Chereads / Jalan Menuju Surga / Chapter 32 - Air Yang Ada di Teko

Chapter 32 - Air Yang Ada di Teko

Tidak ada seorangpun yang datang bertanya pada Jing Jiu dan para pendekar pedang dari Puncak Shangde pun tidak muncul untuk membawanya ke Penjara Pedang yang dingin dan menakutkan itu.

Sudah jelas bahwa Liu Shisui tidak memberitahu siapapun tentang ketidakhadirannya di gua tempat tinggalnya malam itu.

Jing Jiu mendengar dari Saudari Yushan kalau akhir - akhir ini Liu berlatih dengan sangat keras, bahkan lebih keras dari saat tiga tahun yang lalu dan ia menjadi lebih pendiam. Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang ada di pikirannya, namun mereka tahu kalau level kultivasinya meningkat dengan sangat cepat.

Jing Jiu tahu apa alasan Liu berlatih dengan begitu rajin dan juga kenapa ia begitu pendiam, namun ia memilih untuk tetap diam.

Murid - murid yang lain juga berlatih dengan rajin. Sosok mereka yang berlatih di Puncak Pedang bisa terlihat setiap hari. Beberapa dari mereka bahkan bisa berjalan sampai ke sisi awan - awan itu.

Hari - hari berikutnya, beberapa murid mulai berhasil mendapatkan pedang mereka masing - masing. Suara tawa yang penuh kegembiraan, teriakan, dan tangisan terus menerus terdengar di sekitar Sungai Sword Washing.

Murid - murid itu sangat menyayangi pedang terbang yang mereka peroleh setelah bekerja dengan sangat keras dan berulang kali mencoba. Mereka memegangnya di tangan dan meletakkannya sedekat mungkin dengan diri mereka, baik saat sedang berada di kelas atau saat makan sekali pun. Mereka juga belajar dari Saudara dan Saudari mereka untuk menggunakan pita yang paling lembut untuk membungkus pedang itu dan membawanya di punggung.

Topik pembicaraan mengenai pita mana yang bagus untuk digunakan, simpul seperti apa yang terlihat lebih baik dan juga lebih bermanfaat bagi pedang mereka, menjadi pembicaraan yang paling populer di Aula Sword Washing.

Beberapa murid bahkan memeluk pedangnya di dada mereka, saat mereka tidur dan pergi ke kamar mandi.

Situasi itu menjadi sedikit lebih baik setelah Bibi Guru Mei Li marah karena semua hal - hal ini.

...

...

Jing Jiu mendengar semua ini dari Saudari Yushan dan juga pemuda bermarga Yuan itu, karena ia tidak pernah meninggalkan gua tempat tinggalnya.

Baginya, semua hal ini hanyalah kejadian sepele yang tidak layak untuk mendapatkan perhatiannya.

Pertemuannya dengan Zhao Layue di atas puncak gunung di malam itu dan pembunuhan yang mereka lakukan terhadap pendekar pedang tangguh dari Puncak Bihu pun hanya menjadi sebuah kejadian yang tidak penting baginya.

Ia merasa kalau mereka berdua yang sama - sama memiliki rahasia, harus menjaga jarak, tentunya jika Zhao Layue cukup cerdas untuk memahami hal ini. Kejadian ini sudah seharusnya dilupakan.

Namun, ia tidak menyangka akan terjadi sesuatu, tidak dalam perhitungannya.

Alhasil, ia kembali menjadi terkenal, bahkan lebih terkenal dari sebelumnya.

Sepenggal berita beredar di sepanjang aliran Sungai Sword Washing.

Mengejutkan semua yang mendengar berita itu.

Aula Sword Washing menjadi begitu gaduh, dengan orang - orang yang berbicara di seluruh ruangan aula.

"Tidak Mungkin!" teriak Xue Yong'e dengan suara yang menyeramkan.

Kemudian, ia merasa ada yang aneh, tampaknya ia juga pernah bereaksi seperti sekarang saat ia masih berada di Pine Pavilion Selatan.

Berita itu bahkan menghebohkan Mei Li dan guru - guru lain yang berada di Aula Sword Washing.

