Flashback Part-5
Mereka tiba di rumah sakit di mana ibu Riko dirawat. Yap, mereka berempat memutuskan untuk menjenguk ibu Riko ke sana sepulang sekolah tadi. Riko hari ini ga masuk kelas. Itu yang membuat mereka khawatir.
Brian langsung ke meja administrasi, sedangkan Ryan dan lainnya duduk di ruang tunggu. Tak lama kemudian, Brian menghampiri mereka.
"Lantai 4, ruang D19" Brian langsung memberitahukan di mana ibu Riko dirawat.
"Yaudah yuk. Langsung ke sana" ajak Anya dengan wajah khawatir.
"Yan, bantuin bawa buahnya ya. Gue mau ke toilet dulu. Kalian duluan aja. Nanti gue nyusul." Kata Ryan
"Yaudah. Kita luan yak." Jawab Brian.
Anya, Tere, dan Brian langsung menuju lift. Sesampainya mereka di lantai 4, mereka langsung berpencar mencari ruangan D19.
"Guys, di sini." Anya menemukan ruangannya. Brian membuka pintu dengan perlahan. Dia masuk diikuti Anya dan Tere. Riko yang menyadari kehadiran sahabat- sahabatnya langsung menyambut mereka. Brian langsung memeluk sobatnya itu. Seketika tangis Riko pecah. Tere dan Anya ikut nangis melihat ibu Riko yang terbaring dan terlihat selang sana-sini.
Sebagai sobat yang baik, Brian gamau ikut bersedih. Ia berusaha menghibur sobatnya itu.
"Kita sama -sama berdoa, Ko. Kita gab oleh putus asa." Kata Brian menguatkan Riko.
"Gada harapan, Sob. Nyokap gue ga sanggup lagi. Ini salah gue. Harusnya gue nemanin dia dari awal." Riko terus menyalahkan dirinya.
"Kamu ga salah kok. Ini semua udah terjadi. Jadi kita berdoa, semoga ibumu cepat sembuh." Tere menyemangati Riko.
Mereka duduk dan berbincang. Brian berusaha cari bahan yang bisa membuat Riko tertawa. Dan, berhasil. Entah sejak kapan Brian jadi rumoris seperti ini. Yang jelas, Riko tertawa mendengar cerita sobatnya itu.
Sudah hampir 3jam mereka menemani Riko, sekarang jam 18.15.
"Oh ya, Ryan mana?" Riko mencari Ryan yang sedari tadi ia tak melihat Ryan bersama mereka.
"Ia nih. Tadi katanya tuh anak mau ke toilet. Tapi sampe sekarang kagak nongol-nongol." Jawab Brian.
"Udah ditelpon?" tanya Riko lagi.
"Belom"
"Yaudah, aku telpon dulu." Tere mengambil hape dalam tasnya. Ia langsung menelpon Ryan. terdengar suara telepon menyambungkan. Tapi ga diangkat. Tere menelponnya lagi, dan gak diangkat juga.
"Bocah itu kemana sih" gerutu Anya.
"Yaudah deh. positif thinking aja. Mungkin dai ada urusan." Tere berusaha mencairkan suasana lagi.
"Ia lo bener." sambung Brian
"Oke. Kayaknya kita udah bisa cabut deh. udah jam 18.30. Entar kemalaman," Anya bermaksud untuk pamit sama Riko.
"Oh iya. Makasih ya. Kalian udah baik banget jenguk nyokap gue." Riko berterima kasih pada mereka.
"Kamu besok masuk kan? Kita minggu depan kan ujian semester. So, datang ya besok. Banyak tugas soalnya." Tere mengingatkan Riko buat datang ke sekolah.
"Oke, Re. besok gue masuk."
"Oke, kita cabut dulu ya." pamit Brian.
"Oke, makasih guys…"
"Sama-sama. Semangat ya, Bro."
"Siap"
Mereka pun akhirnya pergi meninggalkan Riko dan ibunya. Tere masih kepikiran dengan Ryan. Ia penasaran, Ryan pergi ke mana.
"Re, gue duluan yak. Bokap gue dah jemput di lobby." Anya mau pulang duluan.
"Ohh, yaudah. Hati-hati ya, Nya." Jawab Tere.
Anya pun pergi meninggalkan Tere dan Brian. Brian mengantar Tere pulang.
