Flashback Part-2
Ryan semakin penasaran dengan Tere. Ia tak pernah sesuka ini pada wanita. Kalau dilihat dari usianya sih, ya pasti kita juga ngalamin yang namanya cinta monyet. Masa di mana kita bisa suka dengan cowok atau cewek dengan mudah dan dengan emosional yang labil. Itu juga dialami dengan Tere dan Ryan. Ryan yang tak henti berusaha mendekati Tere yang tetap membisu saat ia mencoba membuka topik pembicaraan. Tere memang sengaja melakukannya. Ia belum yakin dengan hatinya. Ia takut, takut semua jadi berantakan. Ia takut memulai, takut ambil resiko. Tapi tetap aja, Ia selalu terganggu dengan usaha Ryan mendekati dirinya. Mulai dari lempar kertas yang sialnya ketahuan sama Bu Guru. Menaruh jajanan ke dalam tasnya sering dilakukan Ryan. Anyalah yang jadi repot. Anya menaruh semua jajanan itu kembali ke tas Ryan karena Tere memintanya. Ryan juga sering menyelipkan surat ke dalam tas Tere.
Yang satu ini, ada campur tangan Anya. Anya yang akhirnya luluh pada Ryan, berniat untuk membantu cowok itu tanpa sepengetahuan Tere. Anya kasihan sama Ryan yang selalu diacuhkan oleh Tere. Anya bukannya tidak ngasih saran keTere tentang perlakuannya terhadap Ryan, sudah berulang. Dan ya, melulu jawabannya. 'MAAF ANYA, AKU GA BISA', sampai bosan Anya dengarnya.
Wait, tapi kali ini berbeda. Ini bukan usaha yang direncanakan. Waktu itu,Tere pulang sekolah sendirian. Mamanya tidak bisa jemput karena sibuk kerja. Ya, itu tak masalah buatnya. Selesai kelas, ia langsung ke perpustakaan. Tere keluar dari perpus pukul 05.00 p.m. dan langsung pulang. Jarak sekolah ke rumahnya kalau ditempuh dengan berjalan kaki, hanya butuh 20 menit. Ia memilih berjalan kaki. Rumah Tere agak jauh dengan pemukiman warga. Bisa dibilang, rumah Tere kayak berdiri sendiri di pinggiran halaman luas yang kosong. Halaman itu biasanya dipakai anak-anak untuk bermain sepak bola dan lainnya. Saat ia pulang melewati halaman, ada beberapa anak yang sedang bermain bola. Tere terus berjalan di jalan setapak. Ternyata anak-anak yang bermain malah mengganggunya. Tasnya dirampas dan diobrak-abrik. Tere ketakutan. Ia tak bisa melawan. Setau Tere, mereka itu emang segerombolan anak bandel yang sering mengganggu anak yang lewat di sana.
Tiba-tiba, Tere tersungkur ke tanah karena seseorang dari mereka mendorongnya. Tere menangis histeris karena mereka juga menjambak rambutnya. Ia kesakitan. Ia tak berani melawan. Ia nangis dan merintih kesakitan. Dan,,, tak sengaja Ryan melihatnya. Ryan langsung berlari dan melawan mereka. Ryan sendiri. Ya bisa dibayangkan. Mereka mau berantem gimanapun, Ryan pasti kalah melawan mereka. Tapi Ryan tak tega melihat Tere nangis di sana. Ryan terus melawan, terus berontak. Ia tak menghiraukan rasa sakitnya pukulan mereka di tubuhnya. Akhirnya Ryan tersungkur penuh luka lebam. Anak-anak nakal itu tertawa dan meludah ke arah Ryan. Ryan tak sanggup lagi berdiri. Mereka juga mengencinginya. Seorang ibuk kebetulan lewat dan langsung berteriak marah pada anak-anak nakal itu. Tapi, anak-anak itu keburu kabur. Ibuk itu langsung teriak minta tolong ke warga lain untuk menyelamatkan Ryan. Ryan pingsan tak sadarkan diri. Sedangkan Tere langsung diantar ke rumah. Mama Tere panik melihat keadaan putrinya yang acak-acakan. Tere hanya diam membisu dan langsung ke kamar dan mengunci pintu. Mamanya mengetuk pintu putrinya, namun Tere tak membukanya. Ia takut. Takut mamanya marah padanya.
Ryan masuk ke rumah sakit. Mama dan papanya langsung datang meliihat dirinya. Mama Ryan nangis mendengar kabar anaknya dipukuli. Sekujur tubuh Ryan memang lebam akibat pukulan dan tendangan. Ia kritis dan harus dirawat inten.
Paginya, Tere masuk kelas. Ia berharap melihat Ryan di sana. Ia ingin mengucapkan terima kasih karena sudah menolongnya. Anya yang baru dengar kabar tentang kejadian yang dialami Tere, langsung memeluk Tere.
