"Aku izinkan pernikahan ini. Tapi setelah ini Setiap pernikahan aliansi* yang ditawarkan Kamu tidak boleh menolaknya." Ratu Sabrina akhirnya berkata kemudian membalikkan badannya dan berlalu pergi. Seorang pelayan yang tidak sengaja menghalanginya hampir jatuh terjengkang karena didorong oleh tangannya. Akhirnya Ia mengalah pada anak semata wayangnya. Baginda Raja mengucapkan Alhamdulillah sambil menghampiri Nizam.
"Ayahanda..." Pangeran Nizam mencoba untuk duduk. Baginda Raja malah memegang bahu Nizam menyuruhnya untuk berbaring kembali.
" Mohon maaf Baginda yang Mulia Izinkan hamba untuk menginfus kembali Yang Mulia Pangeran. Kondisinya sangat lemah " Dokter itu berkata sambil menundukkan wajahnya.
"Oh ya..ya.. lakukanlah.." Baginda Raja berdiri memberikan ruang kepada Dokter untuk memasang jarum infus yang tadi dicabut Nizam.
"Maafkan Hamba..Yang Mulia" Kata Dokter sambil menusukkan jarum infus ke tangan pangeran. Nizam meringis merasakan sedikit perih ditangannya ketika jarum suntik itu menusuk ke kulitnya.
"Yang Mulia hamba akan meminta pelayan untuk membuat bubur halus agar perut yang mulia terisi. Yang Mulia juga nanti minum air hangat bercampur madu untuk mengembalikan tenaga yang Mulia " Dokter itu berkata dengan penuh rasa hormat. Ia sangat mengagumi prinsip Pangeran Nizam.
Baru kali ini Ia menyaksikan ada orang yang tidak perduli dengan tahta dan malah mempertaruhkan hidupnya demi cinta. Tetapi juga yang membuat Ia semakin kagum adalah Pangeran Nizam bukanlah tipe orang egois yang hanya mementingkan cintanya saja. Ia bersedia menikahi Putri Reina demi menjaga kestabilan negara.
Pangeran Nizam tersenyum menatap Dokter pribadinya yang setia mendampinginya.
"Terimakasih Dokter. Maafkan bila selama ini sudah menyusahkanmu." Pangeran Nizam memegang tangan Dokter pribadinya.
"Hamba yang merasa sangat terhormat yang Mulia, karena diberi kesempatan untuk mengabdi pada yang Mulia." Kata Dokternya sambil mengundurkan diri.
Baginda Raja Al-Walid menghampiri Pangeran Nizam lagi. Ia duduk di samping putranya.
"Bagaimana keadaanmu sekarang?" Tanya Ayahnya.
"Hamba baik Ayahanda."
"Apakah Ananda membenci Ibunda Ratu?"
Pangeran Nizam tersenyum.
"Bagaimana mungkin Hamba membenci orang yang telah melahirkan hamba. Mungkin Hamba yang terlalu egois ingin mempertaruhkan nasib kerajaan karena seorang wanita."
"Tidak Anakku. Mungkin sudah saatnya kerajaan harus membuat sistem yang baru. Selama ini seolah tidak ada pernikahan yang didasari oleh cinta. Tidak ada permintaan persetujuan diantara pasangan yang akan menikah. Pernikahan terjadi hanya berdasarkan kepentingan orang tua."
"Mungkin benar Ayahanda kita harus membuat beberapa sistem di negara kita."
"Ayahanda sangat berharap, ditangan Engkau lah harapan Kami bergantung. Ananda tahu Ayahanda tidak berdaya melawan keinginan ayah dan pamanmu."
"Itu karena Ayahanda terlalu baik." Kata Pangeran Nizam sambil tersenyum.
"Harus Ayahanda akui bahwa Ibunda mu memiliki pemikiran yang keras agar kerajaan kita berdiri dengan kokoh. Menjadi kerajaan sentral yang membawahi 20 kerajaan bagian Tidak lah mudah. Ibundamu selalu berkata bahwa kerajaan-kerajaan bagian itu selalu mencari cara untuk memerdekakan kerajaannya sendiri. Kalau seandainya Ibunda mu tidak menerapkan prinsip yang keras. Sudah lama peperangan antar kerajaan akan berlangsung. Sementara Ayahanda sudah lemah karena penyakit jantung yang Ayahanda derita. "
Pangeran Nizam terdiam mendengarkan kata-kata ayahnya.