Bibi Guru dari Puncak Qingrong dan Lin Wuzhi telah meletakkan harapan mereka di pundak Jing Jiu, namun mereka tidak menyangka kalau ia akan menjadi sangat terkenal dengan begitu cepat.

Di lereng gunung yang ada di ujung sungai, Ma Hua memberikan handuk kepada Liu Shisui, yang bermandikan keringat, ia pun berkata dengan senyum yang tertahan, "Tahukah kamu, Tuan Mudamu sekarang sudah sangat terkenal?"

Tangan Liu yang sedang menyeka keringat di wajahnya bergetar, beberapa saat kemudian, ia mengangkat wajahnya dan dengan gugup bertanya, "Apa yang terjadi?"

"Zhao Layue yang telah menyelesaikan latihan kultivasinya di Puncak Pedang, kembali ke Sungai Sword Washing."

Ma Hua berujar tanpa ada sedikitpun emosi di suaranya, "Tampaknya, ia telah menyelesaikan Latihan Menempa Tekad Pedang nya."

Liu terkejut mendengarnya.

Zhao Layue adalah idola dari semua murid yang ada di sana, termasuk dirinya, namun ia tidak pernah bertemu dengan Saudari yang legendaris ini.

Keberhasilan Saudari Zhao menyelesaikan latihan kultivasinya di Puncak Pedang merupakan hal yang besar, namun apa hubungan antara hal ini dengan Tuan Muda nya?

"Masalahnya adalah, setelah ia turun dari puncak gunung, ia tidak pergi ke Aula Sword Washing untuk mengunjungi guru - gurunya, ataupun kembali ke gua tempat tinggalnya, ia justru langsung pergi ke gua tempat tinggal Jing Jiu."

"Mungkin saat ini... ia masih sedang berbicara dengan Jing Jiu." ujar Ma Hua dengan penuh emosi, sambil memandang ke suatu tempat yang ada di hilir sungai.

Liu Shisui merasa tenang setelah mendengarnya, Tuan Mudanya memang bukan orang biasa, pikirnya dan ia hanya mau berbicara sedikit dengan jenius seperti Saudari Layue.

Seketika itu juga ia merasa kalau harga dirinya tidak ada artinya saat ia teringat akan Jing Jiu yang tidak pernah berbicara begitu lama dengannya.

"Apa kamu tidak mau pergi ke sana untuk memeriksanya?" ujar Ma Hua yang yang kembali memandang Liu.

Liu Shisui menggelengkan kepalanya dan melebarkan handuknya di atas batu untuk mengeringkannya di bawah sinar matahari, seraya kembali berjalan ke arah sungai. Kemudian, ia pun kembali memfokuskan perhatiannya pada latihan pedangnya.

Ma menyipitkan matanya, mengamati sosok kecil dan kurus itu.

Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada pemuda kecil ini.

Akhir - akhir ini, Liu menjadi lebih tertutup dan ia semakin keras berlatih, seakan - akan ia menemukan tujuan baru, atau mungkin ia sedang menanggung beban yang berat.

Teknik pedang dari Puncak Liangwang didasari oleh ketekunan dan tekad dan meskipun performa Liu sudah cukup baik, namun pikirannya seakan tidak berada di sini.

Sekembalinya ia ke paviliun yang terbentuk secara alami dari pepohonan hijau di sekitarnya, Ma memandang Gu Han lalu bertanya, "Apa kamu masih berpikir kalau Jing Jiu adalah orang bodoh yang tidak berguna?"

"Semua orang yang tidak bisa mendapatkan pedangnya adalah orang bodoh, tidak peduli seberapa berbakatnya mereka di mata orang lain." ujar Gu Han datar.

Ma Hua mengerti apa yang dimaksud oleh Gu Han dan ia pun berhenti berbicara.

...

...

Puluhan murid berhamburan keluar dari Aula Sword Washing setelah kelas selesai dan mereka pergi menuju ke Sungai Sword Washing.

Mereka pergi ke sana untuk membasuh pedang yang mereka miliki dan buah - buahan yang akan mereka makan dan beberapa di antara mereka berkumpul untuk mengobrol.

Walaupun sebenarnya, mereka semua sedang memperhatikan lereng gunung yang ada di sisi sungai yang satu lagi.

