Chereads / Sukacita Hidup Ini / Chapter 46 - Teman-Teman Lama di Kota yang Jauh

Chapter 46 - Teman-Teman Lama di Kota yang Jauh

Fan Xian berbaring di tempat tidur yang baru saja dipersiapkan untuknya. Sambil mengusap selimut sutra yang lembut, dia memikirkan apa yang telah dikatakan ayahnya. Meskipun dia tahu dia akan mengalami beberapa masalah di ibukota, dia tidak mengira masalah-masalah itu akan begitu serius.

Sebelum dia pergi, Fan Xian awalnya ingin bertanya kepada ayahnya tentang percobaan untuk membunuh Fan Xian yang diperintahkan oleh klan Liu empat tahun lalu, tetapi setelah dipikirkan untuk beberapa saat, dia memutuskan untuk tidak menanyakannya. Tidak ada gunanya mengungkap secara paksa rahasia kotor dari klan berkedudukan tinggi. Terlebih lagi, Fan Xian bisa mengerti dari percakapannya dengan ayahnya, bahwa ayahnya benar-benar peduli padanya.

Sepertinya dirinya dulu dikirim ke Danzhou karena orang-orang yang membunuh ibunya masih ada di ibukota.

Memikirkan hal ini, bibirnya membentuk senyuman yang terlihat mengejek. Apakah dia benar-benar harus menikahi gadis yang sakit-sakitan itu? Pada saat ini, rasanya seperti dia yang sedang menyusun rencana busuk terhadap Nona Lin.

Kelihatannya Nona Lin benar-benar gadis yang menyedihkan.

Dengan pemikiran ini, Fan Xian memutuskan untuk mengunjungi Nona Lin ketika dia ada kesempatan. Perhatiannya lalu beralih ke kotak berbentuk ramping yang diletakkan dengan sembarangan di pojok ruangan. Dia bertanya-tanya di mana kunci kotak itu.

Karena perjalanan menuju ibukota, Fan Xian harus berhenti latihan selama sepuluh hari. Sekarang, tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia mulai berlatih, dan zhenqi-nya perlahan kembali mengalir. Tepat sebelum dia memasuki kondisi meditasi, dia memikirkan ayahnya dan kepalanya menjadi dipenuhi banyak pertanyaan.

Sementara Fan Xian mencoba untuk tidur pada malam pertamanya di ibukota, Count Sinan sedang linglung di ruang kerjanya. Saat melihat wajah Fan Xian yang lembut dan menawan untuk pertama kalinya dalam 16 tahun membawa kembali kenangan-kenangan lama. "Xiao Yezi," Count Sinan bergumam pada dirinya sendiri, "Anakmu telah tumbuh menjadi sangat pintar di usianya yang masih muda, sama seperti kamu dulu... Chen Pingping tidak setuju Fan Xian datang ke ibukota, jadi saat ia pergi berlibur, aku membawa Fan Xian ke sini. Seseorang telah memberiku jaminan bahwa bisnis keluarga Ye akan dikembalikan secara sah kepada Fan Xian ... "

Sebuah cahaya bersinar di wajah pria paruh baya yang serius itu sembari dia berbisik pelan. "Jangan khawatir. Tidak akan ada seorang pun di negara ini yang berani melukainya."

———————————————————

Matahari bersinar melalui celah di awan, menyebabkan tanah di bawahnya seolah berkedip antara terang dan gelap. Ranting-ranting yang baru tumbuh dari pepohonan tua di tepi jalan menari dengan lembut tertiup angin. Saat itu adalah akhir musim semi dan bunga-bunga teratai bermekaran menutupi danau di kaki gunung.

Kereta milik keluarga Fan meluncur dengan perlahan-lahan, dikelilingi oleh para penjaga. Meluncurnya kereta itu terlihat lumayan mengesankan.

Suasana di dalam kereta itu hening. Mata Fan Xian setengah tertutup sementara Ruoruo dengan hati-hati mengupas beberapa buah loquat sebelum menyuapkan buah yang terasa asam-manis itu kepada Fan Xian.

Fan Xian membuka mulutnya dan menelan buah itu dalam satu gigitan. Rasa buah itu begitu asam sehingga dia harus menelan berulang kali.

Raut muka penuh ketidak percayaan terpampang di wajah Fan Sizhe. Dia mengamati adegan di depannya dengan perasaan ngeri. Kakak perempuannya yang berusia 15 tahun ahli dalam banyak seni. Dia terkenal di kalangan bangsawan ibukota karena sikapnya yang sedingin es, yang telah menyebabkan banyak bangsawan dengan sedih menghela napas. Namun ..... Di sini kakaknya dengan santai mengupas buah loquat dan menyuapkannya kepada seseorang bernama Fan Xian!

Fan Rourou tidak sadar kalau dia sedang menatap kakaknya dengan raut wajah penuh kekaguman, atau kalau dia sedang diamati oleh adiknya. Dia hanya ingin membuat kakaknya merasa kerasan, seperti berada di rumah. Dia pikir kakaknya pasti mengalami kesulitan saat dulu di Danzhou, dan sekarang setelah kakaknya pindah ke ibukota, Fan Xian ditugaskan untuk menikahi Nona Lin. Di mata Ruoruo, tidak ada yang pantas untuk mendampingi kakaknya, apalagi seorang gadis yang sakit-sakitan.

