Setelah Dhany pergi, Bulan perlahan menaiki anak tangga menuju pintu kamarnya. Di ruang TV kedua temannya masih terjaga, asyik menonton salah satu channel yang selalu menayangkan film kelas dunia.
" Yaaa..Bulan..kau belum perkenalkan kami dengan pria baru mu. Sepertinya kalian sudah lumayan dekat." Dina memanggil Bulan dan bersiap untuk mengobati rasa penasarannya. "Belum..besok saja. Q lelah, tadi bertemu Leo dan kekasih barunya..sangat menyita mood q." Bulan berseloroh.. Namun ia malah membangkitkan rasa ingin tau ke dua temannya menjadi semakin besar.
"Apa kau bilang? Leo dan si murahan itu? Hei, kemari kau! Jangan sampai q paksa keluar dari kamar mu sekarang juga" Dina setengah berteriak karena Bulan seperti setengah-setengah dalam memberikan informasi yang malah memicu rasa penasaran yang berlipat pada ke dua teman kepo nya.
Dina dan Sonya berebut berlari masuk mengejar Bulan ke dalam kamarnya.
" Hei, bagaimana kejadiannya? Ceritakan..yang lengkap." Perintah Sonya.
" Aq sedang dalam mood yang kurang baik." Bulan acuh tak acuh.
"Yaaaa! Jangan macam-macam kau!" Dina mengetuk kepala nya dua kali yang membuatnya meringis.
" Weeey..sakit." Bulan protes.
" Rasakan! Cepat ceritakan bagaimana kalian bisa bertemu?"Dina dengan gemas melotot pada Bulan.
" Aq tidak tau..tadi kami tidak sengaja makan di restauran yang sama. Kami berpapasan saat akan menuruni tangga." Bulan bercerita sambil membersihkan wajah.
"Yaaah..kami sama-sama tidak bicara saat itu. Tetapi kekasihnya lebay sekali. Bahkan dia lebih tua beberapa tahun dari q..tapi tidak malu memamerkan kemesraan di depan umum." Bulan menggendikkan bahu nya.
"Oh, q pikir dia begitu hanya karena ada kau. Dia ingin menyiksamu, Bulan." Sonya berargumen.
" Yaa..tau apa kau? Menurut q dia memang sudah menyedihkan dan tak tau malu dari dari dulu. Hanya saja Leo yang tak tau diri." Dina mengomel.
Tiba-tiba ponsel Bulan berbunyi..menandakan ada panggilan masuk. Bulan segera memeriksanya dan segera memicingkan matanya, tak percaya. Berani benar ia meneleponnya. Benar-benar pencari masalah.
" Halo..mau apa kau? Aq lelah, mau tidur." Bulan menjawab telponnya dengan datar. Kedua temannya berpandangan..dan segera mengomel saat tau bahwa itu adalah Leo.
"Dasar lelaki hidung belang! Berani benar dia menghibungi mu saat ini. Belum pernah merasakan setengah hidup setengah mati rupanya." Dina gemas dengan kenyataan bahwa Leo masih memiliki keberanian untuk menghubungi Bulan.
"Bulan, tunggu, jangan tutup telponya." Suara di ujung sana setengah memohon.
" Dengar , kita sudah tidak mempunyai hubungan apapun lagi. Tidak punya urusan satu sama lain lagi. Untuk apa kau menelepon q malam-malam? Sudahlah..apapun yang kau lakukan di luar sana, lakukanlah. Aq tidak peduli." Bulan menegaskan.
"Tidak..ini bukan tentang aq. Apa kau berkencan dengan pria tadi?" Leo melemparkan pertanyaan yang membuat Bulan kesal.
"Kalau ya, kenapa? Apapun yang q lakukan adalah di luar batasan mu. Tidak lagi. Urus saja wanita manja mu dengan baik. Ajari dia tatakrama dan attitude yang baik saat di depan umum." Bulan dengan gemas menjawab pertanyaan Leo..
Leo merasa kecewa dengan tanggapan Bulan. Dia tidak menyadari bahwa apapun bentuk perhatiannya saat ini adalah merupakan suatu kesalahan.
"Kau menelepon q hanya untuk membuat q gusar, Leo. Bukankah sudah q lepas kau dengan mudah pada selingkuhanmu waktu itu? Dan aq juga sudah menepati janji q untuk tidak exist di hadapan mu lagi. Lalu apa masalah mu sekarang? Aq juga punya hak untuk menjalin hubungan dengan pria manapun yang q sukai. Kau tidak ada hubungannya." Bulan berkata dengan sengaja berlambat-lambat pada beberapa bagian kalimatnya untuk penegasan.
" Aq tutup telponnya." Bulan bersiap menutup teleponnya.
" Tidak, Bulan..tunggu..aq tau siapa pria yang bersamamu tadi. Dia sudah punya kekasih." Leo buru-buru menahan Bulan dengan informasinya yang ia harap dapat menyurutkan niat Bulan untuk menggantikan posisinya dengan pria lain.
" Oh, kau mengenalnya? Tau dari mana?" Bulan memberi kesempatan.
" Kekasihnya adalah teman Julia. Julia yang memberi tau q. Namanya Nadia." Leo seperti menemukan jalan masuk untuk mendapat perhatian Bulan.
" Ya..dia memang punya kekasih..tetapi mereka sudah putus. Beberapa waktu lalu aq dikenalkan pada teman-teman kantor nya. Dan semua aman-aman saja, Leo. Dia membuka akses untuk q masuk ke hidupnya bahkan sebelum kami berkomitmen." Bulan berkata datar. " Tidak seperti kau yang menutup lingkungan mu dari q.. Dia lebih jujur, Leo.. "
" Aq bukan bermaksud menutup akses mu, Bulan..hanya saja waktunya belum tepat." Leo membela diri.
"Oh, please, Leo..kapan pastinya waktu yang tepat itu? Ketika kau sedang bermesraan dengan Julia di kamar saat itukah maksud mu?" Bulan mulai tidak sabar melayani Leo.
" Bulan, bukan aq yang memberitahu mu saat itu." Leo menyanggahnya.
" Apa kau pikir aq bodoh, Leo? Saat itu kau tertangkap basah karena Julia tidak tahan lagi. Selama itu kau hanya memberinya janji-janji untuk mengakhiri hubungan kita pada Julia. Sedangkan kau bukan tipe menepati janji. Wajar saja dia merencanakan untuk membuka aib kalian sekaligus menyiksa q. Apa salah q pada mu, Leo? Apa salah q padamu?" Bulan berhenti beberapa saat untuk mengatur nafasnya.
"Oh..dan kini itu semua sudah menjadi masa lalu, Leo. Sebenarnya aq sudah tidak mempedulikan kalian lagi. Bahkan jika nanti memang terbukti bahwa dia dan Nadia masih memiliki status hubungan sebagai kekasih, itupun bukan urusan mu sama sekali. Apa kau mengerti?" Bulan memberi peringatan.
"Bulan..aq hanya mengkhawatirkan mu. Itu saja." Leo berkata putus asa.
"Stop berpura-pura peduli tentang aq, Leo. Kau hanya tidak rela aq mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik dari dirimu." Bulan berkata tajam.
Leo, "...."
"Selamat tinggal. Tolong, jangan pernah hubungi aq lagi." Bulan menutup teleponnya.