Kina, Naya dan Hani saat ini sedang duduk di bangku apotek rumah sakit menunggu nama Kina dipanggil untuk menebus obat.
Sementara Ibu Ajeng berdiri tak jauh dari tempat mereka duduk dan sedang menerima telepon.
Sayup-sayup terdengar apa yang dibicarakan Ibu Ajeng pada si penelepon.
"Bunda ndak papa,, tapi kasian anak yang nolong Bunda, tangannya harus dijahit.. Hiks..Bunda beneran merasa bersalah Cah Bagus.. Harusnya Bunda ndak usah teriak. Hikks..."
Kina dan kedua sahabatnya memperhatikan Ibu Ajeng yang menelpon sambil mengusap matanya.
" Na, Ibu Ajeng nangis tuh" Hani menyenggol bahu Kina pelan.
"samperin aja Na, dia pasti ngerasa bersalah banget karena lo udah luka" Naya menimpali ucapan Hani.
Menghela napas pelan, Kina menghampiri Ibu Ajeng yang posisinya saat ini membelakangi Kina.
"Bun, Bunda dengerin Ai ya, itu bukan salah Bunda. Namanya musibah Bun gak ada yang tau. Bunda yang tenang ya. Ai lagi arah ke rumah sakit buat jemput Bunda, Pak Jamal udah Ai suruh pulang. Sekalian Ai mau ucapin makasih sama dewi penolongnya Bunda itu karena udah bantuin Bundanya Ai tersayang. Bunda denger Ai kan? Bunda jangan nangis lagi ya.. "
" hikks.. I.. Iya.. Bunda coba buat ndak nangis lagi"
"promise?"
Ibu Ajeng tersenyum mendengar ucapan anaknya di seberang telepon.
"promise"
"ya udah Bun, Ai berangkat ya. Assalamualaikum Bunda sayang"
"waalaikum salam Cah Bagus"
Ibu Ajeng memasukkan ponselnya ke dalam tas tangannya setelah yakin Anaknya sudah mematikan sambungan teleponnya.
Ibu Ajeng mengusap kedua matanya yang sempat basah karena air matanya tadi.
Ibu Ajeng berbalik dan terkejut karena Kina sudah ada di depannya.
"Astagfirullah.. Lho Cah Ayu. Kamu ngagetin Ibu aja"
Ibu Ajeng mengelus dadanya sementara Kina tersenyum malu karena ulahnya mengageti Ibu Ajeng.
"Maaf bu, saya gak maksud ngagetin Ibu.dan maaf juga tadi saya sempat dengar apa yang ibu omongin di telepon"
Ibu Ajeng terkejut karena tak menyangka kalau suaranya sebesar itu ketika sedang bertelpon ria dengan anaknya.
"Ibu, dengerin Saya ya. Ibu Ajeng gak perlu merasa bersalah atas apa yang terjadi sama Saya. Ini musibah, mungkin aja kalau bukan Saya ada orang lain yang nolong Ibu trus kejadiannya sama seperti yang Saya alami. Jadi Ibu Ajeng tolong bersikap biasa aja, jangan dibawa sedih. Kalau Ibu sedih malah jadi beban buat Saya"
Kina mengucapkannya dengan tulus, terlihat dari sinar yang di pancarkan di mata Kina.
Ibu Ajeng yang mendengar ucapan Kina, langsung memeluk tubuh tinggi Kina erat.
"makasih ya Cah Ayu, Kamu itu anak baik. Ibu ndak akan lupain kebaikan kamu"
Kina yang semula tegang karena pelukan tiba-tiba Ibu Ajeng menjadi relax setelah Ibu Ajeng mengelus rambutnya sayang.
Sementara Naya dan Hani memperhatikan sambil tersenyum senang karena Kina bisa meyakinkan Ibu Ajeng agar tidak bersedih lagi.
Setelah sekitar 30 menit mereka menunggu, akhirnya nama Kina dipanggil karena obatnya sudah selesai di sediakan sesuai resep.
Ibu Ajeng dan ketiga wanita muda itu berjalan keluar pintu rumah sakit menuju lobby utama.
"Bu, Saya sama teman-teman pamit ya."
Kina mengatakan itu setelah mereka sampai di lobby utama.
"lho.. Ibu harus antar kalian. Apalagi kamu Cah Ayu! Ibu harus bilang sama orang tua kamu atas apa yang terjadi"
"gak usah Bu, nanti orang tua Saya biar Saya yang kasih tahu bu"
"tapi ndak bisa git.."
