"gw mau makan sushi banget nih, Na! Please.. Please.. Please.. Ngalah kek sama yang lebih muda"
Farhani Wijaya, seorang top model di Indonesia dan salah satu sahabat Kina sedang membujuk Kina agar menuruti keinginannya.
Naya yang melihat Hani seperti anak kecil hanya dapat menggeleng maklum.
Sedangkan Kina hanya menatap sebal Hani yang sedang menggoyangkan lengan kanannya seperti anak kecil yang minta dibelikan balon oleh ibunya.
Saat ini ketiga sahabat itu pergi bersama ke sebuah mall di ibu kota untuk berkumpul.
Mereka bertiga sudah jarang menghabiskan waktu bersama karena kesibukan masing-masing.
Hani dengan profesinya sebagai model, Naya dengan pekerjaan paruh waktunya dan sebagian waktunya lagi disita oleh kekasihnya yang posesif.
Sementara Kina sibuk dengan tugas kuliah yang menumpuk.
"tolong ya diingat nona Farhani Wijaya, lo itu cuma lebih muda dua bulan dari gw! Naya aja yang lebih muda empat bulan gak kayak lo yang manjanya ngalahin anak sepupu gw yang umurnya baru dua taun!"
Hani mengerucutkan bibirnya sebal, namun tangannya masih memegang lengan Kina.
" ya udah kita makan sushi abis itu kita ketempat pizza gimana?? "
Naya mencoba memberikan solusi atas apa yang diributkan kedua sahabatnya tersebut.
Kina dan Hani menatap Naya ngeri.
"perut lo yakin nampung?"
Kina dan Hani kompak bertanya hal yang sama, karena mereka sangat tahu kapasitas perut Naya.
Naya meringis mendengar pertanyaan kedua sahabatnya.
Hani dan Kina saling berpandangan.
"yaudah makan sushi" ucap Kina.
"yaudah makan pizza" ucap Hani.
Naya terbengong mendengar jawaban cepat kedua sahabatnya yang pada akhirnya saling mengalah.
Akhirnya setelah perdebatan alot mereka, mereka memutuskan makan di restoran seafood.
Sepanjang siang mereka habiskan bersama, dari mulai makan, nonton, dan setelahnya minum di salah satu cafe sambil bercanda dan bercerita.
Tak terasa hari telah menunjukkan pukul tujuh malam dan mereka pun memutuskan untuk pulang.
Ketika mereka bertiga keluar mall, tiba-tiba ada seorang Ibu-Ibu yang berteriak kecopetan.
Dengan sigap Kina mengejar pencopet tersebut sampai akhirnya Kina dapat menarik kerah belakang jaket kulit sang pencopet.
Dengan gerakan cepat, Kina menendang perut sang pencopet sampai pencopet itu terjatuh.
Tas yang tadinya berada ditangan pencopet itu pun ikut terlempar jauh dari tempat pencopet itu terjatuh.
Pencopet itu berusaha bangun untuk kabur dari hadapan Kina.
Ketika sudah akan terbangun, Kina kembali menendangnya kali ini di bagian kaki sampai pencopet itu setengah terjatuh dengan posisi lutut menopang tubuhnya.
Ketika Kina ingin menyerang kembali, tiba-tiba si pencopet mengeluarkan pisau lipat dan menyerang Kina tepat di telapak tangan kanan Kina sampai telapak tangannya sobek oleh benda tajam tersebut.
Namun Kina berusaha meredakan rasa sakit dan kembali menendang pencopet tepat di bagian vital sang pencopet.
Akhirnya pencopet itu jatuh tersungkur sambil memegang alat vitalnya dan mengerang kesakitan.
Tidak berapa lama, petugas keamanan mall datang untuk menangkap pencopet itu.
Sedangkan Kina menahan rasa sakit di telapak tangan kanannya sambil mengambil tas yang tadi sempat hampir dibawa lari oleh pencopet.
Darah semakin deras menetes karena sayatan dari si pencopet lumayan dalam.
"Astagfirullah.. Gusti!!! Nak, tangan kamu luka! Ayo cah ayu kita ke rumah sakit!"
Seorang wanita paruh baya yang sudah berada di depan Kina, berbicara dengan panik karena melihat darah Kina yang menetes.
Sementara Naya dan Hani kini sudah berada di sisi kiri dan kanan Kina.