"Lo gapapa, kan? Lo ga diapa-apainkan sama mereka? Lo ada luka? Mana?" Anya melontar pertanyaan bertubi-tubi tada ia khawatir.
"Aku gapapa, kok." jawab Tere pada Anya.
"Oh iya. Gue denger, Ryan ikut bantuin lo."
"Ia, bener Nya. Kayaknya dia sakit parah deh."
"Nanti selesai kelas, kita jenguk yuk"
"Hari ini aku ga bisa, Nya. Mama aku nanti langsung jemput. Mama aku marah karena kejadian itu."
"Kok mama lo marah sih. Lo kan kena musibah" kata Anya jengkel.
"Ia, Nya. Kamu kayak gatau mama aku aja. Tapi aku pengen liat Ryan. aku juga mau ucapin makasih sama dia." Tere menunduk sedih. Ia sangat ingin melihat Ryan hari ini. Tapi tetap aja ga bisa. Mamanya pasti gak kasih ijin.
***
"Tere..!!"
"Ia, Ma."
"Besok sama lusa, Mama sudah ijinin kamu supaya ga datang dulu ke sekolah."
"Lah…. Kenapa, Ma. Tere kan ga kenapa-kenapa, Ma, jadi kenapa Tere gak sekolah?"
"Kamu istirahat aja di rumah. Gausah ngebantah Mama. Mama capek kerja. Jadi nurut aja."
Tere hanya diam. Ia ingin menangis, tapi ia tahan. Ia tak ingin dilihat dan dibilang cengeng lagi sama mamanya. Ya, ia sudah biasa seperti ini. Mamanya berubah jadi otoriter semenjak papa Tere meninggal. Ia ditinggal papanya semenjak ia masih duduk di bangku kelas 6 SD. Papanya meninggal karena terjadi trouble yang fatal di pabrik karet milik papanya. Ya, azal tidak ada yang tahu. Tere hanya bisa nangis. Mamanya langsung jatuh sakit. Mamanya 2 hari tak sadarkan diri dan dirawat di rumah sakit. Mamanya taka da ketika di pemakaman papanya. Tere yang saat itu masih berumur belia hanya bisa ikut neneknya. Sebulan mamanya dirawat di rumah sakit sampai sembuh.
Kalau diingat, Tere tak sanggup. Ia sangat merindukan papanya. Ia ingin keluarganya kembali bahagia seperti dulu. Ia tak ingin melihat mamanya yang selalu mengurungnya di rumah. Ia tahu dan paham, alasan mamanya melakukan ini semua karena mama tak ingin kehilangan Tere, sama seperti kehilangan papa. Tapi, Tere juga ingin hidup normal seperti anak lainnya. Ia ingin didengar olaeh mamanya. Bukan hanya nurut seperti ini.
2 hari Tere mengurung diri di rumah. Esok ia akan sekolah. Ia tak sabar. Ia ingin melihat dan berterima kasih pada Ryan. Ia ingin memperbaiki semuanya. Ia merasa bersalah pada Ryan. sejak kejadian itu, ia menyadari. Ia terlalu jahat pada Ryan. Ryan baik dan tulus selama ini padanya.
***
Tere berjalan dengan langkah cepat. Ia seperti dikejar setan sampai hampir menabrak Pak JG, kepala sekolahnya. Pikirannya saat ini hanya untuk Ryan. sesampainya di kelas, ia memerhatikan seluruh isi kelas. Berharap melihat sosok Ryan di sana. Yap, iya menemukannya. Ryan sedang tertawa bersama teman-temannya. Entah apa yang sedang mereka tertawakan, Tere tak peduli. Ia meletakkan tasnya dimejanya lalu mendatangi Ryan.
"Ryan." panggilnya dengan suara sangat pelan. Hampir tak terdengar. Ryan tak menoleh. Riko, teman Ryan, memukul pundak Ryan. Iya memberi sinyal kalau seseorang memanggilnya di belakang. Ryan menoleh ke belakang. Ia melihat Tere. Ryan langsung membelakangi Tere lagi. Tere tersentak. Ia merasa sakit di hulu hatinya. Ryan mengacuhkannya. Tere balik ke bangkunya. Anya yang melihat apa yang telah terjadi. Anya ga beri komentar apapun tentang kejadian barusan.
"Re, lo ke mana aja selama ini." tanya Anya mengalihkan.
"Mama nyuruh aku istirahat di rumah, Nya. Biasalah, mama aku masih khawatir. Oh ya, Ryan sejak kapan masuk?" tanya Tere antusias.
"Mmmmmm. Kemarin." jawab Anya singkat.
"Dia ada cerita apa gitu?"
