Dengan berat hati Maya menitipkan bayinya pada Wanara dan Asmadhi.
Lalu dengan pasrah ia mengikuti Ki Gendeng untuk memulai hidup barunya bersama gendruwo itu.
Ki Gendeng adalah gendruwo kelas rendah yang hidupnya di tempat lembab dan gelap.
Berbeda dengan Asmadhi yang berasal dari jenis iblis tingkat tinggi dan memiliki kecerdasan yang tinggi.
Wujud fisik Ki Gendeng sebenarnya lebih menyerupai monster.
Kepalanya mirip kepala babi hutan dengan dua telinga yang besar dan lancip.
Serangkaian taring menghiasi mulutnya.
Kedua bola matanya besar dan berwarna merah menyala.
Tubuhnya pun buncit seperti tubuh babi.
Bulu-bulu hitam dan kasar tumbuh mulai dari kepalanya sampai memenuhi punggung dan kedua lengannya.
Kedua lengan gendruwo itu panjang dan kekar seperti lengan Wanara, mantan kekasihnya.
Kedua kakinya besar dan dilapisi oleh kulit yang tebal bersisik seperti kulit badak.
Kakinya yang besar tidak diimbangi oleh panjangnya yang hanya sekitar separuh panjang lengannya.
Ada satu keistimewaan Ki Gendeng yang luar biasa.
Penis gendruwo itu ternyata berukuran jumbo.
Sebagai bangsa gendruwo dengan garis darah siluman babi, ukuran dan bentuk kelaminnya tak jauh beda dengan alat kelamin seekor babi yang menyerupai kait besar yang dapat "mengunci" rahim pasangannya.
Tak hanya itu, ternyata gendruwo itu pandai pula memanfaatkan ukuran alat vitalnya untuk memuaskan lawan mainnya.
Memiliki ukuran penis yang besar, jika tak mampu mengaturnya, hanya akan menyakitkan wanita pasangannya.
Dengan Ki Gendeng, Maya tak memiliki masalah itu.
Nafsu birahi Ki Gendeng pun tak kalah tingginya dibandingkan Wanara.
Bahkan sekali ngecrot, Ki Gendeng mampu memuncratkan tidak kurang dari seember cairan putih kental yang langsung menyeruak masuk memenuhi seisi rahim Maya hingga perut Ibu muda itu menggelembung seperti saat dirinya sedang hamil.
Untunglah Maya sudah terbiasa melayani Wanara sehingga ia bisa langsung beradaptasi saat dituntut melayani hasrat seks yang menggebu-gebu dari gendruwo itu.
Perbedaan yang jelas antara Ki Gendeng dan Wanara adalah bahwa Maya bisa berkomunikasi lisan dengan gendruwo itu.
Tak jarang mereka berdua terus ngobrol setelah selesai berhubungan badan.
Akibatnya tak bisa dihindari, keintiman antara Maya dan Ki Gendeng mulai terjalin.
Perlahan-lahan, Maya pun belajar untuk mencintai majikan barunya itu.
Kemesraan semakin lama semakin mewarnai hubungan kedua makhluk itu.
Perbedaan lain yang kemudian diketahui Maya adalah bahwa Ki Gendeng tak pernah puas dengan satu orang wanita.
Ia tahu kalau gendruwo itu sering masuk ke alam manusia dan mengganggu manusia.
Biasanya yang diganggunya adalah ibu - ibu rumah tangga yang sedang ditinggal pergi oleh suaminya.
Ki Gendeng biasa menyaru sebagai suami si wanita sehingga dengan leluasa menyebadaninya…
Pada awalnya Maya merasa cemburu.
"Saat kau menyebadani wanita-wanita itu, kau harus menyaru sebagai suami mereka… Karena kalau tidak mereka akan ketakutan dan menolakmu…" protes Maya.
"Dengan diriku, kau bisa leluasa memperlihatkan wujud aslimu… dan aku pun selalu melayanimu sepenuh hatiku…" lanjutnya sambil merajuk.
"Bahkan jika kau mau jujur membandingkan, aku rasa wajahku juga masih jauh lebih cantik daripada wanita-wanita yang kau tiduri itu…" cerocos Maya tak mau berhenti.
Ki Gendeng tersenyum mendengar celotehan gundiknya yang cemburu itu.
"Semua yang kaukatakan itu benar, Sayangku…"
"Tapi kau harus ingat, bangsa kami memang tak pernah puas menyetubuhi wanita manusia… Setiap ada kesempatan, kami pasti akan melakukannya...."
"Bagaimana pun kau adalah gundikku yang paling istimewa… Kau sengaja kubawa kemari, setelah aku bersusah payah memintamu dari pelukan kera itu…" jelas Ki Gendeng. "Sementara wanita lainnya tak ada yang kuperlakukan seistimewa itu…"
Maya hanya terdiam mendengar penjelasan gendruwo itu.
Diam-diam ia membenarkan perkataan Ki Gendeng.
Dirinya adalah satu-satunya wanita yang beruntung dijadikan sebagai gundik gendruwo itu di alamnya.
Wanita-wanita yang lain tetap tinggal bersama suami mereka di alam manusia dan hanya dikunjungi oleh Ki Gendeng sewaktu-waktu.
