Chereads / Mutiara Hitam / Chapter 42 - Kotor Hati

Chapter 42 - Kotor Hati

"Sudahlah, lupakan saja semua itu.. Kau harus fokus pada suamimu. Ya, meskipun kau tak cinta yang berawal dari perjodohan yang tak diinginkan, namun kamu tetap memiliki kewajiban untuk taat. Ingat loh, dia suamimu yang berhak atas dirimu dan bertanggung jawab pula terhadapmu. Intinya kau jangan macam-macam.." Ucap gadis yang terduduk di sampingnya dengan panjang lebar.

"Kau sangat ahli dalam rumah tangga yaa ternyata.. ahahaha.." Gurau Zara pada temannya itu.

"By the way, Nifa mana nih? Gak keliatan tuh anak, apa dia gak akan masuk kelas?" Tanyanya yang terdengar seperti gumaman.

Zara hanya menggendikkan bahu, ia kembali fokus pada pekerjaannya. Melihat reaksi temannya seperti itu Vara juga tidak ikut ambil pusing, ia mengoperasikan handphonenya menelusur berbagai topik yang sedang panas.

Beberapa jam kemudian mereka memutuskan untuk pergi dari taman gantung itu, karena dua puluh lima menit lagi kelas akan segera di mulai. Mereka melewati lorong-lorong untuk mencapai kelas yang berada di ujung koridor.

Zara mengedarkan pandangannya, mencari tempat duduk yang kosong. Terlihat seseorang melambaikan tangan dari arah brelakang, oh iya itu Nifa mereka hanya membalasa senyum dan kembali fokus untuk mencari tempat duduk kosong. Di barisan depan ujung terlihat dua kursi yang kosong tepat untuk Zara dan Vara.

Perkuliahan selesai tepat pada pukul 12.00. Mereka bertiga memutuskan untuk shalat dzuhur terlebih dahulu barulah mengisi perut kosong yang mulai berdemo minta di isi.

'Shalat Dzuhur dulu baru makan siang, ya. Awas cari makanannya yang sehat-sehat aja.' Jari lentik Zara menari dengan indah di atas keybord ponselnya.

Tak lama kemudian ia mendapatkan balasan, 'Baru Adzan Mrs. Zia, dan aku baru keluar dari ruang rapat.'

Wajah berbentuk oval dengan pipi yang menggelembung itu melukiskan senyuman yang sungguh manis ketika mendapati seseorang membalas pesannya dengan cepat. Terlebih ketika ada embel-embel Mrs. Zia di dalamnya, seolah-olah ia merasa dimiliki oleh seseorang itu.

'Siap laksanakan.' Satu pesan kembali menyusul menambah berkembangnya senyuman di wajah Zara.

'Kamu juga.. Makan yang banyak, jangan diet-diet. Aku suka kok tubuhmu ♡' Balasnya lagi.

"Aduh enak yaa yang udah punya suami, pacarannya dimana aja kapan aja." Sindir Vara dari sampingnya. "Katanya mau shalat dulu, bu." Tambahnya lagi.

"Iya, iya bawel dasar. Makanya cari pasangan sana, sirik aja kerjaannya." Balas Zara tak kalah pedas, membuat Vara hanya mendelik kesal. Hal tersebut mengundang tawa dari Zara.

'Ih.. Mesum kau.' Balasnya, yang tentu mengundang tawa dari seseorang yang tengah memperhatikan ponselnya yang menyala karena pesan masuk.

Zara dengan cepat memasukan semua perlengkapan kuliahnya ke dalam tas, lalu membalikan badan untuk mencari Nifa. Gadis itu terlihat tertunduk dengan menggerakan jari-jarinya yang manis, ia hanya tersenyum dengan sedikit pikiran yang memenuhi otaknya. 'Begini ya rasanya memiliki seseorang untuk disayangi. Betapa indahnya.. Betapa menyenangkannya..'.

"Nifa, kau ini lama sekali sih.. Zara udah ngedumel mulu noh." Bercandanya dengan wajah yang dibuat sekesal mungkin.

"Bohong ih.." Bela Zara yang dibalas dengan wajah kesal dari Vara.

Nifa membereskan menyimpan benda persegi berwarna hitam itu ke dalam tasnya. Ia melenggangkan badan mendekati Zara dan Vara. "Iri aja lo." Balas Nifa juga. "Cepet nikah sono, biar gak nyinyir." Tambahnya lagi yang disusul tawa dari Zara dan Nifa. Sedangkan Vara hanya tersenyum masam.

Mereka bertiga melenggangkan badannya menuju mesjid yang tak jauh dari kelasnya saat ini. Setelah urusan mereka dengan Allah selesai, mereka pergi ke arah utara untuk menuntaskan nafsu makannya yang tinggi itu.

Mereka memutuskan untuk duduk di salah satu meja bundar dengan nomor 27, setelah itu mereka memutuskan untuk memesan nasi dengan soto ayam sebagai pelengkap makan mereka. "Va, aku penasaran. Maaf nih aku bertanya.. Kenapa sih kesel terus? Padahal tadi pagi gak kayak gini deh." Tanya Zara setelah melihat perubahan sikap Vara.

"Nah, iya.. Ayo cerita." Bujuk Nifa, yang terduduk di hadapan Vara.

"Kotor hati." Ucapnya singkat, sambil mengeluarkan botol minum dan membuka penutupnya. Ia terdiam sejenak, lalu meneguk air tersebut bebefapa tegukan. Harapannya air tersebut akan membuatnya tenang.

"Astagfirullah, kenapa?" Tanya Nifa terperanjat, ia yang sesekali mengoperasikan ponselnya sedang menghubungi Sang suami kemudian tak menghiraukannya. Ia saat ini memfokuskan hati dan pikirannya pada Vara yang terlihat kacau itu.

"Gegara kalian." Ucapnya lagi singkat.