"Apakah kamu sedang mempersiapkan barang bawaan yang akan dibawa ke Indonesia? " Tanya Cynthia pada Alena yang sedang mengepak kopernya.
"Well, Aku sudah memasukkan semuanya, Tidak banyak yang akan Aku bawa karena Aku hanya pulang sekitar seminggu. Aku perlu restu orang tua ku untuk menikah dengan Nizam. Penerbanganku malam ini pukul delapan lebih empat lima"
"Apa Kamu benar-benar tidak akan berubah pikiran?" Cynthia bertanya seakan ingin menegaskan sekali lagi tentang resiko besar yang akan dihadapi oleh Alena.
Alena menghentikan kegiatan memasukkan barang pribadinya ke dalam koper. Ia tertegun lalu duduk di atas ranjang. "Entahlah Cynthia, Pikiranku saat ini serasa masih bingung dan tak mengerti. Antara belum yakin dan sudah yakin. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi orang tua ketika tahu aku akan dijadikan istri kedua." Alena menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada Nizam. Siapakah dia sebenarnya. Kenapa tiba-tiba dia memintaku jadi istri keduanya? "
"Kemarinkan sudah Aku jelaskan. Kemungkinan dia dijodohkan orang tuanya. Alena sekarang yang harus dipikirkan adalah kapan Nizam akan datang melamar ke orang tua mu, kapan pernikahan akan diadakan? Kalau sudah menikah kalian mau tinggal dimana?"
Alena malah termenung. Lalu menggelengkan kepalanya dengan lemah.
"Aku pikir Kamu jangan pulang ke Indonesia dulu. Tunggu konfirmasi yang jelas dulu dari Nizam. Agar Kamu bisa menjelaskan pada orang tuamu dengan jelas."
Alena berdiri dari duduknya lalu Ia mondar-mandir di kamarnya dengan resah. Di telepon sangat jelas Nizam mengatakan bahwa Ia akan menikahi nya minggu-minggu ini. Ia seperti mau pecah. Bagaimana Ia harus menjelaskan pada orangtuanya nanti. Benar kata Cynthia Ia harus menunggu dulu kedatangan Nizam. Alena menutup kopernya lalu ia menurunkannya dari atas ranjang. Ia duduk dipinggir ranjang kemudian menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang hingga ia terlentang dengan kaki menjuntai ke bawah ranjang.
"Coba Kamu telepon lagi..Kapan dia akan pulang ke Amerika untuk memberikan konfirmasi" Cynthia mendesak Alena untuk menelpon Nizam.
"Aku sudah mencoba untuk menghubunginya tapi dia belum juga menjawabnya. Aku benar-benar bingung"
"Maka dari itulah Kamu harus yakin dulu. Siapa dia sebenarnya? siapa orang tua nya? Kapan dia akan menemui orang tua mu? Kapan pernikahan akan dilangsungkan? Setelah menikah kalian akan tinggal dimana?, Kamu harus pastikan itu semua sebelum menemui orang tuamu."
Alena kembali terdiam Ia mengakui bahwa kata-kata dari Cynthia adalah benar. Sangat tidak mungkin Ia sekarang pulang ke rumah dan tiba-tiba berkata bahwa Ia akan menikah dan ia juga hanya akan dijadikan istri kedua.
Jangan-jangan Ayahnya akan membunuhnya. Ia teringat sebelum pergi Ayahnya berkata bahwa Ia harus segera menyelesaikan kuliahnya lalu pulang ke Indonesia dan memegang perusahaan Ayahnya di Surabaya sambil melanjutkan kuliah di universitas yang ada di Surabaya. Kalau seandainya Ia sekarang tiba-tiba pulang dan bilang akan menikah dengan seseorang yang belum jelas asal-usulnya bahkan keberadaannya tidak tahu ada dimana. Apa yang akan terjadi nanti.
Tiba-tiba Alena mengkerut. "Cynthia apa mungkin nanti Aku akan dibunuh oleh Ayahku? " Terbayang wajah ayahnya yang merupakan pengusaha batubara itu sedikit galak dan ibunya yang juga pengusaha yang memiliki beberapa supermarket di Kota-kota besar Indonesia itu mungkin akan histeris mendengar anaknya akan dimadu. Anak semata wayang calon pewaris kekayaan mereka akan dijadikan istri kedua dari orang yang bukan berasal dari negara yang sama dengan mereka.