"Kau juga harus belajar berbagi, Maya…" kata Ki Gendeng mengajari wanita itu.
"Aku harus membagi kenikmatan seksual kepada istri-istri yang kesepian itu… Mereka jarang atau bahkan tak pernah menikmati kehidupan seks bersama suaminya… Karena itulah aku membantu mereka…" kata Ki Gendeng menjelaskan perilakunya.
"Demikian juga halnya dengan kau," lanjut Ki Gendeng. "Jangan kira kau hanya akan melayani aku sendiri… Nanti kau juga harus belajar melayani teman-teman dan kerabatku sesama gendruwo…"
Maya terkejut mendengar kalimat Ki Gendeng yang terakhir… Melayani gendruwo- gendruwo yang lain?
"Ya, Maya… Tenang sajalah… Pelan-pelan dulu, nanti akan kukenalkan teman-temanku satu per satu kepadamu…" kata Ki Gendeng seolah bisa membaca pikiran wanita itu.
"B.. Baiklah… Ki…." kata Maya tergagap mencoba mematuhinya.
Lambat laun Maya pun memahami konsep berbagi yang diajarkan gendruwo itu padanya.
Kini ia tak perlu merasa cemburu lagi jika Ki Gendeng mendatangi wanita-wanita lain untuk disetubuhinya.
Demikian pula dengan dirinya yang mulai belajar untuk tak hanya berhubungan seks dengan Ki Gendeng.
Satu demi satu, Ki Gendeng memperkenalkan Maya dengan gendruwo-gendruwo lainnya yang beraneka ragam bentuknya…
Ada yang seperti Gorila, ada yang hitam seperti orang Afrika lengkap dengan kontol besar khas Kaum Nigga, ada yang memiliki kepala seperti serigala, dan lain - lain…
Mulanya Maya memang merasa risih…
Namun dengan bimbingan Ki Gendeng yang penuh kesabaran, wanita itu akhirnya mau juga belajar membagi tubuh dan cintanya kepada makhluk-makhluk itu.
Sejak diajari oleh Wanara untuk bersetubuh di muka umum, Maya pun tahu kalau makhluk-makhluk yang kebetulan menontonnya sebenarnya jadi tergiur juga untuk ikut menyetubuhi dirinya.
Cuma selama ini memang mereka takut terhadap Wanara dan Asmadhi sehingga mereka sebatas jadi penonton saja, tidak pernah ikut nimbrung.
Bagaimanapun, melihat minat para penontonnya, lama-kelamaan Maya mulai berfantasi disetubuhi juga oleh mereka.
Ia mulai membayangkan nikmatnya disebadani oleh lebih dari satu pejantan.
Tidak disangkanya kalau sekarang, setelah hidup bersama Ki Gendeng, khayalannya itu malah menjadi kenyataan.
Maka Maya pun mulai membiasakan diri terhadap anjuran Ki Gendeng untuk berganti-ganti pasangan dalam bersetubuh.
Apalagi ketika Maya mulai belajar bahwa makhluk-makhluk itu ternyata menaruh hasrat yang sangat luar biasa kepada wanita manusia.
Bagi mereka, bersetubuh dengan Maya adalah mimpi yang menjadi kenyataan.
Mereka sangat memuja wanita cantik itu dan menganggap dirinya seolah-olah adalah seorang dewi seks yang turun dari kahyangan untuk memuaskan hasrat segala makhluk.
Maya pun akhirnya merasa tersanjung dan sebagai timbal baliknya, ia merasa berkewajiban untuk melayani mereka sebaik mungkin…
Membagi kesenangan dan kenikmatan badani kepada sebanyak mungkin gendruwo yang mungkin selama ini tak semuanya memiliki kesempatan untuk berinteraksi langsung apalagi berhubungan seks dengan wanita manusia.
Tanpa terasa, 69 (Enam Puluh Sembilan) Purnama pun telah berlalu semenjak Maya menjadi Wanita Pemuas Hasrat Nafsu Ki Gendeng dan kawan-kawannya.
Sebagai akibat hubungan asmara dengan Ki Gendeng dan kawan-kawannya, Maya pun akhirnya hamil.
Ki Gendeng dan gerombolannya tetap setia memberikan nafkah batin kepada Maya sekaligus juga memuaskan nafsu birahi mereka sendiri sampai akhirnya Maya melahirkan bayi hasil benih cinta mereka bersama.
Diberinya nama anak laki-laki itu Sanat.
Anak itu wujudnya mirip manusia namun berbulu lebat di beberapa bagian tubuhnya.
Sebagian kulitnya pun terasa keras seperti kulit badak.
Dua tanduk kecil mencuat dari kepalanya, sementara sepasang sayap kecil yang mirip sayap kelelawar dan ekor yang memiliki kait di ujungnya dapat ditemukan di bagian belakang tubuhnya.
Saat lahir, seluruh giginya telah lengkap, ditambah dengan 4 gigi taring yang lebih panjang dari gigi lain dalam barisannya, 2 di barisan atas dan 2 di bagian bawah ....
Inilah bayi ketiga yang dilahirkan wanita itu dari rahimnya.
Semuanya memiliki ayah yang berbeda-beda dan dari jenis makhluk yang berbeda-beda pula…