Chereads / Sukacita Hidup Ini / Chapter 43 - Pelajaran dari Ruoruo

Chapter 43 - Pelajaran dari Ruoruo

Fan Xian kembali duduk di kursinya. Dia mengabaikan anak itu dan mengajak adik perempuannya untuk duduk bersamanya. "Siapa anak itu?" dia bertanya sambil tersenyum. Dia sudah menebak siapa bocah gemuk itu, tetapi dia tidak akan mengatakan apa-apa.

"Aku Fan Sizhe," kata bocah gemuk itu, "Tuan Muda dari keluarga Fan." Dia menatap mata Fan Xian. "Hmph. Jadi kamu anak haram itu."

Fan Xian mendengar suara samar dan mencoba memergoki Lady Liu dalam sudut pandangannya. Dia terkejut, ternyata Lady Liu sudah pergi entah kemana. Tampaknya wanita itu sengaja membiarkan putranya untuk masuk dan mengganggu Fan Xian; sebagai pengacau agar usaha Fan Xian untuk tetap tenang gagal. Lagipula, jika Sizhe berperilaku tidak sopan, bocah itu bisa berkelit dengan alasan umurnya yang masih muda, dan tidak tahu bagaimana ia harus bersikap.

Senyum aneh melebar di wajah Fan Xian. Ketika meninggalkan Danzhou, dia sudah tahu bahwa pewaris Count Sinan adalah bocah yang memiliki watak pemarah, kasar, dan keras kepala. Demi ayahnya, Fan Xian memutuskan bahwa dia akan bertekad untuk mendidik 'adik laki-lakinya' ... untuk mencegahnya melakukan pelanggaran serius yang akan merusak nama baik keluarga Fan.

Namun ternyata tugas ini akan lebih susah dari yang awalnya dia kira.

"Beri aku tanganmu," ucap Ruoruo dengan dingin. Saat dia mengatakan ini, dia mengeluarkan sebuah penggaris.

"Kenapa?" gumam Fan Sizhe. Wajahnya dipenuhi dengan rasa takut, namun ia dengan patuh tetap mengulurkan tangannya.

Setelah menerima dua pukulan keras, sepasang bekas memar yang merah muncul di tangan Fan Shize. Air mata mulai muncul di pelupuk matanya, tetapi ia menggertakkan gigi dan berusaha bertahan agar tidak sampai menetes. "Tapi kak, dia kan anak ha..."

Sebelum kata-kata itu bisa terucap dari mulut Fan Shize, Ruoruo sudah memukul tangan adiknya sekali lagi dengan penggaris itu. Raut wajah Ruoruo sama sekali tidak berubah.

Fan Xian menyadari bahwa kebanyakan orang akan menganggap saudara perempuannya sebagai seorang penindas dengan sikap dinginnya.

"Pertama-tama, kamu harus memanggilnya 'kakak'. Kedua, kamu sadar kedudukan keluarga kita dimana, jadi kamu tidak boleh mengucapkan kata-kata yang buruk seperti itu. Ketiga, jika kamu tidak mau menghormati kakak laki-laki-mu, maka kamu akan dihukum."

Fan Ruoruo berbicara dengan nada dingin. Caranya mencengkeram penggaris yang telah digunakan untuk mendisiplinkan Fan Shize mengingatkan Fan Xian akan seorang guru TK – lemah lembut di luar, namun sangat tegas di dalam.

Fan Sizhe memandang tajam mata Fan Xian. Ia merapatkan bibirnya, lalu berlari menuju halaman belakang.

"Selalu seperti itu. Ia akan berlari menangis ke Mama," keluh Fan Ruoruo.

"Aku penasaran, kira-kira apa yang akan dikatakannya tadi."

"Apapun itu, dia akan berpikir dua kali sebelum mengatakannya lagi."

"Lucu sekali melihatmu memperlakukan bocah itu begitu tegas."

"Aku rasa tidak ada yang lucu soal disiplin, kakak."

"Mengapa kamu membawa penggaris untuk memukulnya?"

"Ayah memberiku wewenang untuk mendisiplinkannya."

"Sepertinya analisisku tentang bagaimana dunia ini berjalan salah."

"Maksudmu, soal wenang-wenang para laki-laki?"

"Ho-oh. Masih ada pertanyaan tentang bagaimana kekuatan terbagi-bagi dalam satu rumah tangga."

"Kelihatannya aku sekarang memiliki sedikit kekuasaan."

"Tapi jangan lupa, kekuasaanmu itu benar-benar tergantung dari keinginan pria itu."

"Kakak, jangan lupa bahwa yang kau sebut 'pria itu', adalah ayah kita."

...

...

Sesi tanya jawab cepat mereka berakhir, Fan Xian dan Fan Ruoruo saling tersenyum. Mereka benar-benar senang dapat ditemani satu sama lain, tanpa ada orang lain di sekitar. Fan Ruoruo terlihat lebih santai, dan bahkan membiarkan dirinya tertawa; sepertinya kebahagiaannya sulit ditahan.

Begitupun juga dengan Fan Xian. Mungkin karena mereka telah bertukar begitu banyak surat, mereka bisa berbicara sesuai dengan tingkat intelektual masing-masing. Ketika mereka mulai saling surat-menyurat, Fan Ruoruo masih lebih muda. Jadi,hingga batasan tertentu, caranya memandang orang-orang dan dunia sekitarnya telah terbentuk oleh pengaruh Fan Xian.