Kedua sahabat Kina hampir meneteskan air mata melihat luka di telapak tangan Kina.
"gak papa kok bu. Oia.. Ini Tas ibu"
Kina menyodorkan tas wanita paruh baya itu.
Wanita paruh baya itu menerima tasnya dan memberikan kepada Pria dibelakang wanita itu yang sepertinya adalah supir pribadinya dilihat dari cara berpakaian pria itu.
"makasih ya Nak. Tapi sebenarnya tas ini ndak penting! Yang penting itu tangan kamu. Ayo pokoknya ikut Ibu kerumah sakit! Bagaimana bisa bilang ndak papa tho.. Orang darahnya banyak begitu. Pak Jamal, segera siapkan mobil.Cepat Pak! Darahnya semakin banyak yang keluar! "
Wanita paruh baya itu berkata panik sambil menuntun Kina mengikuti langkahnya menuju lobi utama untuk menanti supir wanita itu.
Kina hanya dapat mengikuti dengan pasrah sambil melihat kebelakang dimana Naya dan Hani mengikutinya.
Setelah beberapa menit menunggu, datang sebuah mobil Alphard berwarna graphite metallic berhenti tepat di depan wanita paruh baya dan ketiga sahabat itu.
Dengan segera wanita paruh baya itu menuntun Kina masuk kedalam mobil, sementara Hani dan Naya juga diperintahkan wanita itu masuk.
Didalam mobil, wanita paruh baya itu melepas pashmina yang melekat di lehernya dan mengikat luka Kina agar darah yang keluar tidak begitu banyak.
"sabar ya, Na.."
Kedua sahabat Kina yang duduk di kursi belakang memberi Kina semangat dengan wajah sembab karena luka yang dialami Kina.
Sementara Kina memutar bola matanya malas.
"jangan nangis deh! Gw lagi ngerasain nyeri di tangan gw, please jangan di tambahin sama drama dari kalian ber dua. Gw gapapa kok! Cuma nyeri dikit kayak jari gak sengaja kena pisau dapur"
Hani dan Naya hanya menatap Kina dengan perasaan sedih yang tetap tidak dapat di Sembunyikan.
"Cah Ayu, kamu ndak boleh bohong lho ya. Ini pasti sakit banget kan?? Duuhhh Gusti.. Ibu aja yang ngeliatnya ikut-ikutan ngilu. Apalagi kamu ndok. Ini minum dulu Nak"
Wanita paruh baya itu menunjukkan wajah khawatir yang tidak dibuat-buat sambil menyodorkan air mineral kearah mulut Kina.
Kina sempat terkejut, namun dengan segera menerima suapan air mineral dari wanita paruh baya yang di tolongnya itu.
"Pak, jalannya yang cepat tho! Ini kasian Cah Ayu kalo kehabisan darah gimana??"
"Enggeh Ndoro Putri"
"Nama kamu siapa Ndok?"
"Saya Kina bu, dan yang dibelakang ini Naya dan Hani"
Kina memperkenalkan diri dan setelahnya menunjuk Naya dan Hani bergantian dengan tangan kirinya.
Naya dan Hani mengangguk sopan ketika wanita paruh baya itu menolehkan wajahnya kearah mereka dan dibalas senyum anggun wanita itu.
"Nama Ibu, Ajeng" wanita paruh baya itu memperkenalkan dirinya.
"Ndoro Putri, sudah sampai" ucap supir Ibu Ajeng yang ternyata sudah membukakan pintu untuk majikannya.
Dengan langkah tergesa-gesa, Ibu Ajeng menuntun Kina memasuki area rumah sakit dan langsung menuju salah satu ruangan Dokter yang sepertinya sangat dikenal Ibu Ajeng.
"Panji, tolong Bulek nak! Ini Cah Ayu tolong langsung kamu periksa tangannya! Darahnya ngalir terus ini, tuh lihat tho mukanya sudah pucat. Pokoknya cepat kamu tolong ya Nak!"
Seseorang yang dipanggil Panji oleh Ibu Ajeng sempat terkejut melihat kedatangan Ibu Ajeng yang tanpa permisi menerobos pintu masuk ruangannya.
" iya.. Iya.. Bulek tenang ya, pasti Panji bantu. Bulek sekarang tunggu diluar ya. Biar Cah Ayu ini Panji yang urus."