Di antara lereng - lereng gunung itu, terdapat halaman berlantai batu yang di belakangnya ada sebuah rumah gua, yang tidak jauh berbeda dengan rumah - rumah gua lainnya yang ada di lereng gunung itu.

Pada saat itu, ada dua sosok di depan gua kecil itu yang tidak begitu jelas terlihat.

"Apa itu benar - benar Saudari Zhao?"

"Apa kamu yakin kalau kamu tidak salah lihat?"

"Yu Kun dan Saudari Zhao masuk ke inner sect di waktu yang bersamaan dan selama lebih dari satu bulan, berada di kelas yang sama di Aula Sword Washing, jadi tidak mungkin jika ia tidak mengenalinya."

"Saudari Zhao benar - benar telah turun dari puncak gunung? Tapi, kenapa ia berada di sana?"

"Lihat, lihat! Ia sedang berbicara dengan Jing Jiu!"

...

...

Para murid yang ada disekitar sungai menjadi sibuk berbisik dengan begitu bersemangatnya, namun juga sedikit gugup.

Bagi mereka, Zhao Layue bukan hanya Saudari yang paling mereka kagumi dan hormati, namun juga seorang gadis yang seperti bidadari yang tidak akan pernah bisa mereka gapai.

Semua orang tahu kalau Saudari Zhao adalah orang yang pendiam dan lebih memilih untuk menyendiri dan menjauh dari orang - orang lain. Ia bahkan tidak mau untuk dekat dengan Puncak Liangwang, yang sangat menginginkannya untuk menjadi murid mereka. Tapi, kenapa ia justru datang mengunjungi Jing Jiu, setelah latihannya yang panjang dan berat di Puncak Pedang?

Yang jadi persoalan adalah, ia sedang berbicara dengan Jing Jiu.

Apakah Jing Jiu memiliki sesuatu yang istimewa?

Beberapa hari yang lalu, aksinya yang masuk ke dalam awan - awan di Puncak Pedang memang mengejutkan banyak orang, namun ia tidak berhasil mendapatkan pedangnya dan hal ini seharusnya bukanlah sesuatu yang istimewa.

"Selama dua tahun terakhir, Kakak Jing tidak melakukan banyak hal, namun pada saat - saat yang penting, ia akan melakukan hal yang mengejutkan. Ia menyembunyikan bakatnya dengan sangat baik." ujar pemuda bermarga Yuan yang berasal dari Lelang County, dengan penuh kekaguman, sambil tetap melihat pemandangan yang ada di sisi seberang sungai itu.

Siapa yang tidak mengagumi Jing Jiu sekarang?

"Lagipula, apakah Saudari Zhao adalah orang biasa?" ujar seorang murid dengan perasaan yang tidak menentu.

Teman - temanya lalu bertanya apa arti perkataannya itu.

Murid itu kemudian membuat isyarat di wajahnya menggunakan tangannya.

Mereka semua akhirnya mengerti, lalu tertawa dan memakinya.

"Aku mengerti sekarang!" ucap Xue Yong'e dengan tiba - tiba, suaranya penuh dengan kemarahan dan ia melambaikan kedua tangannya seperti orang gila. "Jing Jiu pasti diam - diam berlatih di malam hari, namun siang harinya ia tidur, berlagak seakan ia tidak peduli pada apapun. Bagaimana mungkin ia bisa berjalan sampai ke awan di Puncak Pedang dan bertemu dengan Saudari Zhao jika ia tidak melakukan hal itu? Aku sudah sering menemui orang - orang seperti ini di sekolah yang ada di county dulu! Ia benar - benar munafik!"

...

...

Di mata teman - temannya yang ada di sisi lain sungai itu, Jing Jiu adalah seseorang yang sangat mereka kagumi. Namun, ia bersikap seperti apa yang biasanya ia lakukan, tanpa mengucapkan banyak kata.

Berbaring di kursi bambunya, ia bahkan tidak tahu di mana Zhao Layue akan duduk jika monyet - monyet itu tidak membawakan dua buah batu besar dari sisi lain lereng gunung itu untuk Zhao duduk.

"Apa lukamu sudah sembuh?"

