Chereads / Aisyah Wanita yang hadir dalam mimpi Rasulullah / Chapter 47 - Atap peneduh "Suffah" (3)

Chapter 47 - Atap peneduh "Suffah" (3)

Bersama denganku ada lima sahabat lain yang juga meriwayatkan hadist dari Rasulullah, yaitu Anas, Abdullah putra Umar, Abdullah putra Abbas, Jabir, dan Abu Huraira. Sa'id A-khudri juga bisa dimasukkan sebagai orang ke tujuh yang meriwayatkan hadist. Di samping itu ada juga tujuh sahabat yang sangat unggul dengan fatwa ilmu. Di antara sahabat yang memberikan banyak fatwa adalah Umar, Ali, Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, dan aku adalah satu-satunya perempuan.

Di masa kekhalifahan ayahku dan khalifah lainnya, aku memiliki wewenang yang dapat mengeluarkan fatwa. Kadang-kadang aku juga mengirim beberapa orang yang datang kepadaki mengenai fatwa kepada Ali, kemudian aku lihat orang-orang itu kembali dikirim kepadaku.

Ilmuku berkat Rasulullah. Rasulullah adalah guruku. Oleh karena itu ada sebuah bait puisi mengenaiku selepas Rasulullah wafat.

Puisi < paling periwayat dari periwayat

paling berilmu dari pemberi fatwa

datang dari tempat yang jauh

untuk pengetahuan mengenai

sunnah dan fardhu

meriwayatkan puisi ketulusan kepada

orang-orang Arab

tak seorang pun mengalahkannya

dalam ucapan dan perkataan

ia juga memiliki kepandaian di bidang

kedokteran.....

Aku adalah putri syair. Seperti inilah para tetua di rumahku membesarkan diriku. Maka dari itu aku berhasil menjadi pembicara yang paling fasih di antara para sahabat. Seperti itulah yang diucapkan oleh orang-orang yang mendengarkanku.

Suatu hari Rasulullah ditanya mengenai hak-hak anak dari seorang ayah. Beliau mengutip surah at-Tahrim surah 6. "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." Beliau melanjutkan, "Hak-hak seorang anak dari ayahnya ialah mengajari menulis dan membaca, berenang dan memanah."

Di suatu waktu yang berbeda beliau berkata, "Hak seorang anak dari ayahnya ialah memberi nama yang bagus, mendidik adat, dan sopan santun. Ketika sudah balig, menikahkannya dan mengajarinya membaca kitab."

"Kalian semua adalah penggembala," ucapnya kepada orang-orang. "Kalian akan bertanggung jawab atas apa yang kalian gembalakan."

Suffah merupakan dasar masyarakat beradab dan berpendidikan nabawi. Orang-orang tak mampu memiliki ketahanan sekuat besi. Namun, mereka kerap merasakan kelaparan, perutnya sering kosong. Begitu kosong perut mereka, sampai lutut mereka tak memiliki kekuatan lagi ketika melakukan shalat dan jatuh pingsan. Kadang-kadang hal itu membuat orang lain merasa takut terhadap guncangan mereka.

Sebagian sahabat Suffah tak memiliki baju panjang yang cukup buat menutupi tubuh sehingga mereka berada di barisan paling belakang, merasa malu untuk keluar di antara masyarakat. Jika dilihat, merekalah yang terkena dampak paling berat karena hijrah. Tak ada pasar untuk melakukan perdagangan, sementara mereka pun tak memiliki makanan untuk mengisi perut. Padahal, mereka adalah orang-orang yang datang kepada Rasulullah. Rasulullah merupakan pintu pertolongan atas segala kesulitan yang mereka hadapi.

Setiap kali membuka pintu rumah di pagi hari, Rasulullah melihat orang-orang yang tertidur di sana. Rasulullah berbicara dengan mereka, membagi makanannya, menanyakan masalah-masalah yang mereka hadapi, menjadi teman bagi mereka. Mereka selalu mengikuti ke mana Rasulullah pergi. Mereka duduk berbaris di sekeliling Rasulullah ketika beliau duduk, kemudian bersama-sama menatap Rasulullah. Mereka mengikuti ke arah ke mana Rasulullah pergi jika ia berdiri kemu melanjutkan perjalanan.

Mereka ini mencatat semua apa yang Rasulullah ucapkan, menghafalkan, dan saling menjelaskan satu sama lain. Seiring dengan waktu, orang-orang terbaik dalam hal membaca, menulis, dan menghafal mulai bermunculan dari Suffah. Dalam waktu singkat mereka telah menguasai banyak hal dalam ilmu dan pengetahuan berkat pengamatan dan pendidikan dari dekat bersama Rasulullah. Bahkan hanya untuk bisa memanfaatkan ilmu ini, kaum muslimin yang kondisinya lebih baik pun sering tinggal di "atap peneduh" dan mengorbankan dirinya untuk menjadi murid Suffah.