Nizam berbaring diranjangnya yang empuk. Ia mengenakan celana pendek tanpa baju. Terlihat dadanya yang bidang sedikit berbulu. Ia sangat rupawan dan seksi. Andaikan para gadis dapat melihat maka mereka akan meleleh saking terpesonanya. Nizam tidur terlentang sambil menatap langit-langit kamarnya. Wajah Alena dan Ibunya terbayang silih berganti. Kadang-kadang wajah Ayahnya yang sudah tua dan sakit-sakitan juga turut membayangi. Kadang-kadang wajah Reina tunangannya ikut terbayang juga.
Berulangkali ibunya meminta Nizam untuk segera pulang sehubungan dengan kondisi ayahnya yang tak kunjung membaik. Tetapi Nizam nenolak karena tanggung akan kuliahnya yang sebentar lagi selesai. Lagipula Ayahnya lah yang bersikeras agar Nizam kuliah di Amerika. Ia ingin Nizam mendapatkan pendidikan yang terbaik.
Karena ayahnya sedang sakit maka roda pemerintahan untuk sementara waktu dipegang oleh perdana menteri. Paman Salman sebagai perdana menteri kerajaan Azura sudah memerintah hampir 30 tahun. Jabatan ini dipegang oleh keluarga Salman hampir tiap generasi. Apalagi sekarang ayahnya sedang tidak sehat. Makanya tak heran kalau keluarga Salman amat berkuasa di Kerajaan Azura. Reina adalah anak sulung mereka.
Reina.. Reina.. Nizam berusaha mengingat gadis itu. Terakhir ia bertemu dengan gadis itu waktu umurnya 15 tahun dan Reina baru berumur 10 tahun. Gadis itu memiliki kulit seputih pualam. Mata yang besar dan tubuh yang tinggi semampai. Berbeda dengan tingkah Alena yang konyol Reina adalah gadis anggun yang penuh tata krama. Beretika tinggi dan sangat halus berbudi. Sesuai tradisi kerajaan Azura setiap anak gadis tidak boleh memilih jodohnya sendiri demikian juga dengan sebagian anak laki-laki.
Mereka sudah dijodoh-jodohkan sejak kecil. Bahkan ada yang masih dalam kandungan. Begitu lahir, Reina memang sudah diperuntukkan sebagai calon istri dari putra mahkota kerajaan. Untuk itulah Ia dididik untuk menjadi seorang permaisuri raja. Ia hampir tidak pernah keluar dari istana tempat perdana menteri tinggal. Wajahnya tidak pernah diperlihatkan kepada sembarang orang. Ia selalu harus mengenakan cadar sampai nanti dimalam setelah pernikahan. Bahkan Nizam sendiri sebagai calon suaminya tidak pernah melihat wajahnya lagi setelah Reina mendapatkan haidnya yang pertama diusia sepuluh tahun. Ia hanya mendengar berita tentang kecantikan Reina dari mulut para pelayan yang bergosip.
Dan terus terang saja Nizam tidak pernah memperdulikannya. Cantik atau tidak, baik atau tidak toh Ia tetap harus menikahi Reina. Ia tetap harus menjadikannya sebagai permaysurinya. Ibu negaranya dan melahirkan anak-anak sebagai generasi pewaris tahta.
Nizam membalikkan badannya ke pinggir lalu memeluk gulingnya. Seandainya Ia tidak bertemu Alena mungkin Ia tidak akan resah seperti ini. Ia akan menikahi Reina tanpa pertimbangan apapun. Sekarang Alena berada di antara Reina dan dirinya. Bagi Reina bukanlah masalah besar ada wanita lain di sisi suaminya. Sebagai Seorang pangeran mahkota sudah lazim bagi Nizam memiliki istri lebih dari satu. Bahkan biasanya apabila seorang pangeran naik tahta maka para kerajaan bawahan azura akan dengan sukarela bahkan berbangga hati menyerahkan putri tercantik mereka untuk diambil menjadi istri Raja sebagai tanda pengakuan kedaulatan kerajaan dan mempererat tali kekeluargaan diantara kerajaan induk dan bawahan.
