Karena terbiasa, cinta itu ada.
-Your Admirer
.
.
.
.
Tria terbangun dengan badan penuh keringat, kepalanya terasa berat. Ia menggapai ponsel di atas lacinya, sudah pukul delapan lewat.
Jika hari ini ia tak masuk kemungkinan kegiatan Gean akan terganggu. Ada pertemuan dengan pihak Axelans yang tertunda waktu itu. Setelah berpikir ulang akhirnya Tria memutuskan masuk kantor setelah jam makan siang.
Ia perlu menetralisir demam di tubuhnya, kepalanya cukup berat untuk diajak kompromi. Ruangan empat kali empat meter persegi ini cukup memudahkan Tria, ia mengambil remote ac lalu mematikan ACnya.
Mr Hurry up: Where are you?
Tria : Saya masih di B-U-M-I, belum ada niatan pindah ke Bulan.
Mr Hurry up: ini sudah jam sembilan Tria.
Tria : Yang bilang ini jam enam siapa?
Mr Hurry up: Kamu sudah jalan ke Office?
Tria : Saya masuk after lunch hour, Pak. Don't miss me yaa! 😎
Mr Hurry up: Never. 😪
Tria : do what i already prepare on your schedule, dont ruin it. I'm watching you 👀
Mr Hurry up: Yesss Boss!
Setelah mengirimi Gean pesan Tria lebih memilih kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur, ia harus memulihkan sedikit kesehatan tubuhnya agar tak tumbang.
Akhir-akhir ini terlalu banyak pekerjaan hingga menyebabkan jam tidur Tria terganggu. Sudah lima tahun dan Tria mulai merasakan kebosanan tentang apa yang dia kerjakan sekarang, rasanya seperti menonton itu-itu saja.
Bahkan Tria jarang mengambil jatah cutinya, dikarenakan Gean yang menyebalkan.
Mila : Yaya... Dimana kah dirimu?
Tria : Di pulau bernamakan kasur.
Mila : Nggak kerja
Tria : Gue lagi sakit, demam dikit. Masuk after lunch aja.
Mila : Kebanyakan ngelonin Gean sih, sampe lupa sama kesehatan diri sendiri.
Tria : That's my job, gue pengen ngambil cuti deh Mil.
Mila : Udah minum obat? WHAT CUTI?
Tria : Udah, iya cuti. 😪
Mila : Yakin Pak Gean ngizinin? How long?
Tria : Ragu sih, tapi gue akan coba. Rencananya dua minggu, ngabisin cuti tahunan gue. Lo ada temen yang kerja di agen travel murah nggak?
Mila : Punya, nanti gue send kontaknya ke lo. Namanya Dinar dia yang punya Travellnya, dinego aja say sama doi mah.
Tria : Gracias 💕
Jika kebanyakan perempuan di kantornya mengenakan rok, Tria lebih nyaman dengan celana. Ia lebih merasa terlindungi, sesekali ia mengenakan Rok jika memang diperlukan. Tapi rasanya dalam sebulan bisa dihitung berapa kali ia menggunakan rok.
Hari ini Tria memakai celana bahan berwarna pastel dengan blouse biru muda. Ia sengaja memesan taxi dari indekostnya, Tria itu Ojol's lovers. Berhubung kondisi tubuhnya sedang tidak fit dari pada hilang keseimbangan saat dibonceng abang Ojol mending merogoh kocek sedikit dalam untuk Taxi.
Rencana Tria liburan dua minggu ia ingin berwisata ke daerah Kalimantan, kalau ditanya kenapa tidak ke Singapore, KL atau Seoul. Jawabannya adalah Karena Tria sudah lebih dulu jatuh cinta dengan keindahan alam Kalimantan.
"Baru datang lo?" Lina menatap heran pada Tria yang baru absen.
"Datengnya dari tadi, cuma baru absen. "Tria sengaja berbohong pada Lina, karena Lina ini bisa dibilang lambir alias lambe nyinyir.
"Pak Davin lagi di ruangan Pak Gean ya? Tadi gue liat mereka keluar lunch bareng," kata Lina, ia terdengar begitu ingin tahu. Meski menurut Tria ucapan Lina itu terdengar seperti pernyataan dibanding pertanyaan.
"Biasa, kangen kali dia. Kan teman beda Ibu beda bapak gitu. Akur."
Davin adalah sahabat Gean, teman seperjuangan ketika kuliah. Jadi tidak heran jika wataknya sebelas dua belas dengan Gean, bedanya Davin lebih murah senyum.
"Kalau beda ibu dan bapak, samanya di mana?" Sebelah alis Lina terangkat, bingung mencerna guyonan Tria.
"Sama-sama brengsek," Tria tertawa ringan melihat ekspresi serius di wajah Lina.
"Udah ahh, gue kerja dulu. Takut kena tilang sama bos."
Awalnya Tria berniat melaporkan Rencana Anggaran Biaya, namun langkahnya tertahan untuk masuk ke dalam ruangan Gean, hanya sampai ia menekan handle pintu. Tria mengintip di balik sana, tawa Gean terdengar begitu lepas membuat Tria penasaran apa yang tengah ia bicarakan dengan Davin.
"Seriusan, Asha bilang gitu?" Davin menggeleng tak percaya. "Kok bisa dia nyatain cinta sama lo, Yan."
"Ya bisa lah. Dia kan perempuan, wajar kalau suka sama gue." Gean mendelik tak suka dengan pertanyaan Davin seolah ia tak layak mendapatkan pernyataan cinta dari seorang perempuan, "Tapi gue beneran nggak ada perasaan apapun ngobrol sama dia, nyambung sih. Tapi no hard feeling."
"Lo terlalu lama terjebak di ruang nostalgia sih, Aruna harusnya lo simpan di kotak bernama kenangan. Jangan dipikirin terus," Nasehat Davin terdengar realistis.
