Nizam hanya duduk menyaksikan para penjaganya membereskan barang-barang yang akan di bawa Nizam untuk pulang. Sejak kecil Ia terbiasa dilayani. Ada banyak pelayan dan penjaga yang selalu ada di sekelilingnya. Nizam hampir tidak pernah melakukan pekerjaannya sendiri. Kadang-kadang hal ini sangat menyebalkan sehingga Ia memilih kuliah di Luar negeri, Ia ingin mandiri. Tapi tetap saja tidak bisa, karena Keluarga kerajaan hanya mengijinkan apabila Nizam di kawal oleh pengawalnya.
Sudah seminggu ini ibunya selalu menelpon agar Ia segera pulang. Padahal Nizam sebenarnya enggan untuk pulang. Apalagi sekarang ada Alena yang siap untuk menemani. Tetapi ditelepon, ibunya mengatakan bahwa Ayahnya sedang tidak sehat dan ingin bertemu dengannya. Akhirnya Nizam memutuskan untuk pulang.
Tidak banyak barang-barang yang akan dibawa Nizam hanya barang-barang pribadi seperti notebook dan beberapa buku. Para penjaganya bahkan menyiapkan semua keperluan selama dalam perjalanan.
"Yang Mulia.. barang sudah siap. Kita akan pergi besok pagi tepat pukul 7.00. menggunakan pesawat jet airways. Mohon maaf tidak menggunakan pesawat yang biasanya digunakan, agar kita tidak terlihat mencolok. Sekarang silahkan istirahat terlebih dahulu. Kami akan berjaga di sini."
Nizam mengangguk Ia tahu pesawat pribadinya airways memang tidak terlalu besar dan mewah. Betul kata penjaganya menggunakan pesawat jet yang terlalu besar dan mewah hanya akan mengundang perhatian orang. Ia juga tidak ingin ada wartawan yang mengetahuinya. Ia segera naik ke atas tempat tidur dan tidak berapa lama Ia terlelap tidur.
Setelah Sholat Subuh Ia sudah bersiap. Tak lama Ia sudah berada di dalam mobilnya diantar ke bendara. Di atas apartemen sebenarnya ada Heliped tapi tentu saja tidak bisa digunakan untuk mendaratkan pesawat jet. Landasan itu memang hanya untuk pesawat helikopter. Itu juga Nizam tidak terlalu sering menggunakannya. Ia jarang pergi kesana kemari. Hidupnya hanya ada diseputar kampus. Ia sangat serius untuk kuliah. Ia tidak ingin jadi raja yang bodoh. Apalagi dibenaknya sudah terbayang apa yang akan ia lakukan untuk kerajaannya jika kelak Ia sudah dinobatkan sebagai raja.
Perjalanan kali ini jelas bukanlah perjalanan yang pertama. Ia sudah berulang kali ada di dalam pesawat ini. Ia biasanya naik pesawat tanpa beban. Pulang pergi ke negaranya dengan perasaan dingin dan hampa. Tetapi kali ini bukan perasaan hampa yang Ia rasakan tetapi Ia perasaan resah yang ada didalam hatinya. Ia harus meninggalkan belahan hatinya di Amerika. Apalagi Ia mendengar dari Alena kemarin bahwa Ia tidak akan pulang ke Indonesia tetapi mau mempersiapkan penelitiannya di Amerika membuat Ia sedikit khawatir. Kejadian dengan George waktu itu masih menghantuinya.
"Yang Mulia apa Anda masih mengingat Miss. Alena? " Tanya Ali sambil menatap pangerannya. Ia adalah pengawal pribadi pangeran sejak usia pangeran 17 tahun. Waktu itu usianya baru 28 tahun. Ia bersaing ketat dengan puluhan pelamar yang lain ketika mengajukan lamaran untuk menjadi salah satu pengawal pangeran. Menjadi pengawal putra mahkota satu-satunya membuat seleksi menjadi sedikit luar biasa. Selain harus memiliki pendidikan ketentaraan dan pangkat minimal kapten. Ia juga harus memiliki pengetahuan tentang psikologis remaja laki-laki. Memiliki pengetahuan agama dan berprilaku baik serta sopan. Ia bekerja sama dengan rekan kerjanya yaitu Fuad. Ia dengan Fuad menjaga Pangeran siang dan malam. Walau kenyataanya Pangeran lebih dekat dengannya daripada Fuad.
Nizam menatap jendela keluar. Ia duduk di sebuah kursi empuk disamping jendela terdiam membisu. Ali menjadi sedikit cemas. Semenjak Ia bersama Alena Pangeran yang biasanya dingin dan tegas sekarang sedikit perasa. Wajahnya sering terlihat galau dan tidak fokus.
"Menurutmu Ali, Apakah kepulanganku kali ini ada kaitannya dengan Putri Reina? " Tanya Nizam sambil tetap memandang gumpalan awan putih dari luar jendela. Awan putih yang berarak-arak itu seakan sekumpulan kapas putih raksasa.
Ali memandang pangerannya.