"gak papa Bu, beneran deh. Saya gak sekali dua kali luka kayak gini, malah dulu pernah kena sayat di perut tapi untungnya cuma luka kecil, trus pernah jatuh juga dari motor sampai dengkul saya sobek."
Ibu Ajeng terkejut mendengar cerita dari bibir wanita muda yang menolongnya ini.
" makanya saya bilang ibu gak perlu khawatir, soalnya mami sama papi saya udah biasa liat anaknya pulang kayak gini"
Kina mengangkat tangan kanannya yang di perban.
"tapi Cah Ayu.."
"Ibu Ajeng jangan merasa bersalah lagi dong ya.. Nanti saya gak bisa tidur gara-gara mikirin Ibu Ajeng"
Kina mencoba meyakinkan Ibu Ajeng, akhirnya dengan sangat terpaksa Ibu Ajeng meng iyakan keinginan Kina.
Sebelum berpisah, Ibu Ajeng kembali memeluk Kina sayang dan setelahnya memeluk Naya dan Hani bergantian.
Baru beberapa menit Kina dan kedua sahabatnya pergi, datang seorang pria muda yang mengenakan kemeja lengan panjang biru muda yang sudah di gulung sampai siku dengan celana bahan hitam lengkap dengan sepatu pantofel menghampiri Ibu Ajeng yang sedang duduk di bangku yang di sediakan di lobby utama rumah sakit.
"Bun.."
"Cah Bagus!!"
Ibu Ajeng langsung memeluk pria muda itu dan menyandarkan kepalanya di dada Pria Muda itu.
"mana Bun, dewi penyelamatnya Bunda?"
Pria Muda itu melihat sekeliling lobby yang sepi.
"sudah pulang, dia ndak mau Bunda antar pulang. Katanya Bunda ndak boleh merasa bersalah, kalo ndak dia bakal sedih. Aduh beneran anak baik dia"
Ibu Ajeng menceritakan sosok Kina dengan antusias sementara Pria Muda itu hanya mendengar dan tersenyum melihat betapa ekspresifnya sang Bunda.
"aduh Gusti!!"
Tiba-tiba Ibu Ajeng berteriak dan menepuk keningnya.
"kenapa bun kenapa?" tanya Pria itu panik.
"Bunda lupa minta nomernya dia!! Aduuhh... Gimana ini Cah Bagus?? Padahal Bunda mau dekat sama dia, apalagi Bunda kan ndak punya anak perempuan. Bunda mau angkat dia jadi anak Bunda biar anak Bunda jadi dua"
Pria muda itu menghela napas kesal.
"Bun, emang Ai gak cukup ya jadi anaknya Bunda?"
"makanya kupingnya itu dengar, Bunda bilang anak perempuan! Kamu jenis kelaminnya apa tho?"
Ibu Ajeng menjewer pelan kuping anaknya.
"aduuududuh Bun.. Kuping Ai! Iya maaf deh. Abis Ai kan cemburu Bun! Kalo Bunda nanti asik sama si Cah Ayu itu, trus Ai main sama siapa??"
"kamu tuh ya, kayak anak kecil aja. Makanya cepat cariin mantu buat Bunda, biar Bunda ndak angkat anak. Udah ayo pulang, Ayahmu pasti cemas pulang dari Belanda kita ndak ada di rumah."
Pria muda itu mengikuti langkah Bundanya yang sudah terlebih dahulu keluar sambil cemberut karena Bundanya selalu memintanya mencari calon istri.
***********
" Ouch!!! Mata gw!!! Sialan ni kuah mie! Gak kasian apa sama tangan kanan gw yang lagi sakit?? Aduh.. Perih banget!!"
Kina mengomel sendiri sambil mengucek matanya yang terkena kuah mie instan yang di pesannya di kantin kampus dengan tangan kirinya.
Kina terpaksa makan menggunakan tangan kiri, karena tangan kanannya masih butuh diperban dan masih nyeri.
Setelah dua hari tidak masuk kuliah karena demam yang di sebabkan luka di tangannya, Kina hari ini memaksakan diri untuk masuk.
Padahal Mami dan Papinya sudah melarang Kina.
Bahkan Mami Kina sempat ingin mengurung anaknya di dalam kamar agar anaknya tidak ceroboh dan terluka lagi.
Namun diurungkan karena tahu Kina akan mencari cara untuk kabur dari kamar, bahkan Kina bisa nekat melewati jendela kamarnya untuk memanjat turun.
Kina masih berusaha menggosok-gosokkan matanya untuk meredakan rasa perih yang teramat sangat.
"jangan di gosok, sini gw tiupin"
Tiba-tiba Geri datang, duduk tanpa permisi di samping Kina dan menahan tangan kiri Kina yang sibuk menjelajahi matanya.