"Ngomong gampang, lakuinnya susah, "
Tria masih bertahan dengan posisinya menguping pembicaraan dua sahabat karib itu.
"Nggak niat aja, kalau udah niat dan usaha pasti bisa. Tergantung lo mau tetep stuck dengan rasa sakit, atau move on."
"Kesel gue dengernya, gue dapet advice dari playboy yang hobbynya retakin hati cewek."
"Anyway, Tria kemana? Biasanya dia udah ngatur ini ngatur itu, udah dua jam gue sama lo belum ngeliat kemunculannya." pertanyaan Davin membuat Tria mengernyit, memangnya dia tukang ngatur? Rasanya lebih cocok Gean yang disebut tukang ngatur.
"Nggak tau, dia bilang after lunch masuknya. Tapi belum datang juga."
"Hebat juga ya dia, bisa bertahan sama lo lima tahun." kagum Davin. "Padahal kalau inget temprament lo, gue yakin sih nggak ada yang kuat sebulan juga. Tria itu Super Girl, bisa bertahan kerja orang abnormal macam lo."
"Kesannya gue jahat kayak ibu tiri gitu ya?"
"Bisa dibilang, lo pernah kepikiran ganti sekretaris nggak? Nggak bosen sama Tria terus?"
Pertanyaan Davin membuat Tria menelan ludah, jujur Tria pernah berpikir untuk resign karena jenuh dengan rutinitasnya. Selalu Gean, dengan Gean dan lagi-lagi Gean. Semesta seolah tak mengijinkan Tria untuk mengenal dunia baru.
"Nggak, buat apa. Tria sudah cukup baik sebagai sekretaris, dia udah paham gue banget. Kenapa gue harus susah payah ganti sekretaris." jawaban Gean membuat Tria menghela napas lega.
"Kadang gue kasian aja sama Tria, waktunya dihabisin cuman buat ngurusin lo. Keliatan capek hati, seperti yang lo bilang untungnya dia baik jadi bisa sabar ngadepin orang kayak lo."
Kalau Tria bisa mengirim Virtual Hug, dia pasti sudah mengirimnya pada Davin.
"Lo nggak ada perasaan apa gitu sama Tria?"
"Perasaan apa?" Gean terlihat tak nyaman dengan pertanyaan Davin. "Gue sama dia nggak lebih dari hubungan kerja."
"Ada perasaan lebih juga nggak apa-apa," Davin tertawa menggoda Gean. "Buat apa cari yang jauh kalau yang dekat lebih memikat."
"Giilllaaaa... She's not my type."
Lagian siapa juga yang mau sama om-om galak yang over protektif.
Tria memutuskan untuk mengakhiri acara mengupingnya, mengetuk pintu yang memang sudah sedikit terbuka.
"I'm coming," Tria menarik kedua sudut bibirnya, menyapa Davin terlebih dahulu dibanding Gean. "Siang Pak Davin, sudah makan?"
"Udah, Tria. Baru aja saya tanya kamu kemana, kirain kamu libur." Davin seperti biasanya, murah senyum.
"Bos kamu itu saya, kenapa yang ditanya Davin."
"Kalau Pak Gean melakukan jadwal yang sudah saya berikan. Pasti Bapak sudah makan siang di L'Cruis. Karena saya sudah reservasi di sana untuk Bapak," Tria memberikan satu dokumen untuk diperiksa oleh Gean. "Rencana Anggaran Biaya untuk Gathering Loyal Customer."
"Kamu tambah cantik aja," puji Davin saat Tria ikut duduk di samping Gean. Membantu Gean mengkrocek lembar demi lembar RAB.
"Jangan gombal lo." Gean terlihat tak suka saat Davin justru semakin mengembangkan senyumnya seolah sedang menebar pesona pada Tria.
"Orang single kan bebas, kamu masih single kan, Tria?"
"Nggak," bukan Tria yang menjawab, melainkan Gean. "Dia udah punya pacar, lo jangan semena-mena."
Mata Tria sukses membulatkan matanya, kenapa Tria punya pacar tapi dirinya sendiri tak tahu?
"Sebelum buku nikah terbit, masih bisa ditikung." Davin benar-benar tahu caranya membuat Gean kesal.
"Nggak boleh, Tria nggak boleh lo godain." kekeh Gean.
"Posesif banget jadi Bos."
"Pak, pacar saya siapa memangnya?" tanya Tria heran dengan pernyataan Gean sebelumnya.
"Kan bohong lo!" seru Davin.
"Kamu ini harus pura-pura punya pacar di depan Davin," bisik Gean tepat di atas telinga Tria. Tanpa sadar menghantarkan getar-getar hangat di antara mereka." Dia itu playboy cap kaki empat, semua cewek dia godain."
"Nggak kenapa-kenapa, kalau jadi pacar Davin berarti saya nggak usah jadi sekretaris Pak Gean," ucap Tria dengan penuh canda.
"Iya, kerja kamu jadi Nyonya Davin aja," timpal Davin.
Gean menghunus Davin dengan tatapannya. "Sembarangan lo Dav."
"Gue bakalan jadi orang pertama yang nentang hubungan kalian berdua."
Davin dan Tria saling menatap bingung, entah ada apa dengan Gean.
"Saya pacaran sama Pak Davin nggak perlu restu Pak Gean," Tria bisa sama gilanya dengan Gean jika terus menimpali ucapannya. "Udah nggak usah urusin saya, tolong diperiksa lagi RAB nya aja."
"Pokoknya saya nggak rela dan ikhlas kalau kamu sama Davin." Gean sepertinya benar-benar mulai out of control.
BERSAMBUNG
21-01-2019
Find me on Instagram : @sashalia28