Flashback Part-3
Ryan Biltri. Cowok itu sengaja melakukan semuanya. Sengaja membuat Tere jengkel. Ia melakukan itu bukan berarti ia marah pada Tere. Tapi ia ingin melihat kesungguhan Tere. Ia bahkan sangat senang, dirinya di tunggu sampai jam perpus selesai. Ini semua tidak ia lakukan sendirian. 2 temannya karibnya, Brian dan Riko membantunya menjalankan ide ini. Mereka juga membantu memantau Tere agar selalu aman. Pokonya, Ryan hari ini benar-benar puas. Puas dan bangga, dirinya ditunggu Tere seharian. Ia sudah menebak reaksi Tere padanya besok. Dan, Ryan sudah siapkan cara agar Tere memaafkannya.
***
Pagi ini sangat cerah. Tere dan Anya langsung ke toilet. Begitu juga dengan murid lainnya. Hari ini hari Jumat. Mata pelajaran hari Ini hanya penjaskes. Ryan melihat Tere sedang berkemas. Ia mengurung niatnya untuk menjelaskan semuanya pada Tere. Riko dan Brian mengajaknya untuk ganti pakaian.
Jam 11.50 bel berbunyi. Tere dan Anya sedang duduk di bawah pohon pinggir lapangan. Mereka melihat murud lain sibuk bersiap untuk pulang.
"Anya, kamu pernah suka sama cowok gak?"
"Mmmm. Pernah dong."
"Siapa?" spontan Tere mendaratkan pertanyaan itu.
"Sama kak Yoga. Ketua basket di exkul. Dia juga vokalis di bandnya. Ya, ga ngarep sih bisa sama kak Yoga."
"Sejak kapan kamu suka sama kak Yoga? Kok kamu ga pernah cerita ?"
"Tere… coba lo inget-inget deh. Lo selalu sibuk belajar. Lagian lo juga ga pernah nanya sebelumnya kan? Jadi ya, gimana lo tahu." Sanggah Anya mendengar pertanyaan Tere. Tere mengangguk pelan. Anya benar. Ia jarang cerita sama dia. Sibuk sendiri.
"Jadi, kamu pernah ngobrol sama kak Yoga?"
"Ya, enggakla. Ngimpi gue kali,kalo gue bisa deket sama dia." kata Anya merendah.
"Belem dicoba kan. Lagian gue penasaran yang namaya Yoga. Lo tahu di mana dia sekarang?" tanya Tere.
"Mmm, mana gue tahu." Jawab Anya seadanya.
"Ganteng?" Mendengar pertanyaan Tere, membuat Anya menyerngit.
"Tak diragukan lagi. Dia itu ganteng, baik, idaman banyak cewek, cool, jago basket, juara kelas, wakil ketua OSIS. Pokonya perfect." Jawabnya bersemangat.
"Tapi itu hanya mimpi buat deket sama dia. gue cukup jadi penggemar rahasianya aja. Just fans" sambungnya lagi. Anya memasang muka memelas. Tere yang melihat temannya bersedih, langsung mengusap pundak sahabatnya.
"Udah, kamu gausah merendah gini. Kita kan gatau endingnya kaya apa. Manatau suatu saat nanti kamu deket sama dia. Taka da yang tak mungkin." hibur Tere.
"Gimana kemarin? Lo udah ngomong sama Ryan.?"
"Ngomong apa. Gada."
"Lah, kan lo bilang ketemuan sam adia semalam jam 4 di perpus." Anya terheran mendengar jawaban Tere tidak ada. Ada apa sebenarnya, pikirnya.
"Ada apa, Te?" Ryan ga dateng?" tanya Anya menebak. Tere mengangguk tanda mengiyakan. Ia menunduk sedih. Perlahan air matanya menetes. Itu tangisan kekecewaan Tere. Anya yang melihat Tere menangis langsung memeluk sahabatnya. Ia menenangkan Tere.
"Kok lo nangis sih. Udah udah. Kok jadi mellow gini.".
