Chereads / Mutiara Hitam / Chapter 38 - Makan di Tempat Tidur

Chapter 38 - Makan di Tempat Tidur

HATI-HATI !!!

♡ Sedikit adegan dewasa ♡

______________________

"Aku tak akan berhenti, bisakah?" Tanya Zia dengan mata hitam yang menatapnya lekat-lekat. Zara hanya membalasnya dengan diam dengan pipi semerah apel. "Aku tak mampu lagi berpuasa.." Lirih Zia dengan suara yang sedikit bergetar.

Gadis itu hanya menatap bingung, "Lah, malam-malam kamu puasa? Kamu ngantuk ya? Kok puasa, bukannya tadi udah minum teh manis ya, Zi?" Heran Zara. Jarak yang tercipta antara dia dan Zara sungguh dekat, sudah sangat sangat dekat.

"Kau tak mengerti maksudku, hmm?" geram laki-laki yang mengenakan piyama couplenya. Sangat terlihat ia sedang menahan gairah dalam dirinya. Wajar bukan? Ia laki-laki normal. Sebenarnya, selama beberapa malam ini ia selalu menahan semua itu. Karena ia tahu bahwa kedekatan mereka masih dikatakan rapuh, ia terlalu takut untuk menyakiti Zara. Terlebih jika pasangannya itu belum siap.

Ia mengeratkan pelukannya, lalu mendekatkan kembali wajahnya. Jaraknya hanya 0,5 cm yang tercipta antara mereka. Ia mengecupnya bibir merah di hadapannya dengan lembut, lalu mengalihkan bibirnya menuju telinga sang gadis. "Aku lapar.." Bisiknya dengan nada yang sungguh kepayahan.

"Astagfirullah, kenapa tidak bilang dari tadi siii.." Geramnya. Ia mencoba melepaskan pelukan yang diberikan Zia. Tapi laki-laki itu semakin mengeratkan pelukannya, sedangkan Zara menggeliatkan tubuhnya untuk melepaskan diri.

"Kenapa? Ayoo kita makan." Ajak Zara. Ia menatap Zia dengan kebingungan.

"Emmm.. Tidur yuuuk." Zia masih berusaha memberikan sandi untuk dipecahkan Zara. Ia terlalu malu untuk mengungkapkan keinginannya ini. Ia menautkan kepalanya pada ceruk leher gadis itu, ia menghirup aroma lavender yang menguar dari kulit putihnya.

"Kau ini labil, tadi mau makan sekarang mau tidur. Yaudah makan dulu baru tidur, yuuk." Ajaknya lagi, sambil menepuk-nepuk punggung laki-lakinya itu dengan sayang.

'Zia, Zara ini lemot ternyata.. Buanglah rasa malumu. Milikmu sudah kesakitan dari tadi. Tidak baik jika di tahan.' Pikirnya.

Ia mengecup dengan pelan ceruk leher Zara yang putih itu, ia menelusuri setiap incinya tanpa henti. Kegiatan tersebut membuat Zara kegelian dan merasakan getaran-getaran aneh mengalir di tubuhnya.

Zia menghentikan aktivitasnya, "Ayo kita makan di tempat tidur.." Bisiknya lagi. Ia menarik tangan gadis itu untuk mengikutinya. Zara kebingungan dengan pernyataan tersebut, dan ia hanya pasrah mengikuti sang suami.

Sepasang kekasih itu sudah saling berhadapan, dengan cepat Zia menempelkan bibirnya pada bibir Zia dan mencecapnya dengan intens. Zara yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya, hanya terdiam mengamati apa yang dilakukan laki-laki itu terhadapnya.

"Balaslah.." Ucap pria bertubuh tegap itu dengan suara yang semakin serak. Zara membuka sedikit mulutnya, membiarkan Zia menguasai seluruhnya. Ia hanya ingin mempelajari semuanya secara perlahan, dan ia pun mampu mengimbangi permainan mulut yang ia ciptakan dengan pasangannya.

Laki-laki itu menuntunnya menuju tempat tidur, mereka bergelung satu sama lain dengan selimut yang menutupi seluruh tubuh mereka berdua dan cahaya remang-remang dari lampu tidur menemani kebersamaan mereka.

***

Zara memutar-mutarkan jari lentiknya pada dada bidang laki-laki di sampingnya yang bertelanjang dada. "Kenapa? Mau lagi hmm?" Tanyanya lalu menarik Zara lebih dekat padanya.

