Sebelum sejauh matahari, kita pernah dekat seperti hujan dengan indomie
.
.
.
.
Suara heels yang mengetuk kencang terasa semakin mendekat, Tria sama sekali tak terganggu dengan suara heel yang beradukan lantai. Karena ia sendiri sering mengeluarkan suara itu ketika melangkah.
Perempuan cantik dengan rambut ikalnya berhenti di hadapan Tria, tubuh semampai bak model majalah vogue sangat berbanding terbalik dengan tubuh kecil Tria.
"Lama nggak ketemu, Tria." begitu sapaan yang keluar dari bibir yang begitu merekah layaknya mawar merah. "Apa kabar?"
Aruna, Tria sedikit kehilangan oksigen karena terlalu terkejut. Setelah berhasil melarikan diri di hari pernikahannya, perempuan yang sangat dicintai Gean kini muncul tanpa wajah bersalah sedikitpun.
Sayangnya, Aruna terlihat semakin cantik. Tria ragu jika Gean akan mengabaikan Aruna. Mungkin tak lama lagi Tria tak usah memikirkan acara blind date untuk Gean, dua hari atau mungkin hari ini akan ada pengumuman jika Gean kembali ke pelukan Aruna. Hanya masalah waktu, tunggu saja.
"Baik, Mbak." Tria mencoba tersenyum, meski terlihat kaku setidaknya ia sudah mencoba tersenyum setulus mungkin.
"Mau ketemu Pak Gean?" ya menurut ngana? Ya kali dia mau ketemu gue, duh rasanya Tria terlalu berbasa-basi dengan Aruna. Dulu ketika status Aruna tunangan Gean, ketika Aruna ingin menemui Gean dia bisa langsung masuk ke ruangan Gean tanpa perlu konfirmasi dari Tria.
"Nggak, aku malah mau ketemu kamu." ucap Aruna, kening Tria mengerut berlapis bak baju kusut. Jelas saja Tria bingung, kenapa harus mencari dirinya, jika ada Gean.
"Saya Mbak?" ulang Tria memastikan, barangkali Aruna hanya mengigau. "Pak Gean ada di ruangannya kok kalau Mbak mau ketemu."
Aruna tertawa ringan menanggapi ucapan Tria, "Aku beneran mau ketemu kamu, boleh minta waktunya. Setengah jam mungkin."
Mengingat begitu protektifnya Gean terhadap Tria, sudah dipastikan Gean akan memarahi Tria jika dirinya tak ada di tempat. Gean bisa keluar kapan saja dari ruangannya.
"Saya minta izin dulu sama Pak Gean, ya Mbak." pamit Tria, namun langkahnya tertahan ketika Aruna mencekal lengannya.
"Boleh nggak, kalau ini jadi urusan kita berdua saja tanpa campur tangan Gean." Aruna memasang wajah memohon yang sangat sulit Tria tolak. "Kamu jangan bilang sama Gean ada aku."
"Rahasia, tolong bantu aku Tria." lanjut Aruna dengan nada lemah yang semakin menggoyahkan hati Tria.
Anggukan Tria mengundang senyum di wajah Aruna, Tria meminta izin akan bertemu temannya sebentar pada Gean. Membiarkan Aruna lebih dulu menunggu di salah satu kedai kopi yang ada di dekat kantornya.
"Kemana tadi kamu bilang?" tanya Gean setelah menjelaskan perihal ia yang ingin pergi ke kedai kopi.
"Cafe yang dekat taman andalion itu Pak." Tria merapatkan kedua tangannya, memohon pada Gean agar mengizinkannya pergi.
"Kenapa temen kamu nggak ke sini aja? Kenapa nunggu di kafe.
"Dia bukan anak kantor sini, temen kuliah saya dulu. Boleh ya Pak?" pinta Tria.
Gean menghembuskan napas pasrah, "Jangan lebih dari 30 menit, lebih dari itu saya potong gaji kamu nanti."
"Potong gaji tambahin insentif ya Pak," canda Tria. "After thirty minutes, I'II be back."
****
Sebenarnya Tria tak terlalu ingin campur mengenai hubungan Aruna dan Gean, namun mendengar penjelasan Aruna hati Tria menjadi gamang.
"Mereka mungkin akan menghujatku karena tidak tau diri," ucap Aruna, ia tersenyum namun terlihat jelas penuh paksaan. "Tapi aku tidak peduli, meskipun mereka semua menghujatku asalkan Gean bisa kembali padaku aku akan tetap melangkah."