"eh..apaan sih. Lepas ah! Gw bisa sendiri!"
Kina mencoba melepaskan lengan kirinya yang di pegang Geri erat namun tidak kencang.
"emang lo bisa niup mata lo sendiri?"
"ya bukan niup lah!"
"trus mau lo gosok sampe bengkak gitu?" tanya Geri sambil menaikkan sebelah alisnya. "Gw cuma niat nolong, untuk saat ini please otak lo jangan jadi batu, okay? "
Geri berbicara dengan suara lembut yang selama ini tidak pernah di dengar Kina.
Dan seketika membuat Kina terpana melupakan rasa perih dimatanya.
Setelah melihat Kina tenang, Geri melepaskan lengan Kina dan beralih membingkai wajah Kina dengan kedua telapak tangan besarnya .
Satu Tangan Geri beralih kearah mata kanan Kina yang terkena kuah. Dengan perlahan Geri membuka mata kanan Kina dan meniupnya perlahan.
Kina menutup dan membuka matanya kembali seiring tiupan Geri dimatanya.
Geri melakukannya berkali-kali dengan lembut.
"u..u..udah Kak, udah gak perih"
Kina mendorong dada Geri agar menjauh darinya.
Jantung Kina berdetak sangat cepat ketika tadi tanpa sengaja melihat bibir Geri yang berada tepat di matanya.
Tanpa Kina tahu, Geri pun merasakan hal yang sama.
Bulu mata lentik Kina dan mata indahnya seakan menyihir Geri. Untung saja Geri tidak lepas kendali untuk mencium kening Kina.
Kalau sampai dia lepas kendali, entah apa yang akan dilakukan Kina padanya.
Mungkin akan di jadikan perkedel atau mungkin daging giling, Geri sampai bergidik ngeri membayangkannya.
"tangan lo kenapa?" tanya Geri setelah selesai dari kegiatannya tadi.
"jangan geser! Kata lo kemarenan gw gak bau badan? Apa sekarang badan gw bau.. Hhmm??"
Geri meng interupsi gerakan Kina dengan ucapannya ketika dirasa Kina hendak menggeser duduknya di bangku panjang yang mereka duduki.
Dengan kesal Kina pun tak jadi menggeser duduknya dan berusaha fokus dengan garpu di tangan kirinya kembali yang siap untuk mengambil mie instan di dalam mangkuk didepan Kina.
"sini biar gw bantuin"
Geri menggeser mangkok mie instan Kina ke hadapannya dan mengambil garpu dari genggaman Kina namun Kina Berusaha mempertahankan garpu di tangannya.
"lo mau mata lo dua-duanya kena kuah?? Nanti bukannya asik makan malah asik gosok-gosok mata. Nurut deh sekali-sekali sama A'a Geri yang baik hati ini"
Geri tersenyum jenaka sambil memainkan alisnya naik turun.
"hoekk.. Jijai lo! Gw bisa mak.."
"berisik ni preman, tar gw panggil bagian keamanan ya biar lo di tangkep"
Geri akhirnya berhasil merebut garpu dari tangan Kina.
"jayus lo!"
"iya emang. Udah ni coba buka mulutnya.. AAAAAA..."
Geri menyodorkan mie instan yang sudah digulungnya ke arah mulut Kina sambil melebarkan mulutnya agar Kina mengikuti gerakan mulut Geri.
"Gw bukan bocah! Siniin garpu gw!! "
Geri meninggikan garpu yang hampir berhasil direbut Kina.
"emang lo bukan bocah, tapi tangan lo lagi sakit. Jadi tolonglah Lex, jangan jadi batu gw bilang. Lo kan bukan malin kundang"
"dan lo bukan emaknya malin kundang yang bisa kutuk gw jadi batu!! Siniin garpunya!!" desis Kina sambil masih mencoba merebut garpu dari tangan Geri.
"Astagfirullah, Lex! Tangan lo itu lagi sakit, lagian gak baik makan pakai tangan kiri"
"ish..lo mau gw tendang ke Planet Mars??!!" ancam Kina datar dengan tatapan tajamnya.
"ya gapapa lo tendang gw. Tapi abis lo makan, okay??"
Geri tersenyum dengan manis dan sukses membuat Kina terpana walau cuma sebentar.
"aarrrggghhh!! Mau lo apa sih Kak?!! " Kina bertanya dengan nada frustasi sambil mengacak rambutnya sendiri dengan tangan kirinya.
Sementara mahasiswa dan mahasiswi yang berada di kantin berbisik-bisik ria melihat Geri dan Kina.
