Chapter 50 - Arah Kiblat

Ada satu hal yang bisa menyelamatkan kerugian di waktu ashar.... apakah itu?

Arah.

Arah yang merupakan teman perjalanan waktu, membahas pergerakan dan makna waktu.

Ayat yang turun pada bulan keenam hijrah mengenai arah kami seperti suatu perputaran, mengenai arah kiblat kami.

Kiblat merupakan kutub, magnet. Seperti besi yang tertarik ke arah magnet, setiap benang menyentuh kainnya, setiap karpet terbentuk di meja kerjanya sendiri.

Sebagian orang ada yang bertanya, "seperti apakah keadaan awal Madinah?"

Aku menyatakan bahwa Madinah merupakan sebuah penyempurna. Ketika masih berada di Mekah, kami tak mengalami gerakan-gerakan lain dalam kehidupan selain saling berdekatan satu sama lain. Benar bahwa di Madinah kami saling berdekatan dengan sesama saudara, tapi pergerakan telah mulai di Madinah. Selangkah demi Selangkah kami berada dalam kehidupan yang menempuh perjalanan penyempurnaan dengan sesuatu yang kami miliki beserta perbedaan-perbedaannya.

Penopang ajaran kami adalah "iman" yang ada sejak berada di Mekah. Ketika berada di Madinah, kami berhadapan dengan bayangan gagasan masa depan mengenai Islam yang mengarah secara seimbang atas dasar iman ini.

Kiblat. Arah.

Seakan-akan petir menyambar gunung-gunung diiringi suara gemuruh langit. Setelah beberapa hari ya kering dan sulit, ayat ini datang seperti sebuah pengantar kabar hujan yang penuh berkah.

"Sesungguhnya jika kamu mendatangkan semua ayat (keterangan) kepada orang-orang (yahudi dan nasrani) yang diberi Alkitab (Taurat dan Injil), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun tidak akan mengikuti Kiblat mereka, dan sebagian mereka pun tidak akan mengikuti Kiblat sebagian yang lain. Sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang dzalim. " (Al-Baqrah: 145).

Ayat-ayat ini turun di waktu shalat. Ibadah shalat yang kami lakukan sampai saat itu sacara nurani arahnya mendekatkan diri antara Masjidil Aqsa dan Baitullah. Karena itu, kemudian ayat ini Seakan-akan merupakan sebuah hari " Furqan" yang mengisyaratkan perbedaan.

Ibadah-ibadah shalat kami sejak awal mengarah ke Yerusalem, sebagaimana adat kaum Nabi Ibrahim. Namun, kini hal itu berbalik menuju arah Baitullah. Sebagai penghargaan atas shalat yang dilakukan ke arah dua Kiblat dalam waktu bersamaan, Masjid Bani Salamah kami ubah namanya jadi Masjid Qiblatain, artinya Masjid dua Kiblat.

"Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: 'Apa yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?' Katakanlah: 'Kepunyaan Allah lah Timur dan barat ; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.. "" (Al-Baqarah: 142).

Aku harus berkata bahwa Rasulullah sangat menyukai Ayat-ayat ini. Bersamaan dengan turunnya ayat ini, Rasulullah menggunakannya sebagai jawaban untuk kaum yahudi yang suka menyakitinya. Beliau segera mengubah arah Kiblat kami menuju Baitullah.

Arah Kiblat.... Turunnya Ayat-ayat ini di Madinah telah membantu kami bangkit. Ayat-ayat yang turun di Mekah isinya kebanyakan mengenai penguatan terhadap keimanan, dan hal itu ternyata Seakan-akan justru mempersiapkan diri kami di masa-masa awal berada di Madinah. Di Madinah, kami melaksanakan aqidah-aqidah keimanan dalam kehidupan sehari-hari. Sampai akhirnya kemudian turun lagi Ayat-ayat mengenai puasa yang menetapkan identitas masyarakat Islam.