"Iya."

"Apa latihan Menempa Tekad Pedang mu sudah selesai?"

"Iya."

Ia tidak banyak berkata, begitu juga dengan Zhao Layue.

Ia merasa senang dengan hal itu.

Liu Shisui adalah anak yang baik, namun terkadang ia terlalu banyak bicara.

Ia yang tidak pernah mengobrol, kembali menatap piring keramiknya, saat ia merasa bahwa percakapannya telah selesai, ia kembali berpikir tentang di mana sebaiknya ia letakkan butiran pasir yang ada di tangannya.

Zhao Layue juga tidak mengatakan apa - apa, ia menutup matanya, lalu mulai bermeditasi di bawah sinar matahari dan menyerap energi langit dan bumi.

Saat malam tiba, luka - luka yang ada di tubuhnya telah sembuh. Semua ini berkat bantuan pil ajaib yang diberikan Jing Jiu padanya. Namun, setelah tinggal selama lebih dari satu tahun di Puncak Pedang, seiring dengan selesainya latihan Menempa Tekad Pedang nya, ia juga mengalami beberapa cedera fisik yang cukup parah, dengan banyak lubang - lubang kecil bermunculan di meridian - meridian-nya yang mempengaruhi kelenturan Pil Pedang nya dan perlu waktu untuk bisa memulihkan keadaannya.

Beberapa saat kemudian, Zhao membuka matanya dan mendapati kalau matahari telah terbenam di langit barat.

Jing Jiu masih terus menatap piring keramiknya dengan tangannya masih memegang butiran pasir itu, postur tubuhnya pun tidak berubah, masih tetap sama seperti semula.

Seakan baru sedetik berlalu.

Zhao Layue merasa kalau pemuda ini terlalu dalam untuk dimengerti, saat ia sedang memandang Jing Jiu.

Yang ia maksud bukanlah level kultivasi Jing Jiu, namun hal yang lain.

Pemuda ini memiliki kesabaran yang sangat menakutkan, ia pasti seseorang yang luar biasa.

Jing Jiu terlihat seperti sedang bermain catur, tidak tahu dimana harus meletakkan bidak caturnya.

Zhao kembali melayangkan pandangannya ke piring keramik dan butiran - butiran pasir di dalamnya untuk waktu yang lama, sebelum ia kemudian berkata, "Kelihatannya menarik."

"Memang." ujar Jing Jiu, yang mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Zhao.

Ia tidak menyangka kalau gadis muda ini bisa mengerti apa artinya.

"Terlalu sulit. Aku harus pergi." ucap Zhao Layue.

Ia jelas menganggap bahwa waktunya terlalu berharga untuk dihabiskan dengan hal - hal seperti ini, walaupun ia merasa kalau hal - hal itu sangat menarik.

"Ya." ujar Jing Jiu.

...

...

Beberapa hari kemudian, Zhao Layue kembali datang ke tempat Jing Jiu.

Melihat kilatan cahaya pedang yang mendarat di depan rumah gua Jing Jiu, murid - murid yang ada di sisi lain sungai itu kembali terkejut.

"Kamu sudah sampai?"

Jing Jiu mendapati rambutnya masih tetap pendek, kusut, dan tertutup debu, seperti ilalang yang ada di hutan.

Mungkin, karena niatnya yang terlalu jelas saat menggunakan Piercing Discernment, ia tiba - tiba merasa haus.

Tanpa ada Liu Shisui yang mengisi cangkir tehnya, tekonya terisi air sungai yang diambil oleh monyet - monyet.

Tekonya ada di atas meja batu. Sedangkan, ia sedang duduk di kursi bambunya.

Saat ia akan mengulurkan tangannya, ia justru melirik kearah Zhao Layue ketika ia menyadari ada orang disekitarnya.

"Apa maumu." tanya Zhao.

"Tuangkan segelas air untukku." jawab Jing Jiu.

"Tidak." bantah Zhao Layue.

"Oh."

Jing Jiu pun tersadar kalau ia bukanlah Liu Shisui.

Air yang jernih dan manis itu terasa seperti teh.

Hal inilah yang ada di pikirannya ketika ia meminum air yang ada di cangkirnya.

...

...