Anya sebenarnya tak terima perlakuan Ryan pada Tere. Tere itu masih polos banget dan ya, mudah kecewa. Anya harus bicara pada Ryan. Apa maksud Ryan pada Tere. Ia tak terima sahabatnya dibuat nangis karena di PHP-in. Tak diduga, Ryan, Riko dan Brian menghampiri mereka. Tere yang menyadari kedatangan mereka langsung mengusap ai matanya.
"Tere, aku mau ngomong sama kamu. Kemarin.."
"Stop Ryan. lo udah buat gue kecewa. Gue kira lo itu cowok baik-baik. Lo sama aja dengan cowok brengsek lainnya." Sanggah Anya. Brian dan Riko hands up. Tanda gamau ikut campur.
"Kami tunggu lo di kantin aja ya, Sob." Kata Brian sambil meninggalkan mereka. Riko mendekati Ryan, " selesain secara jantan" bisiknya sambil tertawa. Mereka berdua pergi. Tinggallahg Ryan, Tere dan Anya. Ryan menatap Anya begitupun dia. Kode keras agar Anya meninggalkan mereka berdua. Anya dengan berat langsung bangkit. Tapi Tere menahan tangannya Anya.
"Lo harus ngomong berdua dulu, Re." kata Anya. Tere akhirnya melepaskan tangan Anya.
"Udah, lo gosah takut. Gue ga ngapa-ngapain lo kok. Lo juga tenang aja, Nya." Ryan meyakinkan mereka berdua. Anya akhirnya meninggalkan mereka berdua. Hening. Ya, taka da yang memulai berbicara. Mungkin mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Akhirnya Ryan memecahkan keheningan.
"Lo apa kabar?" tanya Ryan pada Tere.
"Aku baik. Kamu sendiri?" tanya Tere balik.
"Gue baik. Maap kemarin gue ga nepatin janji."
"Kenapa?" tanya Tere. Tere butuh penjelasan tentang kemarin.
"Gue belum siap ngomong sama lo. Sebenarnya kemarin gue dekat lo terus. Gue ngawasin lo kok. Gue juga tahu lo nungguin gue di luar perpus. gue tahu semuanya."
Tere mengangkat kepalanya yang dari tadi terus menunduk. Ia melihat Ryan dengan wajah serius sedang menatap matanya. Tapi untuk apa Ryan melakukan ini semua. Ia bingung.
"Maafin gue ya. Gue gada maksud jahat kok. Gue juga bukan niat kejam. Gue hanya pengen lo ngerasain gimana selama ini sakitnya aku. Lo tahu kan, gue selalu berusaha buat ngomong sama lo, Re. Lo itu sebenarnya kenapa sih?"
Tere menatap mata Ryan. Ia bahagia saait ini. Belum pernah sebahagia ini setelah kepergian papanya. Tere tersenyumke arah Ryan. Ryan membalasnya. Hatinya tenang saat ini. Ia tak berhenti menatap gadis yang ada di depannya itu. Ia sangat rindu pada Tere. Setahun ia menunggu saat seperti ini. Ia bersyukur. Bisa menaklukan Tere pada akhirnya.
"Makasih ya, kamu udah nolongin aku. Maaf juga ga datang jenguk kamu." Tere meminta maaf pada Ryan.
"Apaan." Jawab Ryan cool.
"Ya, aku kan belum ada minta maaf sama kamu. Kamu nolongin aku dari gerombolan anak nakala itu."
"Dulu juga gue pernah kayak mereka." Ryan mengenang masa lalunya.
"Ia tahu" Tere langsung menutup mulutnya. Ia keceplosan. Ryan tertawa puas. Ternyata Tere cari tahu tentang dirinya.
"Ga lucu." rengek Tere.
"Membekunya jangan lama-lama. Setahun itu lama. Ga bosan membeku mulu?" ledek Ryan.
"Yang membeku siapa? Aku biasa aja kok.?" Tere menyangkal.
"Besok lo kemana? Temenin gue main basket, mau ya?" pinta Ryan.
"Emang besok ada tanding?"
"Ada. Kakak kelas nantangin." Jawab Ryan.
"Kelas berapa?"
"IX-A. Kenapa?" tanya Ryan.
"Ya, gada. Yaudah. Ntar aku ajak Anya juga."