"cuma mau nyuapin lo, only that. Sekarang ayo buka mulutnya yang lebar ya eneng Alex"
Geri kembali menyodorkan garpu yang sudah berisi mie.
Dengan sangat terpaksa Kina menyambut suapan Geri namun dengan tatapan mata tajam.
"abis ini gw tendang lo ke antariksa!"
Kina mengatakannya dengan berbisik setelah mengunyah mienya.
"iya.. Iya.. Lo boleh tendang gw kemanapun abis ini. Tapi gw saranin lo tendang gw ke hati lo aja. Ayo AAAA lagi yang lebar neng"
Kina kembali menerima suapan Geri berkali-kali sambil sesekali menginjak kaki Geri dengan sepatu boots sport andalannya.
Sementara Geri hanya meringis sebentar setelah itu tersenyum kembali sambil masih menyuapi Kina.
Kegiatan mereka berhenti seiring dengan habisnya mie instan di dalam mangkok.
"lo cari apaan?"
Geri melihat Kina yang kesusahan Karena merogoh tas ranselnya menggunakan tangan kirinya.
Kina diam saja tanpa ada niat untuk membalas pertanyaan Geri karena masih kesal dengan apa yang dilakukan Geri padanya tadi.
"Ck.. Muka datar. Sini gw bantu, lo mau cari apaan? Biar gw ambilin"
Geri berhasil merebut tas ransel dari tangan Kina.
Sementara Kina memutar bola matanya malas.
"tisu!"
"Ok.. Gitu dong yang nurut. Udah tau tangan lagi sakit, jangan maksain lah sebelum gw panggilin emaknya malin kundang buat beneran kutuk lo jadi batu"
"haha.. Gak lucu lo!!" balas Kina tanpa minat yang membuat Geri tersenyum sableng.
Geri mengambil tisu di dalam tas Kina dengan mudah dan langsung memberikannya pada si empunya.
"mau gw lap in gak mulutnya?"
"baik banget ya lo! Tapi tidak perlu, terima kasih! Gw bisa lakuin sendiri"
Kina mengusap bibirnya kasar untuk membersihkan sisa kuah yang berada di sekitar mulut luarnya sambil menatap Geri tajam.
Geri hanya tertawa geli melihat kelakuan Kina.
"tangan lo kenapa?" tanya Geri dengan wajah serius dan terlihat kekhawatiran di matanya.
"gapapa.. Gak sengaja luka karena jatoh. Tapi udah diobatin, jadi tinggal tunggu kering do.. ang.. "
Kina menjelaskan panjang lebar dan setelahnya langsung terdiam karena tanpa sadar Kina ingin agar Geri sedikit lega dari kekhawatiran yang sempat di tangkap Kina yang terpancar dari mata Geri.
"jatoh dimana? Kok lo bisa jatoh? Makanya hati-hati Lex. Trus gmn sama tugas-tugas sketsa lo?"
"lagi gak ada tugas. Udah deh jangan berisik kayak emak-emak rebutan barang diskon! Namanya musibah! gw masuk kelas dulu. Makasih udah bantuin gw pake MAKSA! Ish.. Kalo gw gak buru-buru masuk kelas, udah gw tendang lo keatas monas biar nyangkut di tugunya sekalian!! "gerutu Kina.
Setelah mengatakan itu Kina berdiri dan langsung bergegas pergi dari hadapan Geri yang tertawa karena ucapannya.
Geri masih terdiam di bangku kantin dan memperhatikan Kina sampai menghilang dari pandangan.
Senyum yang tadi ditunjukkan pada Kina hilang dan berganti dengan wajah serius.
Geri masih memikirkan luka di tangan Kina.
"kenapa lo sampe luka sih? Seharusnya lo gak ceroboh Lex! Gw kan gak selalu ada selama 24 jam di samping lo, please jangan luka lagi.. "
Geri bermonolog dengan rahang mengeras dan tangan mengepal kuat.
Tadi ketika dia masuk kantin, tanpa sengaja Geri melihat wanita yang sudah dua hari tidak dilihatnya sedang kesusahan.
Geri menghampiri dan sempat terkejut dengan keberadaan perban di telapak tangan kanan Kina.
Tanpa memikirkan Kina akan marah atau tidak padanya, Geri nekat duduk disamping gadis cantik jutek yang sudah mengisi seluruh hatinya itu.
Yang Geri mau lebih dekat dengan pujaan hatinya, walaupun kemungkinan dia akan banyak mendapat perlawanan dari Kina.
Namun untuk kali ini Geri tidak akan menyerah dan bertekad mendapatkan hati Kina.
******