"Tentang?"
"Ya, gatau. Pokonya cerita."
"Gada tuh."
"Anya, aku kok jadi sedih ya?" rengek Tere. Anya mengambil napas dalam lalu menghembuskannya. Ia tahu Tere kenapa seperti ini.
"Lo tenangin diri dulu. Gue ngerti ko kapa yang terjadi. Dan gue rasa, kalo gue di posisi Ryan, gue pasti diemin lo juga, Re. Dia udah nolongin elo, udah berkorban demi elo, lo malah gada dateng buat jenguk dia. Mikir Re."
"Ya aku juga mau jenguk dia. Tapi tahukan keadaannya gimana. Mama aku ga ngijinin aku ke keluar rumah." Tere sedih mengingat perlakuan mamanya yang makin hari kian menjadi. Ia serba saat ini.
"Yaudah, lo coba ngomong lagi gih sama dia. Lo kan masih manggil dia sekali. Dan please Re, turunin ego lo dulu."
"Oke, oke. Aku coba."
Ia pun akhirnya mendatangi Ryan kedua kalinya. Belum sempat ia memanggil cowok itu, bel masuk berbunyi. Tere mengurungkan niatnya. 'ga rejeki' ujarnya dalam hati. Ia pun balik k bangkunya. Ketika ia balik kebangkunya, langkahnya terhenti. Seseorang menarik lengannya. Ia menoleh ke belakang. Ya, ia shock melihat Ryan melakukan itu padanya. Belum sempat Tere berkutik, Ryan langsung mendekat dan berbisik, "Kita bicarakan nanti di perpus jam 4", Ryan langsung melepas tangannya. Tere langsung balik ke bangkunya. Anya yang udah dasar tukang rusuh dan kepo langsung heboh.
"Dia bisikin apa sama lo.?" tanyanya penasaran.
"Rahasia" jawab Tere sambil tersenyum. Ya, Tere tersenyum saat Ryan berbisik itu padanya. Anya dengan wajah cemberut langsung mengeluarkan isi tasnya. Mereka belajar IPA dengan Pak Dodi hari ini. Tak lama kemudian, Pak Dodi datang. Reza Wijaya yang menjabat ketua kelas, langsung memimpin semua siswa untuk memberi salam. Tere bersemangat pagi ini.
Ketika jam kelas habis, ia melihat Ryan berkemas dan pergi bersama temannya. 'paling main basket' ujar Tere dalam hati. Tere melihat jam menunjukkan angka 13.10. Perutnya minta diisi makan siang. Ia berniat mengajak Anya ke kantin.
"Nya, ke kantin yuk. Laper." ajaknya sambil mengelus perut.
"Yuk. Aku juga laper. Ntar lo ke perpus gak?"
"Jelaslah ke perpus. Lagian Ryan juga ngajak ketemuan di perpus jam 4."
"Ohhhhh. Brarti tadi Ryan bisikin it uke elo. Ooooo, main rahasia aja yah… itu aja ditutup-tutupin. Aneh'' Anya cemberut setelah menatakan itu pada Tere. Tapi, Tere punya cara buat sahabatnya itu moodly lagi.
"Ia deh, ngaku salah. Yuk ke kantin. Ntar aku traktir."
"Hah,, seriusan?" tanya Anya memastikan. Ia takut Tere PHP.
"Ia. Sekalian Syukuran buat kejadian kemarin juga."
'' OK. Cusssss. " Anya menggandeng tangan Tere dengan semangat
Selesai makan, Anya dapat telepon dari ibunya. Ibunya sudah menunggu dirinya di depan gerbang. Anya akhirnya pamit dan tinggal Tere sendiri. Selesai membayar,Tere langsung pergi ke perpus. Ia rindu perpus. 2 hari tak masuk sekolah, yang paling ia rindukan dari sekolah hanyalah perpustakaan. Karena di sana ia bisa dapat ilmu dengan tenang.
Tere melirik lagi jamnya. Sudah menunjukkan angka 16.30, Ryan tak kunjung datang. Tere berharap cowok itu datang. Dengan sabar ia menunggu, meyakinkan dirinya bahwa Ryan pasti datang. Ia lanjut membaca buku. 30 menit berlalu, ia melirik jam tangannya lagi. Ia mulai kesal. Perpus akan ditutup. Ia menunggu Ryan di depan perpus. Ia masih belum percaya kalau Ryan hanya permainan Ryan. lama menunggu di sana sambil membaca buku. Ia melirik jam tangannya untuk kesekian kalinya. Menunjukkan angka 17.40. ia mulai jengkel. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang. Ia menelpon mamanya, kalau dirinya siap dijemput.
****
salam dari penulis.
tinggalkan vote dan ulasannya ya.
biar semangat lanjut ceritanya.