"Anakku beristirahat lah..lihat makananmu sudah datang. Pulihkan kesehatanmu dengan cepat. Ayahanda akan pergi dulu untuk menentukan Ibundamu. Sudah terbayang Dia akan morang-maring sendiri. Oh ya.. ingat jangan biarkan gadis pujaan mu menunggu terlalu lama. Nanti keburu diambil orang. " Ayahnya berkata sambil sedikit bercanda. Pangeran Nizam tersenyum mengulurkan tangannya untuk mencium tangan Dalam hatinya Ia memuji kesabaran Ayahandanya. Dibalik kelemahannya ada kelebihan yang harus Dia contoh dari Ayahnya.
Para Pelayan segera menyiapkan bubur yang akan dimakan oleh Pangeran Nizam. Pengasuhnya Paman Harun yang sedari tadi berdiri langsung mengambil mangkuk bubur dan mulai menyuapi anak asuhnya.
Pangeran Nizam memakan bubur nya secara perlahan. Perutnya kosong selama tiga hari sekarang perutnya harus kembali beradaptasi untuk menerima makanan. Ia merasa sedikit mual dan ingin muntah.
"Apakah perut yang Mulia terasa sakit?" Tanya Paman Harun ketika melihat Pangeran Nizam tampak menahan sendok yang akan masuk kedalam mulutnya. Pangeran Nizam memperbaiki duduknya.
"Sedikit mual.."
Paman Harun melihat kearah pelayan yang berjejer di samping ranjang Pangeran Nizam.
"Ganti buburnya dengan bubur manis. Tambahkan madu kedalamnya " Paman Harun menyimpan mangkuk bubur ke nampan yang dibawa oleh salah seorang pelayan.
"Paman boleh aku minum air madunya. " Pangeran Nizam menunjuk pada segelas air putih hangat yang dicampur madu.
"Oh tentu Yang Mulia.." Paman Nizam segera meraih gelas di atas nampan lalu meminumkannya pada Pangeran Nizam. Nizam meminumnya dengan lahap. Ia mengingat kata-kata Ayahnya untuk segera sehat dan segera dapat menjemput Alena.
"Istirahat lah Pangeran, nanti setelah perut yang Mulia tidak mual. Hamba akan kembali menyuapi Tuanku." Pangeran Nizam mengangguk. Ia lalu mencoba memejamkan matanya. Tapi yang terbayang adalah kata-kata ibunya yang terakhir. Ia tidak boleh menolak pernikahan Aliansi.
Pernikahan Aliansi adalah pernikahan politik yang melibatkan antara dua kerajaan dengan tujuan menjaga stabilitas keamanan dan kerjasama diantara mereka. Seperti kata Ayahnya tadi bahwa kerajaan bagian yang berada di bawah kerajaan pusat banyak yang mencoba untuk memisahkan diri. Hanya apabila mereka saling menikahkan pangeran dan putri kerajaan mereka maka stabilitas keamanan akan lebih mudah terjaga. Apalagi jika yang dinikahkan itu adalah putra mahkota kerajaan sentral atau pusat dengan putri kerajaan bagiannya.
Pangeran Nizam paham benar bahwa setiap kali seorang pangeran selesai dinobatkan menjadi seorang raja maka para kerajaan bawahan akan mengirimkan putri-putri mereka untuk dinikahi oleh raja baru tersebut. Yang terbayang dalam benaknya adalah bagaimana reaksi Alena jika Ia bukan hanya menjadikannya salah satu dari dua tapi salah satu dari banyak istri lainnya. Kepala Nizam mendadak jadi pusing. Tapi untuk saat ini Ia tidak mau berpikir banyak, yang penting Ia dapat menstabilkan dulu kondisi kerajaannya dan bisa menikah dengan Alena. Akhirnya Nizam tertidur lelap setelah Ia membebaskan pikirannya dari semua permasalahannya.