******
"Sob, lo ke mana kemarin. Lo bilang mau susulin kita." Brian langsung menyambar Ryan yang baru duduk di bangkunya.
"Sorry, gue ada urusan, Sob." Jawab Ryan seadanya.
"Setidaknya lo ngabrin kita kek. Malah main ilang gitu aja. " sambung Brian lagi.
Brian mungkin masih kesal karena Ryan pergi tanpa memberi tahu pada mereka. Dan, saat itu juga tak tepat, karena mereka sedang jenguk Ibunya Riko.
"Udah ahh. Ngapain dipermasalahkan?" Tere melerai mereka berdua.
Anya sedari tadi duduk di bangkunya tanpa ada ikut nimbrung. Tere menghampiri sahabatnya itu.
"Nya, kamu kenapa? Kok ga ikut nimbrung?" tanya Tere antusias.
"Gue masih kepikiran tentang kondisi ibunya." Jawab Anya dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Udah. Kita berdoa yang terbaik buat ibunya. Jangan berpikir aneh-aneh. Udah ya.." Tere memberi semangat pada sahabatnya itu. Tere yakin, ibunya Riko pasti sembuh.
Seketika tangis Riko pecah. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia tak menyangka, Ibunya akan secepat itu meninggalkannya. Ia tak siap menerima ini.
"Dok. Tolong ibu saya, Dok." Ia bersujud pada dokter itu dengan suara yang sangat parau. Hampir tak terdengar.
"Maaf, Nak. Ibumu sudah tidak tertolong lagi. Mohon ditabahkan hatinya. Saya permisi dulu." Dokter itu pergi meninggalkan Riko dan tantenya.
"Sudah, Sayang. Kamu harus terima ini dengan lapang dada. Ibumu udah tenang dan udah sembuh di sana. Ini semua rencana Tuhan. Kita gak akan pernah tahu, kapan ajal kita dijemput." Tante Ririn menghibur Riko yang masih terus menangis di lantai. Ia takt ahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Ia sangat tidak siap meneriama cobaan ini. Selama ini, hany ibunya yang ia punya. Ayahnya sudah lama meninggal. Sekarang ia menjadi yatim piatu. Gada pilihan, ia harus tinggal dengan tantenya.
**
Tere terus mengusap punggung Riko. Riko terus menangisi makam ibunya. Ibunya dimakamkan disamping makam Ayahnya. Riko terus menangis dan mericau.
"Udah, Ko. Lo harus ikhlas. Ntar nyokap lo sedih di sana." Brian berusaha memberi membuat sahabatnya itu ikhlas.
"Cuman mereka yang gue punya, Sob." Jawab Riko.
"Lo kan masih punya kita. Lo bisa hubungin kita kapan aja lo mau. Lo gak sendiri kok." Anya langsung menyambung perkataan cowok itu.
"Ia, kamu masih punya kita kok." Tambah Tere.
"Makasih ya guys." Mereka berlima berpelukan. Tinggal mereka yang ada pemakaman itu. Tante Ririn menunggu mereka di parkiran.
Ryan merangkul pundak Tere yang sedari tadi juga menangis.
"Kamu ga boleh ikutan sedih. Ntar Riko makin sedih." Bisiknya ke telinga Tere.
"Hehhhh. Apaan kalian rangkulan segala."Anya tak sengaja melihat Ryan merangkul Tere. Dan berbisik.
"mmmm, Gada kok." Tere langsung menarik tangan Ryan dari pundaknya.
Seketika mereka tertawa melihat Tere wajahnya memerah.
"Ada kemajuan ya Sob?" tanya Riko yang tak menangis lagi.
"Ntah ni. Gue digantungin mulu." Jawab Ryan apa adanya.
"ihhhh, apaan sih digantungin. Emang pakaian digantung-gantung." Tere membantah perkataan Ryan.
"Hadeh. Polos banget anak orang. Sekarang hati juga udah bisa digantungin loh." Brian tertawa pada Ryan.
"Kalian kapan jadian? Kita sekarang udah kelas IX nih. Ntar lagi tamat" Riko mengingatkan Ryan dan Tere.
"Gue sih mau aja. Tanya yang di samping gue nih" Tere langsung melotot pada Ryan.
Mereka tertawa di sana. Riko sudah mengikhlaskan ibunya. Ia yakin ia tidak sendirian. Ia masih punya teman yang bakal terus ada buatnya.