Unedited
Bagi Alex, semua kenangan indah bersama wanita terkutuk itu sudah lama tergantikan dengan kenangan yang gelap dan berduri.
Alex menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan pelan. Mengingat wanita itu membuat luka di hatinya terbuka. Hatinya sakit. Sakit yang ia rasakan membuat Alex mengepalkan tangannya erat.
"Umur aku baru 28 tahun dan aku gak akan menikah." Tegasnya datar dan dingin. Tatapan Dean melembut.
"Alex jangan biarkan apa yang terjadi pada ayah membuat kamu menutup hatimu. Kamu berhak bahagia dan jatuh cinta, nak. Cinta bisa membuat orang bahagia,"
Sontak Alex berdiri dan memelototi ayahnya. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Omong kosong. Cinta juga bisa buat orang gak berdaya. Aku gak perlu itu. Cinta, huh? Cinta gak bakalan membuatku bahagia. Jika jatuh cinta akan membuatku seperti ayah, aku lebih baik gak pernah jatuh cinta. Lihat saja apa yang terjadi pada ayah. Cinta membuat ayah tidak berdaya. Cinta membuat ayah terluka. Dan ayah ingin aku jatuh cinta? Tidak! Terima Kasih." Teriaknya penuh emosi. Ayahnya menatapnya sedih.
"Alex, Ibu kamu.." Tatapan yang ia berikan kepada ayah saat ini membuat ayahnya tidak meneruskan ucapannya.
"Dengar Alex, ayah kesini ingin memberitahu kamu kalau eyang masuk rumah sakit lagi. Dan dokter mengatakan bahwa hidupnya gak akan lama lagi,"
Brukk.. Alex jatuh terduduk di kursi. Eyang.
Ini gak mungkin. Bukannya eyang udah sehat? Batin Alex.
Alex merasa tidak bisa bernafas, perutnya merasa mual. Selain ayahnya, ia paling dekat dengan eyangm
"Kamu gak papa, Lex?" Tanya Dean khawatir.
"Ma.. Maksud ayah apa? Aku kira penyakit eyang sudah.. sudah sembuh."
"Ya, penyakit jantungnya memang sudah sembuh. Tapi, penyakit diabetnya kambuh lagi dan lebih buruk dari sebelumnya." Jelas ayah tertunduk. Suara ayah sangat pelan dan sedih.
"Eyang di mana sekarang?" Tanyanya cepat ingin bertemu.
"Di rumah sakit tempat biasa eyang di rawat."
Dengan cepat ia langsung mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja dan keluar meninggalkan ayah yang masih berdiri menatap kepergiannya dengan penyesalan dan kesedihan di wajahnya.
***
"Alex, wajah kamu kenapa ditekuk begitu?" Eyang tersenyum lemah menatap Alex sembari berbaring di ranjangnya.
"Aku gak papa, eyang. Eyang gimana? Eyang baik-baik aja, kan? Kenapa sakit lagi? Bukannya kemarin udah baikan?" Wajah cemas Alex membuat Sean, eyang Alex mendesah dalam hati.
"Eyang baik-baik aja. Kamu pasti sudah mendengar semuanya dari ayahmu, kan? Penyakit diabet eyang kambuh. Ini sudah biasa bagi eyang yang umurnya udah kepala delapan, Lex." Eyang tersenyum lembut berusaha menguatkan Alex. "Kamu bakalan baik-baik aja, Lex. Cucu Eyang kuat. Eyang tau itu." Tambah Eyang berusaha menghiburku.
"Eyang kok ngomong begitu, sih?"
"Eyang hanya pengen kamu tau kalau eyang sayang sama kamu."
"Aku juga sayang eyang. Tapi aku gak akan baik baik-baik saja. Eyang tahu kalau aku gak akan baik-baik saja mengingat penyakitku ini." Alex tertunduk sedih.
"Gak, Alex. Eyang tau kamu akan baik-baik saja. Cucu eyang orangnya kuat." Suara Eyang terdengar begitu yakin. Tapi orany yang berusaha diyakinkannya sama sekali tidak merasakan hal itu.
"Alex?"
"Kenapa, eyang?"
"Bisakah eyang minta sesuatu sama kamu?"
"Tentu saja. Apapun yang eyang inginkan, Alex akan berusaha memberikannya."
"Benar yang kamu katakan?" Kilatan kecil yang muncul di mata eyang sesaat menyebabkan Alex sedikit merasa curiga. Entah kenapa perasaannya merasa tidak enak.
"Benar eyang."
"Apapun itu?"
"Apapun yang eyang pengen."
"Kamu gak bakalan narik kata-katamu, kan?"
"Gak akan, eyang."
"Eyang pegang kata-katamu, Lex."
Tanpa Alex sadari ia ternyata masuk ke dalam perangkap eyangnya.
"Pasti. Aku akan melakukan apapun buat eyang."
"Oke. Eyang mau kamu menikah. Menikahlah, Alex. Eyang ingin melihat cucu eyang menikah sebelum eyang pergi." Kata-kata Eyang membuat ia tidak bisa berkata-kata.
Alex ingin menolaknya tapi ia sudah terlanjur berjanji pada eyang. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Jujur saja dia tidak tahu kalau permintaan eyang akan seperti ini. Sialan. Dia tidak ingin menikah.
Kepala Alex kacau. Permintaan eyang ini tidak bisa ia turuti. Baru saja ia akan memberi alasan menolak permintaan eyang, eyangnya sudah terlebih dulu mendahuluinya. " Akan ada orang yang selalu menemani dan menjaga kamu jika kamu menikah, Alex. Dan itu membuat eyang tenang. Jadi, tolong menikahlah. Cuma itu yang eyang minta dari kamu." Jelas Eyang. Dari tatapannya, Alex tahu bahwa eyang sangat menyayangiku. Dan itu beliau lakukan karena dia tidak mau melihat cucu kesayangannya sendirian.
Alex mendesah. Ia tak ingin membuat eyang bersedih dan satu-satunya cara untuk menyenangkan eyangnya itu yaitu hanya dengan cara mengabulkan permintaannya itu.
"Oke eyang, aku bakalan nikah."
***
Kata-kata eyang terus terputar di kepalanya bagaikan rekorder yang tak mau berhenti. Kepalanya sakit akibat permintaan dadakan dari eyang. Menikah? Omaigad. Punya kekasih saja Alex tak punya. Bagaimana ia harus menikah? Dan siapa juga yang harus ia ajak untuk menikah? Tidak mungkin mantan pacarnya, kan? Gila saja.
"Selamat pagi pak, Alex. Laporan rapat kemarin sudah saya taruh di meja bapak." Suara Delilah membuat Alex yang tadinya sedang menuju ruangannya menghentikan langkahnya.
Alex memandangi wanita itu lama dan akhirnya mulai memperhatikannya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Sekretarisnya terlihat seperti wanita biasa pada umumnya. Tidak terlalu cantik namun tidak terlalu jelek juga.
Ekspresi wajahnya terlihat selalu sama. Datar, tanpa emosi. Alex tidak bisa membaca pikiran Delilah. Tiba-tiba ucapan eyang kembali menghampirinya. Sesuatu terbesit di kepalanya.
Ya, ini dia solusinya.
"Delilah, menikahlah denganku."
"Apa?" Ucapnya lantang, bingung dan terkejut. Baru kali ini Alex melihat emosi lain selain poker face wanita itu di wajahnya dan itu membuat Alex tersenyum kecil.
"Let's get married."