Yang jadi masalah adalah apakah Alena siap untuk berbagi cinta dengan yang lain. Nizam mendesah. Jikalau ia boleh memilih ingin rasanya Ia hanya menikahi Alena dan menghempaskan semua wanita-wanita itu. Tapi itu berarti sama dengan mempertaruhkan kedamaian kerajaannya. Menghancurkan tatanan kerajaan dan memberikan kesempatan pada Pangeran yang lain untuk menjadi Raja.
Rasanya sangat mustahil mempertahankan Alena sisinya. Alena bukanlah warganegara Azura. Ia orang luar yang kehidupannya sangat berbeda. Kecil kemungkinan pihak kerajaan akan setuju. Jangankan untuk menjadi permaysuri bahkan untuk menjadi selir tingkat terendahpun Nizam masih belum yakin. Apakah ia nanti akan diijinkan atau tidak menikahiku. Hanya waktu yang akan menjawabnya.
Kepala Nizam kembali terasa berat. Ia jadi mengeluh mengapa harus ada Alena yang membuat hatinya jadi gundah. Kenapa harus ada Alena yang membuat hatinya bimbang. Kenapa harus ada Alena yang membuat hatinya resah.
Dalam resahnya akhirnya Nizam tertidur hingga bermimpi. Dalam mimpinya ia merasa jalan-jalan berdua dengan Alena. Berasyik masyuk berdua menyanyikan lagu cinta, memadu kasih hingga Nizam menegang dalam tidurnya, mendesah, memburu dan berkeringat. Nizam tersentak ketika Adzan subuh di HP nya berkumandang. Nizam terbangun dan melihat ke bawah. Ia mengumpat, kesal banget sama mimpinya. Lagi-lagi ia harus mandi besar.
***
Rambut Nizam masih basah ketika Ia sudah duduk di meja makan menikmati sarapannya. roti chanai dengan kari ayam, segelas susu besar. scramble telur, dua slice keju, tiga iris tomat berwarna merah, tiga iris mentimun dan dua buah sosis berukuran jumbo. Tidak lupa segelas air jeruk manis. Ia makan sambil membaca koran pagi.
Para penjaganya juga ikutan sarapan. Tapi mereka sarapannya di sofa sambil nonton tv.
"Tuanku Pangeran, Apakah Yang mulia Ratu sudah menelpon tadi malam? " Tanya Ali seraya meminum kopinya dengan nikmat.
"Hmmm.." jawab Nizam.
"Jadi kapan kita pulang? " Fuad berkata.
"Kemungkinan dua hari lagi. Hari ini dan besok masih harus menyelesaikan proposal penelitian."
"Insha Alloh, semoga tidak halangan" Ali dan Fuad bicara hampir bersamaan.
"Ali.. apakah tukang londry sudah datang? "
"Belum, memangnya ada apa? Apa ada yang perlu dicuci biarlah hamba yang membawanya " Fuad berkata sambil menawarkan diri.
"Tidak usah.. biarlah Kita tunggu saja. Ada pakaian Alena yang harus dibawa dan di cuci."
"Maafkan hamba jika hamba bersalah. Tetapi hamba mau bertanya kalau boleh. " Fuad berbicara hati-hati.
Nizam mengunyah sosis dengan sangat nikmat, Setelah menelannya ia mejawab pertanyaan penjaganya.
"Memangnya kenapa? "
"Ti..tidak Pangeran, hanya semalam sungguh seperti bukanlah Tuanku. " Fuad bertanya hati-hati. Sebenarnya Fuad ingin bertanya kenapa Ia membopong seorang wanita dan memasukkannya ke dalam kamar. Selama ini mereka mengenal sebagai pria yang berakhlak benar-benar sulit dicari tandingannya di Azura. Tingkahnya malam ini sangat di luar prediksi mereka. Tadinya Mereka pikir setelah Nizam menolong Alena maka Alena akan diserahkan pada yang lain dan bukannya dibopong terus dibawa ke apartemen.
Nizam terdiam sambil terus mengunyah makanannya. Dia tidak menyalahkan penjaganya yang mempertanyakan hal itu padanya. Dia sendiri masih tidak percaya Dia melakukan tindakan seperti itu. Melihat Nizam terdiam, penjaganya tidak bertanya lagi. Tapi kemudian Nizam berkata. "Kalian lihatlah saja nanti, apa yang akan terjadi."
"Baiklah Tuanku. " Penjaganya tidak berani berkata apapun lagi. Mereka bertiga menghabiskan sarapan dengan pikiran masing-masing.
"