Meskipun Nona Fan terkenal di seluruh ibukota, dia selalu melihat dirinya sebagai seorang gadis kecil yang dahulu mendengarkan cerita hantu di kediaman Danzhou. Dia adalah satu-satunya orang yang tahu bahwa kakaknya pandai dengan puisi dan cerita. Fan Ruoruo ingat nama pena yang digunakan Fan Xian dalam surat-suratnya - Su Weng dan Cao Gong – dan dia tersenyum lembut. Fan Ruoruo memandang kakaknya dan bertanya-tanya mengapa dia menyembunyikan bakatnya dari orang lain.

Fan Xian menikmati kehangatan yang dia dapatkan dari perlakuan adik perempuannya. Setengah menutup matanya, dia tahu bahwa adik perempuannya sudah lama menyadari "The Story of the Stone" dan artikel-artikel lainnya, telah "ditulis" olehnya. Tapi dia sedang memikirkan sesuatu yang lain.

Situasi di kediaman Fan berbeda dari apa yang dia harapkan, tetapi paling tidak klan Liu tampaknya telah belajar dari kejadian empat tahun lalu dan belum bertindak lagi sejak saat itu. Sementara itu, adik kecil yang kabarnya kasar dan liar itu patuh kepada Ruoruo. Tidak ada hal atau kejadian yang Fan Xian anggap sudah kelewatan.

Mereka adalah keluarga yang bahagia.

...

...

Fan Sizhe memandang wajah Fan Xian dengan rasa ingin tahu. Ia harus mengakui bahwa kakak tirinya jauh lebih tampan daripada dirinya. Meskipun demikian, ia yakin bahwa satu-satunya pewaris yang berhak mewarisi harta kekayaan keluarga Fan adalah dirinya sendiri, Tuan Muda yang sah, dan bukan orang luar ini.

Fan Sizhe memikirkan kakak perempuannya yang biasanya berperilaku sederhana dan lugas, dan betapa ia sangat mengaguminya. Ia kemudian memikirkan betapa kakak perempuannya tampak mengagumi Fan Xian. Ini membuatnya sangat bingung. Mungkinkah ada sesuatu yang mengesankan dari Fan Xian?

"Tidak ada seorang pun di jalan ini yang berani macam-macam denganku," Fan Sizhe dengan bangga berkata kepada bocah yang empat tahun lebih tua darinya itu. Ia lanjut berbicara dengan sombong, "Karena kamu baru saja tiba di ibukota, aku akan mengantarmu berkeliling."

Fan Xian bersandar dengan malas-malasan di bantal yang lembut dan tertawa terbahak-bahak. Dia telah berencana untuk mengajak Fan Ruoruo membawanya berkeliling ibukota untuk melihat-lihat. Dia tidak pernah membayangkan bahwa "saudara laki-lakinya" Fan Sizhe akan bergabung - tanpa diundang - dan ikut ke dalam kereta.

"Kenapa kamu mengikuti kami berkeliling, pria kecil?" dia bertanya pada Fan Sizhe.

Fan Sizhe balas berteriak, "Jangan panggil aku 'pria kecil', aku Tuan Muda yang sah dari keluarga Fan."

"Tidakkah menurutmu berteriak hanya akan membuatmu terlihat kampungan?" Fan Xian bertanya dengan penasaran. "Dan kalau kamu khawatir aku akan mengambil harta kekayaan keluarga, kamu harusnya bisa bertindak lebih licik lagi..." Dia menepuk kepala adik laki-lakinya dan tertawa. "Kamu harus belajar dari ibumu."

Fan Sizhe melihat senyuman malu yang ada di wajah tampan Fan Xian, dan tiba-tiba ia merasa takut. Ia mundur dan bersembunyi dibalik Fan Ruoruo serta bertanya-tanya mengapa bocah aneh ini bisa berbicara tanpa berpikir sedikitpun.

Ketika mereka berbicara, kereta telah tiba di pusat keramaian di ibukota. Saat itu tengah hari, dan ada banyak orang di jalanan. Restoran di kedua sisi kereta sibuk menyambut para pelanggan, suara kegembiraan ditambah dengan aroma lezat makanan mengambang masuk ke dalam kereta. Pemandangan ini begitu menggoda sehingga Fan Si dengan suara keras mengumumkan sudah waktunya untuk makan.

Sementara Teng Zijing memasuki restoran untuk memesan meja, Fan Sizhe dan Fan Rourou, dengan dilindungi oleh beberapa penjaga, pergi ke restoran mie di pinggir jalan. Fan Xian, di sisi lain, setengah berlutut sambil mengagumi ukiran pada pilar-pilar di bawah restoran. Ukiran ini terlihat elegan dan dihiasi dengan cat emas. Ukiran-ukiran tersebut terlihat begitu indah dan jelas, tidak seperti yang pernah dilihatnya dalam buku-buku di kehidupan sebelumnya.

Dua penjaga berdiri di kejauhan, mata mereka yang jeli mengamati keadaan sekeliling.

Saat itu, seorang wanita paruh baya berpakaian sederhana dan sedang menggendong bayi bergegas ke arah Fan Xian seolah-olah ia adalah seorang pencuri dan berbisik pada anak itu, "Apakah anda tertarik membeli beberapa buku? Buku-buku yang belum disensor oleh Biro Kedelapan."

Fan Xian tersentuh oleh pemandangan yang hangat dan tidak asing ini, dan dia jadi teringat akan rumahnya dahulu. Dia mengangkat kepalanya dan bertanya padanya dengan lembut, "Apakah buku-buku itu karya orang Jepang atau Barat?"