"Aku tidak mungkin langsung muncul kehadapan Gean, karena dari itu aku butuh bantuanmu Tria." tangan Aruna mengusap pelan punggung tangan Tria sebagai bentuk permohonan mendalam, "Bantu aku agar Gean bisa kembali padaku."
"Mbak Aruna kayaknya salah orang kalau meminta bantuanku," Tria tak benar-benar tahu apa yang bisa ia lakukan untuk Aruna. Dan ia tak bisa menjamin apakah akan memberi dampak baik ke depannya.
"Kalau aku ajak langsung Gean bertemu, dia pasti akan menolak."
Tria tak yakin Gean akan menolak, secara selama ini melupakan Aruna adalah hal tersulit yang ingin Gean lakukan.
"Tolong bantu aku agar kembali ke sisi Gean," mohon Aruna. Ia terlihat ingin menangis, Tria sebenarnya ingin tahu mengapa Aruna pergi di hari pernikahannya saat itu namun ia tak akan bertanya. Karena ini di luar kapasitasnya, lain halnya jika Aruna memberitahu dengan sukarela.
Tiga puluh menit Tria habiskan mendengar keluhan Aruna, dalam benak Tria kini muncul banyak tanya yang tak terlontar. Alhasil ia tak mendapat jawaban atas tanya yang berujung pada rasa penasaran.
Setelah melakukan pertemuan rahasia dengan Aruna, Tria yakin jika dirinya memang terlanjur masuk terlalu jauh ke dalam polemik kisah cinta Gean.
"Kenapa kamu?" Gean menyadarkan Tria yang sedang fokus memandangi rintik hujan kota Jakarta. "Bengong terus, pasti ada masalah ya?"
Kecurigaan Gean membuat Tria menggelengkan kepalanya cepat-cepat, apa jadinya jika Gean tahu Tria sudah menemui Aruna secara diam-diam.
"Pak?" Tria menarik napas dalam-dalam sebelum melontarkan pertanyaan yang mungkin akan menyebabkan suasana sedikit mencekam. "Saya boleh tanya sesuatu, tapi Pak Gean janji jangan marah."
Gean menyipitkan matanya, ia memandang penuh kewaspadaan pada Tria. Seolah Tria sudah melakukan kesalahan, padahal tanya saja belom diucapkan.
"Apa?"
Tria jadi menyesal kenapa ia bisa duduk di samping Gean, biasanya dia duduk di samping kursi kemudi bersama supir Gean yang bernama Yadi. Jika bukan acara pertemuan dengan Kaho Grup mungkin Tria tak perlu menemani pesta ini.
Jangan lupakan penampilan Tria yang kini sudah mengenakan dress merah menyala, membuat Tria merasa seperti buah apel.
"Pak Gean masih sayang sama Mbak Aruna?" diam, setelah tanya yang terus berputar di kepalanya terlontar Tria hanya bisa menelan ludah saat ekspresi di wajah Gean tak tergambarkan ia menyesal telah bertanya.
"Nggak," Gean menjawabnya dengan mudah. Atau tanpa berpikir lebih dulu.
"Seandainya ada kesempatan untuk kembali memiliki Aruna, apa Pak Gean akan tetap seperti ini?"
"Kenapa bertanya seperti itu? Memang apa yang harus saya lakukan jika kesempatan itu ada?" pertanyaan balik dari Gean membuat Tria bungkam.
"Ya sudah tidak usah dijawab," Tria memalingkan wajahnya kembali memandangi jendela mobil yang berembun.
"Tria," jemari Gean mengusap pelan punggung tangan Tria, membuat Tria reflek memandang cemas ke arahnya. "Kamu tidak perlu memikirkan bagaimana hati dan perasaan saya, tanggung jawab kamu adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan job desk kamu sebagai sekretaris."
Kenyataannya Tria selalu terkena masalah karena mood Gean yang berubah bagai ombak setelah peristiwa gagalnya pernikahan Gean dan Aruna.
"Hati dan perasaan saya ini adalah tanggungjawab saya, bukan kamu. Kamu jangan terlalu ikut campur urusan hati saya," ucap Gean. Selama ini ia merasa Tria terlalu jauh masuk ke dalam urusan perasaannya.
"Kamu hanya sekretaris saya, tidak lebih. Kita rekan kerja, bukan teman yang bisa dengan mudah saling berbagi." kata Gean, sudut bibir Tria tertarik getir. "Kamu harus tahu pasti di mana posisi kamu."
BERSAMBUNG