Mereka berbincang-bincang sebentar dan Veris mulai berpamitan. tidak ada yang spesial pada pertemuan itu. apa lagi yang lebih spesial kalau bukan Zia mulai tertarik dengan pria itu. belum tumbuh rasa cinta tapi rasa tertarik yang amat menyiksa.
Minggu ini Zia pulang kerumah karena orangtua Zia menelpon.
Zia tercengang dengan apa yang dia dengar. "perjodohan" sahut Zia kaget.
"tidak mau papa, Zia tidak mau dijodohkan" jawab Zia memohon.
"bagaimanapun juga ayah harus menghargai keinginan dari rekan bisnis papa, coba lah untuk mengerti. Jelas papa lirih.
"tapi pah, bagaimana Zia bisa menerimanya kalau Zia belum tau siapa yang akan dijodohkan dengannya." jawab Zeno membela.
"kamu pasti sudah mengenalnya Zeno, dia pria yang cerdas dan dewasa walaupun usianya jauh diatas Zia tapi setidaknya, dia bisa menjaga adikmu dengan baik dan pekerjaannya juga bagus". jelas papa.
"tetap saja Zia tidak setuju" Zia tidak mau menikah, Zia tidak mau dijodoh-jodohkan." jawab Zia kesal dan berlari ke kamar.
"nasehatilah adikmu supaya dia mau menerima perjodohan ini."
" kau tau kan putra dari keluarga Sanjaya.?" kata papa menerangkan
"apa ... permintaan itu dari keluarga sanjaya? jawab Zeno kaget.
"iya, mereka mempunyai putra laki-laki yang belum menikah" jawab papa menjelaskan.
"aku ingat keluarga sanjaya mempunyai dua putra, yang pertama kakak kelasku dan yang ke dua seingatku usianya dibawah Zia sedikit." apa mungkin yang ayah maksud Tama Sanjaya". jelas Zeno.
"iya, bagaimana pendapatmu? tanya papa.
"Zia baru berusia 22 tahun setelah wisuda nanti dan Tama hampir 32 tahun lebih." aku takut Zia tidak mau menerimanya pa, walaupun Tama tampan dan bagus dalam berbagai hal tapi sepertinya Zia akan sulit untuk menerimanya." Jawab Zeno pasrah.
"berusahalah untuk membujuk adikmu" pinta papa sambil menepuk pundak Zeno dan pergi.
"thok" thok" thok" "Zia..." buka pintunya..." pinta Zeno.
"kakak jangan coba-coba membujukku" saut Zia dari dalam kamar.
"Siapa juga yang mau membujuk kamu." turunlah makan malam sudah siap" jawab Zeno.
"nggak mau ... Zia nggak mau makan..." jawab Zia lantang.
"beneran nggak mau makan. mama masakin makanan favoritmu lho" jawab mama menggoda.
"dan besok pagi-pagi sekali mama mau pergi ke rumah tantemu di kota C" jawab mama menambahi.
Perut Zia mulai berbunyi dan Zia membayangkan makanan itu mulai menari dan melambai-lambai. "ah aku lapar sekali" celetuknya.
"besok pagi tidak ada sarapan lho" mama meyakinkan.
"ah iya iya Zia turun" sambil membuka pintu dengan kesal.
mama masih tersenyum-senyum, ternyata usahanya berhasil.
mama memang sengaja memasak masakan kesukaan Zia karena tau pasti Zia akan marah dengan rencana perjodohan itu dan pasti tidak mau makan. ternyata benar dugaan mama.
ayah memuji mama dengan berbisik ditelinga mama "mama pintar" sambil mengacungkan jempolnya dan mama hanya tersipu malu.
"kenapa hanya masak masakan kesukaan Zia, masakan ke sukaan kak Zeno mana" kata Zeno lirih.
"kamu kan sering pulang kerumah jadi kapan-kapan mama masakin." sahut mama.
--------_------_---------
Keesokan harinya Zia bangun dengan bermalas-malasan, turun ke ruang tamu dan lari kedapur "ha tidak ada satu orangpun" gumamnya.
menarik gagang puntu kulkas dan tertempel sebuah note :
Zia sayang mama pergi dulu, maaf mama belom sempat membuatkanmu sarapan karena terburu-buru.
Papa dan kakakmu akan pulang sore nanti ajak mereka makan di luar karena mama mungkin pulang besok karena harus menjaga tante Lenny di Rumah sakit.
salam mama
Zia mendengus sambil meminum air putih yang dia ambil dari dalam kulkas. hanya ada telur dan beberapa sayuran, Zia bingung harus masak apa.
Zia mulai berlari mengambil roti dan selai coklat, menggigitnya dan berlari lagi kekamar mandi sambil masih menguyah roti di mulutnya dan menutup pintu.
beberapa menit kemudian Zia keluar dengan harum sabun di tubuhnya dan wangi sampo di rambutnya yang panjang itu.
berganti pakaian dan pergi ke garasi mengambil sepeda ontelnya. Zia mulai berkeliling komplek seperti biasa, mengayuh sepedanya dengan santai sambil melihat sekitar. udara di sana masih begitu segar dapat tercium aroma pohon cemara yang menyegarkan. angin bertiup perlahan menerbangkan helai demi helai rambut Zia yang masih basah dan membawa air hilang ke udara.
sebuah mobil berwarna hitam melewati Zia dari arah yang berlawan. Zia masih melaju dengan santai dan tanpa dia sadari mobil itu membuka jendelanya dan dapat terlihat pria tampan yang berumur 30 tahun sedang memperhatikan Zia. " berhenti" pinta pria itu pada sopirnya.
angin berhembus membawa aroma parfum sampo yang dipakai Zia menyebar ke udara. "harum dan segar" gumamnya sambil memperhatikan Zia. perlahan Zia mulai menghilang dari pandangan pria itu dan pria itu pun pergi.
"hai" pesan masuk dari Veris.
"lagi sibuk apa?" pesan kedua terkirim
Zia mulai merasa handphon yang ada di sakunya bergetar dan memutuskan untuk beristirahat sejenak di depan minimarket.
memesan minuman dan mengambil beberapa batang coklat.
"sedang bersepeda" jawab Zia
"sedang dimana sekarang?" (penasaran)
"di sekitar rumah"
"bolehkah aku menelfonmu? pintanya
"okey" dan panggilan pun muncul beberapa detik setelahnya.
"apakah kau tak merindukanku?" tanya seseorang di sebrang telpon sana.