"Aish, sudah malam. Kita harus bangun pagi.." Ucapnya.

"Yaudah, tangannya diem. Jangan sampai memanggil jiwaku yang sudah tertidur pulas ini." Goda Zia. "Ngomong aja kalau mau, aku siap sedia.." Ucapnya sambil menciumi pipi dan bibir wanitanya secara bergantian.

"Apaan sih.. Situ penuh kode juga biasanya." Cibir Zara. Ia mendekatkan dirinya pada tubuh Zia. Ya, jam menunjukan pukul 11 malam, tidak seperti biasanya mereka yang sudah menyelami alam mimpi. Kini mereka bercengkrama setelah pemenuhan biologis satu sama lain.

"Yaelah.. Tak kira istriku yang manis ini masih polos. Kagak tau yang namanya hubungan suami istri, eh ternyata expertnya bukan main." Timpal Zia, kembali membuat pipinya semerah mega di sore hari.

"Kan aku udah baca semua buku yang ada itunya. Kata siapa ya aku lupa, seni di tempat tidur juga harus dikuasi oleh istri, biar ranjangnya hangat terus. Dan biar suami makin cinta.." Balas Zara, sambil memperlihatkan deretan giginya yang putih.

Zia shock dengan perkataan Zara yang terkesan tak tahu malu itu, "...". Ia menarik tangan Zara untuk membuatnya semakin dekat. "Tidurlah, pasti kau capek." Ucapnya lalu memejamkan mata dengan menghirup aroma yang menguar dari tubuh wanita di hadapannya.

***

Jam menunjukan pukul tiga lebih tujuh belas menit. "Astagfirullah.. Adzan dua puluh menit lagi." Ia langsung mengguncangkan bahu laki-laki yang tengah tertidur itu. Wajah tenangnya sungguh membuatnya enggan untuk menghancurkan mimpi yang telah dibangunnya dengan indah.

"Zi.. Zia sayang.. Bangun yuuk, Adzan dua puluh menit lagi. Kalau tidak bangun nanti kamu ketinggalan shalat malam." Ucapnya. Laki-laki itu hanya menggumam dan menggerakan badannya sedikit.

"Sayang, morning.." Sapanya lagi. Ia dengan sabar membangunkan laki-laki yang sedikit demi sedikit mulai menyentuh hatinya. Ia mendekatkan wajahnya, mengecup singkat bibir Zia.

Laki-laki itu membuka matanya, "Lagi.." ucapnya lirih dengan suara yang serak.

"Oh no, ayoo bangun. Nanti ketinggalan shalat malam.." Tolaknya, ia berusaha untuk mengangkat tubuh Zia dengan sekuat tenaga. Namun hasilnya nihil, ia malah yang menubruk tubuh Zia. "Zii.."

"Sekali lagi.." Pintanya.

Wanita itu memutuskan untuk menyerah, ia mendekatkan bibirnya menuju bibir merah Zia. Lalu ia mengecupnya yang disambut dengan hangat oleh bibir laki-laki itu. Setelah dirasa cukup lama mereka saling mengecup dan menikmati ciuman panas pagi ini, Zara menjauhkan wajahnya mengintrupsi. "Yang.. Udah kesiangan. Nanti kamu malah gak bisa tahan lagi.. Ayo yang, Allah nunggu kamu loh."

Wanita itu memutuskan untuk melepaskan diri dari pelukan hangat Zia pagi ini, dan duduk di sampingnya. Zia pun duduk, "Ayo, kenapa kamu malah duduk juga."

"Kamu duluan, cepat mandi. Setelah itu aku." Timpal Zara. Ia tahu, jika ia mandi setelah laki-laki itu. Ia akan kehabisan waktu untuk shalat malam, namun ia tidak mungkin egois untuk menyelamatkan diri sendiri.

Sebagai istri ia harus mendorong suami untuk terus berbuat kebaikan, terus mendekatkan diri pada Allah. Untuk pahala, tak apa.. ia masih bisa berbakti pada Zia untuk mencari pahala-pahala lainnya. Secara tidak langsung, ia membangunkan Zia untuk shalat malam pun ia sudah mendapatkan pahala dengan besaran yang sama.

Tak apa. Islam tidak mengharuskan kita untuk egois. Justru dengan saling berbagi menjadikan indahnya dalam kelangsungan rumah tangga, bersama-sama saling berpegangan tangan mencapai Ridha Allah, menuju JannahNya.