Chapter 49 - Hari-hari Ashar

"Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian."

Demikianlah awal surah al-'Ashar. Teman-teman Rasulullah berpisah sambil membaca ayat ini ketika mereka bertemu.

Peringatan tersebut tidak berlaku untuk orang-orang yang beriman. Ayat selanjutnya mengatakan bahwa orang-orang yang beriman itu " mengerjakan amal saleh," orang seperti ini akan terselamatkan dari kerugian.

Firman Allah yang diawali dengan ucapan sumpah ini mengabarkan kepada kita semua bahwa segala hal yang masuk di waktu Ashar adalah kehidupan dunia sementara, dan penghambaan kepada Allah merupakan hal yang kekal.

Ketika mendengarkan ayat-ayat ini, waktu dalam kehidupan di dunia yang terlewat saat Ashar itu seperti sebuah hari yang pendek. Sebagian besar telah dilewatkan, hanya tersisa sedikit tempat yang akan dilalui oleh langit.

Dan memang Rasulullah sering berkata, "aku adalah Nabi akhir zaman." Dia muncul di zaman sekarang. Diantara manusia di titik-titik masa paling ujung dalam kehidupan ini. Suatu hari, dia menyentuh kedua jari tengahnya dan berkata, "Inilah jarak antara diriku dan hari kiamat."

Ashar seperti sebuah tanda kedewasaan yang sangat cepat berlalu. Ashar merupakan waktu yang sangat indah. Waktu-waktu ketika mendekati selesai semua pekerjaan, masa kembali dari perjalanan. Satu-satunya masalah waktu Ashar adalah kita segera tiba di rumah sebelum matahari tenggelam... rumah... Kota kelahiran.

"Islam muncul dalam keadaan asing dan kembali dalam keadaan asing," ucap Rasulullah. Ashar adalah waktu asing. Ada tanda perpisahan dalam garis-garis ainar waktu Ashar. Warnanya pucat dan layu meskipun ada di tengah-tengah musim panas. Warna saat Ashar merupakan warna bunga mawar paling indah di dunia, dan dalam waktu dekat akan terbentuk. Tapi sungguh banyak hal yang dapat dilakukan di dalam pengujung hari, waktu ashar...

Di saat-saat ashar, terjadi sesuatu di Madinah. Peristiwa ini Seakan-akan seperti arus yang menggulung selama satu abad.

Mengingatkan pada satu tempat mahsyar saat ashar, kambing-kambing dan unta-unta dengan cepat berlari-lari menuju kandang mereka. Burung-burung bersiul di ranting-ranting yang mereka hinggapi. Para petani dan buruh bersiap-siap untuk pulang ke rumah mereka. Para budak mulai menyalakan api untuk kehangatan para tuannya. Para pengawas kembali ke benteng-bentengnya, sementara itu para panglima perang dengan pedang terhunus tajam bersama para badut tergesa-gesa mempersiapkan semua hal untuk pesta yang akan dimulai. Para ratu yang suka memamerkan diri, para penjilat pencari perhatian, burung-burung elang perang membawakan kabar dalam pergelangan kakinya, serta singa-singa yang meskipun lapar tetap bangga dengan aumannya san para pawang mengikuti gerak-gerik mereka. Pemelihara hewan mengumpulkan hewan gembalaannya. Pengiring pengantin wanita menyiapkan lilin yang akan dinyalakan. Sang pengantin dengan kedua kaki dihiasi gelang-gelang sebelum keluar dari rumahnya. Orang-orang sakit dibanjiri di banjiri keringat begitu memikirkan malam yang akan tiba dan seolah tiada pengujung. Orang-orang berduka yang mengubur Jenazah. Bidan yang menghapus keringat perempuan yang akan melahirkan. Bunga mawar dan rerumputan berdiri tegak ketika matahari terbenam. Perempuan perempuan yang menanti kedatangan rombongan perjalanan untuk terakhir kali sebelum matahari terbenam, sambil membawa surat-surat rahasia, kabar-kabar yang tak kunjung tiba.

Arus aliran sungai terdengar dari kejauhan... Anak-anak menanti antrean panjang dan sumur dengan embe kosong.....hukuman yang ditunda besok... Cap-cap di taruh kembali ke tempatnya... Makanan-makanan disiapkan untuk makan malam.... Sementara penggiling terus berputar tanpa tahu kata lelah.... Dan benteng-benteng yang sinarnya tak padam diangit....

Seperti itulah potret Madinah waktu ashar.