"dengar... aku masih memiliki banyak tanggungan, ibu ku masih sakit, dan adik-adikku perlu biaya banyak kalau aku menikah sekarang siapa yang akan menjaga mereka"
"aku, aku yang akan menjaga kalian" kata Jec penuh dengan ketulusan. Mala terlihat berfikir sebentar dia menimbang-nimbang tawaran yang di berikan Jec, perlahan tapi pasti Jec tidak pernah bosan untuk mengajaknya menikah saja.
"beri aku waktu" pinta Mala.
"waktu, untuk apa lagi. kita sudah terlalu lama bersama tapi tanpa ada ikatan halal di antara kita, kamu harus tau sebagai lelaki aku tidak bisa mengontrol keinginanku terhadap mu, semakin aku memikirkanmu... setan semakin gila di kepalaku. Kita menikah saja... urusan cinta kita bangun belakangan"
"tidak semudah itu"
"apakah kamu masih menyimpan perasaan kepada Abdi, hingga kamu menutup hatimu untukku" pertanyaan itu menohok hati Mala dia memang tidak bisa lepas dari bayang-bayang sosok yang bernama Abdi itu tapi dia tidak mungkin dengan lelaki itu akan banyak hati yang tersakiti dia tidak ingin itu sampai terjadi.
"kamu tidak bisa menjawabkan, kamu masih menyimpan perasaan terlarang itu. Perasaan yang tidak boleh ada karena Abdi sudah bahagia dengan istrinya " Jec mulai putus asa dia merasa sia-sia dengan perjuangannya untuk dekat dengan Mala.
"Jec jangan seperti ini" Mala mencoba untuk menenagkan lelaki yang mulai emosi ini.
"cukup... cukup sampai di sini, aku tidak ingin ada beban lagi"
Jec pergi berlalu begitu saja, ajakan menikah yang entah sudah berapa kali dia tawarkan selalu jawabnnya yang sama, meminta waktu. Dia bosan dengab jawaban Mala dan perempuan itu sepertinya tidak bisa lepas dari bayang-bayang Abdi.
Kepergian Jec membuat Mala bingung dengan keadaannya sekarang, perempuan itu menangis dalam diamnya.
***
Setelah sore tadi di habiskan dengan acara lari-lari santai dengan Jec dan juga Mala, Mega selonjoran di sofa kakinya benar-benar sangat sakit ini akibat tidak pernah dia bawa olahraga, sebenarnya di sekolah selalu mengadakan senam pagi setiap hari kamis tapi Mega selalu mencari alasan untuk tidak ikut senam itu. Inilah akibat yang sering dia rasakan jika malas olahraga, sekali olahraga maka akan sakit.
"mau pulang kerumah ibu? " tawar Abdi kepada istrinya yang sedang sibuk memijat kakinya yang pegal. Abdi ikut duduk di sofa itu dan Mega langsung melipat kakinya agar ada terbentuk kesopanan dengan suaminya.
"jangan ngajakin pulang, nanti seperti kemaren aku di tinggal di rumah ibu"
"jadi ceritanya masih marah dan mau balas dendam untuk yang kemaren itu"
Mega menggeser duduknya lebih dekat kepada suaminya itu.
"aku tidak marah, hanya saja sedikit kesal" kata Mega memelankan suaranya.
"kesal kenapa? " Abdi semakin dekat mencondongkan tubuhnya dan Mega semakin terdorong kebelakang ketika suaminya itu semakin dekat.
"kenapa tidak menjawab? " kata Abdi yang sudah mulai mendekatkan wajahnya. Belum berlanjut ketahap selanjutnya, seperti biasa akan ada gangguan yang datang tiba-tiba. pintu rumahnya di ketok dengan suara yang sangat nyaring.
"ada yang datang, apa itu tamumu mas? " tanya Mega yang sudah menahan dada Abdi dengan tangannya.
"tamumu kali" jawab Abdi
"bukan tamuku, tapi tamu untukmu mas" kata Mega tak mau kalah
"sudahlah, aku buka pintu dulu" Abdi mengalah dia beranjak berdiri untuk membuka pintu.
***