Pria yang bernama Panji itu menahan senyumnya melihat kelakuan Bulek satu-satunya yang selalu heboh dan selalu ekstra khawatir dengan hal apapun.
Padahal Panji melihat wanita muda yang dibawa Buleknya ini tidak menunjukkan wajah kesakitan, hanya wajah datar tanpa ekspresi.
Apalagi setelah melihat Panji yang tersenyum ramah padanya, wanita muda ini menunjukkan wajah tak bersahabat.
"tapi benar ya, kamu harus janji melakukan pengobatan yang terbaik buat cah ayu!!"
"iya Bulek.. Ya udh Bulek tunggu diluar dulu. Panji mau periksa Cah Ayu ini"
Akhirnya Ibu Ajeng keluar setelah diyakinkan oleh keponakannya.
Panji mempersilahkan Kina duduk dan segera mengecek luka sayat di tangan wanita berwajah dingin ini.
"ini harus di jahit, lukanya terlalu dalam" Panji tersenyum ramah pada Kina sambil sesekali melihat luka di tangan Kina.
"lakukan aja Dok, yang penting cepet selesai dan gak usah pakai senyum"
Mendengar ucapan dingin Kina, Panji seketika menghentikan senyumnya.
Namun detik berikutnya Panji tertawa sambil mempersiapkan alat untuk menjahit luka Kina.
Kina hanya mengernyit tidak suka melihat tawa yang di keluarkan Panji, namun Kina tidak ingin menanggapi dan memilih untuk diam.
Kina sangat tidak nyaman ketika tangan Panji menyentuh tangannya yang terluka.
Kina merasa ingin cepat keluar dari ruangan Dokter tampan ini karena Kina selalu tidak tahan jika harus berada di situasi dia harus berduaan dengan makhluk yang bernama Pria.
Panji tetap tersenyum ketika sedang menyuntikkan obat bius di tangan Kina agar mempermudah proses jahitan.
Setelah beberapa lama Panji selesai menjahit luka Kina.
Selama proses itu, Kina dan Panji tidak mengeluarkan suara sama sekali.
Hanya terlihat wajah jutek Kina dan senyum Dokter Tampan itu yang tidak pernah luntur dari bibirnya.
"selesai. Kamu tidak perlu datang untuk melepas jahitan, karena Saya menggunakan benang yang langsung menyatu dengan kulit kamu. Sekarang tinggal Saya tutup ya luka kamu dengan perban" Dokter Panji Lagi-lagi tersenyum.
"hhm"
Kina hanya menjawab dengan deheman dan terlihat enggan melihat wajah Panji.
Panji hampir menyemburkan tawanya melihat kelakuan ajaib pasiennya ini.
'wanita yang unik' pikir Panji dalam hati.
Setelah selesai semua proses, Panji memberikan resep pada Kina agar luka jahitannya cepat kering.
"nah Cah Ayu..siapa nama Kamu? Saya harus tulis di resep"
"Nama saya Kinanti dan tolong Pak Dokter jangan panggil saya Cah Ayu"
"oh.. Oke Kinanti. Nah selesai.. Ini resepnya Kamu bisa tebus di.."
"terima kasih Pak"
Belum selesai Panji berbicara, Kina sudah menyambar resep yang di sodorkan Panji dan langsung keluar dari ruangan Panji.
Setelah pintu tertutup, Panji menyemburkan tawanya melihat kelakuan pasiennya itu.
"gila.. Bener-bener! Dimana Bulek bisa nemu cewek titisan macan itu.. Hahhaha.."
Pintu tiba-tiba terbuka dan menampakkan wajah Buleknya lagi.
Panji langsung terdiam dari tawanya, namun senyumnya belum juga luntur.
"makasih ya Nak, sayangnya Bulek. Kalo gitu Bulek pulang dulu. Kamu jangan lupa sering-sering main kerumah! Jangan cuma bisanya ngumpul sama Cah Bagus di luar yo Nak. Yowes.. Bulek mau nebus obatnya Cah Ayu dulu."
Ibu Ajeng keluar dari ruangan Panji setelah Panji mencium tangan Buleknya.
Panji menggelengkan kepala mengingat kehebohan buleknya dan kelakuan ajaib pasien yang dibawa sang Bulek.
" Kinanti ya? "monolog Dokter tampan itu sambil tersenyum manis.
********