"Usia Anda sudah hampir 25. Anda sudah berada di Amerika selama 7 tahun. Anda juga sudah mengambil dua gelar sekaligus. Sekarang adalah gelar yang ketiga. Anda sudah menyelesaikan kuliah kepemerintahan, manajemen dan sekarang adalah Ekonomi. Usia Putri Reina sekarang sudah 20 tahun. Dan itu usia yang cukup untuk suatu pernikahan. Andakan tahu, Ratu selalu menginginkan Anda segera menikah. Dia ingin Anda segera memiliki anak untuk memperkuat kedudukan posisinya di kerajaan. "
Nizam menarik nafas panjang. Ibunya hanya memiliki anak satu. Kenyataan ada miom dalam rahimnya membuat Ia sulit memperoleh anak lagi setelah melahirkan Nizam. Sementara istri-istri dari Baginda raja yaitu ayahnya memiliki banyak anak. Bahkan Ratu Aura, ratu saingannya memiliki 7 anak. 5 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Kemudian Ratu Zenita Memiliki 5 anak terdiri dari 2 laki-laki dan 3 perempuan dan terakhir Ratu Iklima memiliki 3 orang anak walau berjenis kelamin perempuan semua.
Memiliki Nizam bagi Ibunya merupakan suatu anugerah yang tidak terhingga. Nizamlah penyelamat dari hidupnya karena tampa Nizam Ia hanya akan jadi permasyuri yang kosong, yang dapat ditendang turun dari posisi ibu ratu sekaligus ibu negara kapan saja. Makanya Ia sangat menginginkan Nizam segera menikah agar kedudukannya menjadi lebih kuat. Jika Nizam menikah dengan Reina kelak Ia akan mendapat dukungan dari perdana menteri sebagai keluarga besannya. Ia juga akan mempunyai keturunan yang lain jika Nizam nanti memiliki anak dari istri-istrinya.
"Aku mencintai gadis itu" Suara Nizam terdengar seperti putus asa.
"Hamba Tahu hal itu Pangeran. Hamba tahu bagaimana sulitnya perasaan itu."
"Apakah kamu mencintai istrimu? "
Ali tersenyum pahit. "Pernikahan bukanlah tentang masalah cinta. Ini adalah masalah tanggung jawab dengan keluarga. Anda tahu bukan budaya kita mengharuskan setiap anak menikah demi keluarga bukan demi cinta" Ali memberikan pandangan dengan hati-hati. Otak sebrilian apapun kalau sudah menyangkut cinta maka kebrilianannya akan meluncur kebawah setara dengan level nol. Harus hati-hati menjaga perkataan agar kata-katanya jangan sampai menambah luka dihati pangerannya.
"Aku tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya, Selama ini Aku menganggap bahwa Putri Reina adalah calon istriku yang kelak akan kucintai segenap hati. Tapi sekarang Aku menyadari tidak ada cinta diantara kami. "
" Pangeran yang mulia. Bukankah selama ini pangeran belum pernah melihat Putri Reina ataupun berbincang-bincang. Bagaimana pangeran bisa menarik kesimpulan seperti itu. Tidak adil bagi baginya. Hamba rasa Tuanku harus menemuinya terlebih dahulu."
"Kapan Aku bisa menemuinya. Bukankah kami hanya bisa bertemu kelak di kamar pengantin."
Ali yang terdiam. Ia duduk sambil meremas bantalan kursi ikut bingung dan resah seakan-akan yang akan menikah Ia dan bukan Nizam.
"Pangeran kalau untuk menjadikan Alena permaisuri adalah mustahil. Bukankah pangeran bisa menjadikannya sebagai istri kedua atau ketiga. "
"Itu yang sedang kupikirkan, Tetapi masalahnya adalah apakah Alena dapat menerimanya? Ini sangat tidak adil baginya. "
"Hamba pikir kalau Alena mencintai Pangeran Ia akan mengorbankan perasaannya untuk mu"
Nizam mendesah, Alena adalah gadis dari Indonesia yang sebagian besar wanitanya menabukan dirinya untuk berbagi suami. Kesetaraan antara pria dan wanita di Indonesia sangatlah baik. Mereka berdiri sejajar dengan pria. Mereka juga memiliki hak dalam pendidikan yang sama. Mereka juga dapat bekerja dibidang apa saja sama dengan pria. Walau begitu wanita Indonesia tetap menjaga batasan dalam pergaulan dan menghormati suaminya di atas segalanya. Seandainya Ia tidak harus memikul tanggung jawab yang besar Ia tidak akan berpikir panjang, Ia pasti sudah menikahi Alena.
"Entahlah... Sebesar apa cinta Alena padaku mungkin hanya dapat teruji apabila dia mau menerima wanita lain sebagai istri suaminya. Bahkan itu pun bagiku tidak mudah. Sudah terbayang wajah Ibunda ratu seandainya Aku menceritakan Alena kepadanya. Kepalaku serasa pusing, Ali. Aku sebaiknya tidur dulu."
Ali segera bangkit dari duduknya memberi hormat lalu berjalan menuju kamar yang tersedia di dalam pesawat. Ia membukakan pintu untuk Nizam sambil membungkuk penuh rasa hormat.
"Hamba harap, Pangeran dapat mengatasi permasalahan ini. Beristirahatlah karena perjalanan masih ada sekitar 10 jam. Kita akan mendarat sekitar pukul 8 malam waktu Azura."
"Terima Kasih Ali" Nizam berkata seraya masuk ke dalam kamar mewah. Ia membaringkan tubuhnya lalu memeluk guling, kembali memandang awan-awan yang putih. Tak lama kemudian Ia terlelap seakan ingin menyingkirkan semua perasaannya.