"Yaudah. Yuk ke kantin bareng. Kayaknya mereka nungguin kita di kantin." Tere mengangguk. Mereka pergi barengan ke kantin. Benar dugaan Ryan. Anya, Riko, dan Brian ada di sana.
"Cie…cie…. Ada pasangan baru nih. Awehhhhh." Brian heboh. Bukan Ryan kalo ga heboh.
Anya tertawa. Riko dan Brian juga ikut tertawa. Tere dan Ryan hanya tersenyum. Ryan mempersilahkan Tere duduk.
"Cie, yang udah jadian" ejek Anya pada sahabatnya. Tere menyiku lengan Anya.
"Siapa yang jadian." Tere bicara seadanya.
"Oh belum." Kata Anya tersenyum.
***
Tere dan Anya menjadi dekat dengan Ryan dan kawan-kawan. Tere bersyukur. Semua hal buruk yang ada dalam pikirannya tak terjadi. Ryan sangat baik padanya. Semua berjalan dengan baik.
"Hari ini temenin gue nonton basket yuk." Tere mengajak Anya.
"Mau lihat Ryan main?" Anya langsung nyerocos to the point. Tere mengangguk.
"Emang lawan siapa?" sambung Anya lagi.
"IX-A" jawab Tere singkat sambil mengemas bukunya ke dalam tas.
"Wat,,gue ga salah denger? Ryan bakal tanding sama kelas IX-A? Lo yakin?" tanya Anya tak percaya.
"Lah, emang kenapa? Ada yang salah? Kamu ga percayain tim kelas kita?" Tere bertanya balik karena tak mengerti maksud Anya.
"Tere, mereka itu tim unggulan dari sekolah ini. Lo inget yang gue certain kemarin? Tentang kak Yoga. Dia itu kelas IX-A. Mereka tinggi semua dan udah pada agli basket. Ryan yakin mau lawan mereka?" Anya tak yakin dengan lawan mereka nanti. Tidak dengan Tere. Tere malah semakin penasaran apa hasil yang akan didapat tim Ryan saat dirinya disana mendukung Ryan. Tere tersenyum kecil. Anya mengangkat alisnya.
"Lo ngapain senyum jaim gitu. Gue serius Tere."
"Ya bagus dong kalau lawan mereka jago. Itu artinya tim kita berani ambil resiko. Udah, kamu percaya aja sama tim kita nanti. Aku yakin, pasti menang." Tere meyakinkan Anya yang dari tadi hanya geleng kepala tak yakin melihat pertandingan nanti.
"Hei." Ryan mendatangi bangku Tere.
"Hei." Jawab Tere sambil tersenyum.
"A elahh. Lo nyapa Tere doang? Bisa sakit gue lama-lama." Anya memasang wajah jengkel. Tere dan Ryan hanya tersenyum.
"Woi.." Riko dan Brian mengejutkan mereka semua. Mereka ikutan nimbrung.
"Gimana, kalian udah siap lawan mereka nanti?" tanya Tere.
"Harus siap dong. Apalagi kamu ikut semangatin. Pasti nanti menang." jawab Ryan bersemangat.
"Hehh. Ntar dulu ya. Nanti dulu bilang menangnya. Ntar kalah, sakit tahu." Umpan Anya yang sedari tadi terus meragukan timnya.
"Lu gimana sih, Anyakkkkk. Masa larang timnta buat optimis. Pesimis lu." Sanggah Brian.
"Masalahnya tim yang kalian lawan ini beraaaat Brian. Jadi wajar, gue ga yakin sama kalian." Anya membuat Brian kesal.
"Udah ah. Kok malah berantem sih. Yang jelas, kita usahakan main yang terbaik. Oke." Ryan menenagkan mereka.
"Setuju." tambah Tere mantap.
"Hmmmm.. Oke. Jam berapa nih, mainnya?" tanya Tere.
"Janjinya jam 2." Jawab Riko. Tere melirik jam tangannya. Sekarang jam 1.45.
"Guys, 15 menit lagi. Kita udah bisa ngumpul ke lapangan." Tere mengingatkan.
"Ia, betul. Kuy pergi sekarang" ujar Brian bersemangat.