Unedited
"Jadi apa syarat kamu?" Tanya Alex to-the-point pada Delilah.
Mereka berdua kini tengah duduk saling berhadapan di sebuah sofa kulit berwarna hitam keluaran inggris yang ada di ruang kerja Alex.
Delilah nampak memikirkan sesuatu sebelum menjawab pertanyaan Alex,"Jika bapak ingin menikah dengan saya, saya ingin pernikahan kita ini hanya sebatas pernikahan kontrak saja. Tidak lebih." jelasnya serius menatap Alex lekat.
Menjadi calon istri dari Alexander Williams adalah sesuatu yang tak pernah dibayangkan oleh Delilah. Bermimpi saja tidak. Siapa yang tak kenal dengan atasannya itu? Sudah tampan,pintar, kaya pula. Para wanita, memujanya. Laki-laki iri dengannya.
Menikah? Jangankan calon istri, hanya mengedipkan matanya saja, Delilah sangat yakin akan ada wanita yang dengan sukarela menawarkan dirinya untuk menjadi wanita simpanannya itu.
"Kawin kontrak? Niat saya juga begitu." Pada dasarnya ia ingin mengajak sekretarisnya itu kawin kontrak. Tapi sebelum ia mengatakan hal itu pada Delilah, sekretarisnya ini sudah mendahuluinya. Alex bersyukur tidak salah memilih calon istri.
"Saya juga ingin agar bapak menghormati privasi saya. Saya butuh kamar saya sendiri. Dan jika bapak ingin berhubungan dengan wanita lain, tolong beritahu saya terlebih dulu agar nantinya tidak terjadi suatu kesalah-pahaman. Saya juga minta agar bapak tidak mencampuri urusan pribadi saya sebagaimana saya tidak akan mencampuri urusan pribadi bapak " Jelas Delilah menatap Alex tegas yang disambut dengan anggukan kepala Alex.
"Saya juga punya syarat. Jika kita menikah nanti, saya mohon agar kita berdua bisa bersikap selayaknya sepasang suami istri di depan keluarga dan kerabat. Saya tidak mau mereka berpikir bahwa hubungan rumah tangga kita memiki suatu masalah. Dan satu hal lagi, saya diijinkan untuk memegang, memeluk dan mencium kamu jika hal tersebut sewaktu-waktu dibutuhkan." Alex menambahkan syarat darinya.
"Oke. Saya bisa menerimanya." ujar Delilah mengerti.
"Sudah tidak ada lagi yang ingin kamu tambahkan?" Tanya Alex memperhatikan raut wajah sekretarisnya yang terlalu tenang.
"Tidak ada."
"Kalau begitu, kamu boleh keluar. Terima-kasih atas kerja samanya. Saya juga akan memberikan uang—"
"Tidak usah, saya tidak membutuhkan uang bapak. Saya menyetujui ajakan bapak bukan karena ingin menolong bapak. Terima kasih. Saya mohon pamit." Ucap Delilah datar dan berjalan pergi meninggalkan Alex yang melongo.