Mereka sudah tidak bertemu selama sepuluh tahun, jadi wajar saja kalau mereka sama-sama merasa agak asing dalam pertemuan pertama mereka. Namun, begitu mereka merasakan ikatan diantara mereka yang selama ini telah berkembang, keduanya dengan cepat menjadi lebih akrab. Seolah-olah pasangan kakak beradik itu telah selalu bertemu setiap hari dan tidak pernah terpisah; mereka seperti dua sahabat karib cerdas yang sudah lama saling kenal dan mempercayai satu sama lain.

Dalam hubungan mereka, Fan Ruoruo melihat Fan Xian sebagai sosok guru, dan Fan Xian melihat adik tirinya sebagai muridnya yang lebih muda. Mereka saling mengerti akan hal ini.

Fan Xian tersenyum. "Sepertinya kehidupanmu di sini baik-baik saja," katanya kepada Ruoruo dengan suara rendah. "Aku rasa aku tidak perlu khawatir."

Fan Ruoruo menundukkan kepalanya. "Aku merindukan nasehatmu, kakak," katanya dengan suara pelan.

"Oh?" Fan Xian tersenyum malu. Apakah bab terakhir yang telah dia tulis dan kirimkan kepadanya berpengaruh? Sepertinya tidak tepat kalau dia langsung bertanya soal itu.

"Akhir-akhir ini Liu Ruyu senang dengan dirinya sendiri," kata Ruoruo dengan dingin, menggunakan jelukan nama langsung bagi ibunya. Meskipun hanya ada Fan Xian dan dirinya saja di aula itu, suasana ruangan jelas terasa semakin dingin.

Fan Xian berhenti sejenak untuk berpikir. "Meskipun dulu aku di Danzhou, aku tahu tentang kedudukan keluarga Liu di ibukota. Sebaiknya kamu tidak menghinanya seperti itu."

"Baiklah." Kelopak mata Fan Ruoruo terkulai, dan bulu matanya menggantung dengan indah di atas kulit wajahnya yang pucat.

Fan Xian menatapnya dengan senyuman kecil. Dia merasa beruntung dapat menemukan seseorang yang memahaminya di dunia ini, bahkan jika orang itu telah diajari oleh Fan Xian sendiri.

"Apakah kamu menerima suratku?" dia bertanya dengan lembut.

"Mm." Fan Ruoruo tersenyum, dan raut muka dingin menghilang dari wajahnya. "Aku melihatnya di kamarku dua malam yang lalu. Surat itu membuatku takut, kupikir ada orang jahat yang meninggalkannya di sana. Tapi kemudian aku melihat tulisan tangan di surat itu, dan aku menyadari surat itu dari kamu."

Fan Xian mengangkat bahu. Mengandalkan Wu Zhu untuk mengirim surat benar-benar menyia-nyiakan kemampuan pemuda buta itu.

Fan Xian senang karena tidak ada yang memasuki ruangan untuk mengganggu pembicaraan mereka. Dia menyeruput tehnya sebelum berbicara. "Kamu mungkin tidak tahu kenapa aku berada di ibukota," ucapnya dengan tegas.

Fan Ruoruo mengangkat kepalanya dan menatap kakaknya dengan senyuman yang tidak terlihat seperti senyuman wajar.

Fan Xian merasa agak malu dipandang Ruoruo seperti itu. "Ada apa?" gumamnya.

Fan Ruoruo menghela nafas seolah seperti akan mengejek, lalu tersenyum. "Aku rasa kebanyakan orang sudah tahu kenapa kamu ada di sini. Aku yakin anak-anak dari keluarga bangsawan di ibukota cukup penasaran. Count Sinan pasti punya rencana besar untuk putranya yang tidak sah, jika dia sampai memanggilnya ke ibukota."

"Hah?" Fan Xian terperanjat. "Aku kira ayah membawaku ke sini secara diam-diam. Kenapa semua orang tahu? Tidak mungkin ada banyak orang di ibu kota yang tahu siapa aku. Mengapa semua orang begitu penasaran tentang siapa aku?"

"Karena kamu dibawa kesini untuk dinikahkan." Fan Ruoruo tertawa. "Ayah mempelai wanita yang telah mengatur pernikahanmu itu lumayan terkenal."

Fan Xian mengerutkan keningnya. Meskipun dia tidak terlalu ingin menikahinya, dia masih khawatir seperti apa calon istrinya nanti. "Kamu tahu calon istriku siapa?"

"Calon kakak iparku adalah seorang putri dari keluarga Lin." Mata Fan Ruoruo berbinar-binar. "Tidak hanya aku yang mengenalinya, aku yakin semua orang ibukota mengenalnya."

"Keluarga Lin? Mengapa gadis ini begitu terkenal?" Fan Xian mengangkat alisnya.

"Kakak, meskipun kamu berada jauh di Danzhou, aku tahu bahwa keluarga kekaisaran sudah mengirimkan surat tentang hal itu padamu. Nenek harusnya memiliki salinannya." Fan Ruoruo tertawa.

Fan Xian berpikir sejenak, lalu dia menepuk dahinya sendiri saat dia menyadari sesuatu. "Maksudmu keluarga Lin? Keluarga Perdana Menteri, Lin Ruofu? Jadi calon mempelaiku itu putri tidak sah dalam skandal besar yang melibatkan Perdana Menteri?"