Jam 12.30 wib...
Makanan rumahan pun sudah berjajar di meja makan, mulai dari tumis kangkung, sayur lodeh, ikan asin, ayam goreng, tahu dan tempe goreng. Setiap hari minggu bunda Puspitasari memang selalu masak bermacam-macam sebab Andri Hermawan atau ayah Winda libur sehingga dapat makan siang bersama.
"Nda, kebetulan kamu juga lagi tidak dinas, jadi kita sekeluarga bisa makan bersama" Ayah membuka obrolan.
"Iya Ayah" jawab Winda.
"Bagaimana pekerjaan kamu di Rumah sakit?"
"Masih boleh tahanlah Yah, rekan kerja juga ok semua".
"Syukurlah, Ayah ikut senang. Anak Ayah memang bisa diandalkan" puji Ayah sambil tersenyum.
"Semoga saja Yah, Winda kan anak Ayah" balas Winda manja.
"Eehh, anak Bunda juga dong" ucap Bunda tidak mau kalah.
Merekapun tertawa bersama, makan siang yang sederhanapun jadi lebih nikmat karena keharmonisan keluarga.
"Ari apakabar nda?" tanya Ayah.
"Uhuk ... uhuk ..." seketika Winda tersedak, serasa mogok ditenggorokan nasi yang baru saja dia telan.
Kenapa Ayah tiba-tiba menanyakan kabar Ari? Tidak biasanya. Bukankah selama ini ayah dan bunda tidak suka hubunganku dengan Ari? Ugh jadi was-was nih. Batin Winda.
"Sudahlah yah, ngobrolnya dilanjut nanti. Selesaikan dulu makanya, nanti keburu dingin sayurnya" Bunda mengalihkan pembicaraan.
"Ini minum dulu" Bunda memberikan air putih ke Winda.
"Terima kasih Bun".
"Baiklah, ayah akan diam. Makanan ini akan segera ayah habiskan."
"Nah gitu dong. Bunda jadi semangat masaknya kalau Ayah makannya lahap. Nih tambah lagi yah" Bunda menaruh lauk ke piring ayah.
***
Lantunan lagu rindu milik band kerispati menambah syahdu suasana di kamar. Winda berbaring di atas kasur, menatap langit-langit kamar. Fikirannya melayang, kata-kata Bunda pagi tadi mengusik ketenangan hatinya. Kenangan dua tahun lalu hinggap lagi di benaknya.
Saat itu hari bahagia Ari resmi menjadikan Winda sebagai kekasihnya.
"Saat kau mencintai seseorang, kau tidak bisa tidur nyenyak sebab mencintai seseorang dalam kenyataan lebih baik dari pada hanya dalam mimpi, Winda, maukah kamu menjadi wanita yang mengisi hatiku di setiap harinya?" ucap Ari sambil memberikan setangkai mawar merah.
***
Jam 21.00 wib ...
Di ruang perawat bangsal vip beberapa perawat sedang bergosip setelah selesai operan jaga. Winda mulai berkerja mengecek kondisi pasien setiap kamar tanpa mempedulikan perawat lain yang masih asyik bergosip. Winda tidak minat turut serta, malam ini moodnya sedang tidak bagus.
"Selamat malam Tuan Luis, saya minta izin untuk memberikan suntikan antibiotik untuk mencegah infeksi pada luka di kaki Tuan, apakah Tuan Luis bersedia?" tanya Winda sambil tersenyum.
Luis kaget dengan kehadiran perawat Winda di depanya.
Luis masih terdiam dengan hanya menatap Winda. Akhirnya aku bertemu lagi dengan perawat ini, mainan baruku. Kata Luis dalam hati.
"Tuan Luis" sapa Winda memastikan.
"Ah ok, silakan. Apa saja silakan, asal kamu yang lakukan" gumam Luis. Tidak biasanya Luis berkata gugup dan menurunkan volume suaranya.
"Maaf, bisa diperjelas ucapanya?"
"Oh, bukan apa-apa. Silakan lakukan tugas Anda" jawab Luis berlagak cuek.
Huft mulai lagi nih! batin Winda. Sabar-sabar Winda, coba bertenang dalam hati. Winda pun mulai menyuntikkan obat, Luis melirik Id card yang menempel di dada perawat Winda, kemudian Luis nampak mengerutkan dahinya sedikit menahan nyeri saat obat mulai masuk pembuluh darahnya.
"Saya sudah selesai, saya kembali ke ruang perawat, silakan Tuan tekan bell jika butuh perawat" pamit Winda sambil tersenyum ramah. Belum sampai Winda melangkahkan kaki, ada suara yang familiar sedang memanggilnya.
"Sayaaang" suara setengah berbisik, seorang pria dari arah pintu memanggilnya.
Winda melemparkan senyum ke arah Luis lalu berjalan keluar.
Deg!
Tiba-tiba Luis merasa tidak nyaman mendengar ada yang memanggil perawatnya barusan. Diam-diam telinga Luis meraba-raba ada percakapan apa di pintu kamarnya itu.
"Kenapa kamu kesini" tanya Winda.
"Aku khawatir kamu kenapa-kenapa, sebab dari tadi aku kirim pesan tidak di balas" jawab Ari cemas.
"Aku hanya belum sempat saja."
"Aku kangen kamu sayang" ucap Ari sambil tersenyum menawan.
"Ah aku tak tahan jika kamu sudah seperti itu. Sudah, pulang sana atau kamu mau temani aku dinas?" goda Winda sambil mendorong Ari menjauh dari pintu kamar nomor satu VIP.
Entah kenapa Luis merasa kesal mendengar percakapan perawat Winda dengan seorang pria barusan.
Luis heran kenapa perawat Winda tidak marah, bahkan sikapnya seolah-olah kejadian kemarin sore tidak pernah terjadi. Padahal Luis berniat minta maaf meski itu bukan gaya dia. Mana pernah dia minta maaf dengan orang lain.
"Atau perawat itu hanya pura-pura bersikap seperti itu untuk menarik perhatianku? Jelas-jelas kemarin dia sangat marah, bahkan menamparku" rasa penasaran bergelantungan di kepala Luis. Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di kapala Luis, membuatnya merasa tidak nyaman.
"Apa sebaiknya aku tanyakan langsung saja?" ucap Luis dalam hati. Tangan Luis meraih bell bersiap untuk menekanya.