"Itulah Alena, tolong pikirkan lagi dengan suasana yang tenang, pikiran yang jernih mumpung masih ada waktu dan belum terlanjur menikah."
"Alena Kamu bukan berasal dari keluarga biasa, Kamu adalah tumpuan dari kedua orang tuamu untuk meneruskan perusahaan mereka. Aku sangat yakin mereka tidak akan sembarangan mengizinkanmu untuk menikah dengan sembarangan orang. Nizam sampai sekarang masih misterius. Sampai sekarang Ia belum menjelaskan siapa dia sebenarnya." Cynthia duduk di sofa sambil memeluk kedua lututnya.
Alena terus mondar-mandir di kamarnya. Semangatnya yang membumbung tinggi kini seperti layang-layang yang putus lalu terhempas oleh angin. Melayang jauh sebelum akhirnya jatuh ke bawah.
"Aaargh..." Alena berteriak meluapkan perasaan. Ia melemparkan bantal ke lemari bukunya. "Brak.. bantal itu melayang menghantam buku lalu jatuh ke lantai. Tidak ada satupun buku yang jatuh karena benturan antara bantal dan buku-buku tebal bukanlah lawan yang seimbang.
"Mengapa nasibku harus seperti ini. Nizam, datanglah !!! berikanlah Aku kepastian secepatnya.." Alena berkata pada dirinya sendiri.
"Alena kalau seandainya orang tuamu tidak mengizinkan bagaimana?"
" Aku tidak tahu, tapi Aku akan berusaha meyakinkan mereka. Atau...Aku juga mungkin akan meminta Nizam untuk tinggal di Indonesia, mengelola perusahaanku sehingga orang tua ku mungkin akan menyetujui pernikahan kami." Mata Alena berbinar seakan Ia mendapatkan suatu jalan bagi pemecahannya.
Cynthia mengangguk-anggukan kepalanya. Alena tersenyum Ia benar-benar merasa mendapatkan ide cemerlang. Tapi wajah Cynthia tidak menunjukkan tanda-tanda ikut bahagia dengan ide cemerlang Alena.
"Terus maksud Kamu, Istri pertamanya juga akan dibawa ke Indonesia. Lalu kalian hidup berbahagia bersama selamanya?" Cynthia berkata sambil mengangkat bahunya dan kata-kata itu terdengar seperti suatu ironi.
Wajah cerah Alena langsung berubah menjadi muram kembali manakala menyadari perkataan sahabatnya itu. Ia lalu duduk di sofa mengambil segelas air putih dan meneguknya sekali teguk membasahi kerongkongannya yang terasa kering.
"Alena kenapa kamu hendak pergi dari zona nyaman menuju zona yang belum jelas apakah akan memberikan kenyamanan atau tidak bagimu. Alena dengan kekayaan dari orang tua mu dan cinta dari suamimu nanti maka sebenarnya kebahagiaan sudah diambang mata. Tidak selamanya hidup harus selalu menurutkan pada perasaan cinta semata. Kalau sampai besok Nizam masih belum memberikan penjelasan secara detail kepadamu maka berikanlah keputusanmu. Janganlah menyiksa dirimu secara terus menerus."
Alena menghela nafas panjang. Ada beban besar yang menghimpitnya. Ia berusaha mengosongkan pikirannya, berpikir secara mendalam. Langkah apa yang harus Ia lakukan. Ada kemungkinan terburuk yang akan menghadang mereka. Dimana mereka akan tinggal. Di Azura atau di Indonesia. Jika di Indonesia, dimana istri pertama Nizam akan tinggal? Kalau di Indonesia maka hal itu merupakan suatu kemustahilan. Kalau tetap di Azura lalu dimana Nizam akan tinggal? bersamanya di Indonesia atau bersama istri pertamanya di Azura. Nizamku..myNizam segera berikan Aku Penjelasan.
Alena lalu meraih handphonenya dan melihat ke aplikasi Wa-nya. Masih belum ada tanda-tanda Nizam menghubunginya. Ia lalu membuka aplikasi pemesanan tiket pesawat terbang online. Ia menyentuh tulisan cancel untuk membatalkan tiket penerbangan nya malam ini.