Flashback Part-3
Tere tak sabar melihat Ryan main. Ini pertama kalinya ia nonton pertandingan basket. Selama ini yang ia tahu hanya rumah, sekolah dan perpus. Dia habiskan waktu untuk belajar. terlihat di sana kedua tim bersiap untuk tanding. Tere yang bersemangat tidak dengan Anya.
"Kamu kenapa, Nya. Kok kelihatan bingung gitu." Tere menyelidik.
"Iya. Gue bingung mau dukung tim kita atau tim mereka."
"Maksudnya? Ya jelas kamu harus dukung tim kita dong." Tere bingung mendengar pertanyaan sahabatnya yang menurutnya itu konyol.
"Ya, lo tau kan. Gue suka sama Yoga. Liat deh. yoga semangat banget." Anya melihat Yoga yang sedang melakukan pemanasan bersama timnya.
"Hmmmmm. Aku paham. Tapi, Anya. Saat ini yang menjadi lawan dia itu kan kelas kita. Jadi kamu dukung temen kita lah. Masa karena suka, kamu sampingkan pertemanan." Tere meyakinkan Anya. Anya mengangguk dan memahami perkataan Tere. Teman nomor 1. Oke, ia ngerti maksud Tere.
…
Ini sudah memasuki babak ke 4. Tim Rian ketinggalan 4 point dengan skor 24-28. Tere mulai gelisah. Ia terus memerhatikan Ryan bermain. Ryan merupakan pemain yang di andalkan dari kelasnya, terus berusaha mengejar skor. Anya melihat kekhawatiran Tere.
"Apa gue bilang. Lawan mereka itu bukan sembarang lawan. Gue dah lama tau, kak Yoga itu pemain basket terhandal di sekolah kita." ucap Tere membuat Tere makin down.
"Tapi aku yakin kok. Tim kita pasti menang." Jawab Tere tetap optimis.
Tere kasihan melihat Ryan. Ryan tampak sudah berusaha semaksimal mungkin. Waktu tinggal sekitar 5 menit lagi. Brian juga berusaha mengambil bola dari lawan dan mengopernya kepada Riko. Riko mengoper bola ke Ryan agar Ryan yang menembakkan bola ke ring. Tapi, mereka kesusahan. Yoga selalu berhasil menghalangi Ryan untuk melakukan jump shot. Yoga langsung men-dribble bola ke daerah ring tim Ryan. Dari jauh, Yoga udah ngambil ancang-ancang buat nembak bola ke ring. Dan ya, bola Yoga masuk dengan cantik.
Skor sudah 24-32 dengan tim Ryan yang ketinggalan. Tere ters berharap agar timnya menang. Ga sengaja, mata Tere dan Ryan bertemu. Tere tiba-tiba salah tingkah. Hatinya tiba-tiba panas. Melihat tingkah Tere yang salting, Ryan hanya melempar senyum ke Tere. Tere membalas senyuman cowok itu.
Permainan dilanjut setelah waktu istirahat habis. Waktu 2 menit lagi. Skor 28-32. Ketinggalan 4 point. Permainan kian memanas karena skornya hampir imbang. Terdengar suara sorakan anak lain yang juga sedang menonton pertandingan ini. Ada yang mendukung tim IX-A dan ada yang mendukung timnya. Kebanyakan mendukung tim lawan. Mungkin karena Yoga udah terkenal sebagai pemain terbaik. Tanpa disangka, Ryan berhasil mencetak 2 point. Banyak pemain bersorak. Karena ini sudah menit terakhir permainaa. Brian terus mengejar dan merebut bola. Begitu juga pemain lainnya. Ryan terus siaga menerima bolah yang dioper ke arahnya dan langsung melakukan jump shot. Imbang. Skor 32-32. Tere tak sengaja meneriakkan nama Ryan. Ryan yang mengenal suara teriakan namanya itu, tersenyum dan kembali bersemangat. Terlihat di sana Yoga marah-marah kepada timnya. Tampak dari wajahnya kekecewaan. Kesempatan seperti inilah diambil Ryan agar timnya tetap kompak.
Benar saja. Tim Ryan menang unggul 2 skor. Semua pemain bersorak. Yoga datang menghampiri tim Ryan ikut dengan pemain lainnya, memberi salam. Yoga memasang wajah geram kepada Ryan. Ryan yang melihat hal itu, menanggapinya biasa saja.
Tere dan Anya langsung menghampiri tim mereka. Tere senang sekali melihat usaha Ryan dan kawan-kawan. Anya juga ikut senang. Ini di luar ekspektasinya.
"Kalian keren" puji Anya pada mereka.
"Apa aku bilang. Mereka pasti menang." kata Anya setengah kesal kepada sahabatnya itu.
"Ia deh. gue ngaku salah." Jawab Anya pada Tere.
"Ahahaha. Jadi Anya sepelein kita nih? Tanya Brian sambil mencoleh pipi Anya.
"Ihhhh, apaan sih pegang-pegang. Jorok…!" Anya mengusap pipinya bekas colekan Brian.
"Oh iya. Tadi gue denger ada yang teriakin nama gue pas lagi main. Siapa ya?" tanya Ryan pura-pura tak tahu. Muka Tere langsung memanas.
"Oh.. itu Tere" jawab Anya sengaja agar sahabatnya itu malu. Tere langsung memukul kecil lengan Anya.
"Re, makasih ya. Udah mau semangatin au pas di lapangan tadi. Jujur, gue seneng banget dengernya." Kata Ryan yang membuat Tere kian malu.
"Yak an sebagai satu tim, ya harus dukung timnya." Jawab Tere.
"Bacot" sanggah Anya.
"Riko, kok lo diem aja.?" Tanya Ryan yang memerhatikan Riko sedang beres-beres berkemas.
"Ia guys. Gue cabut duluan ya. Gue barusan dapat kabar, nyokap gue masuk ke RS." Jawab Riko sambil memberi salam ke teman-temannya.
"Kambuh lagi, Ko?" tanya Brian.
"Ia nih mungkin. Gue cabut ya guys."
Ibu Riko memang sudah lama mengidap asma. Riko sering menceritakannya ke Brian. Tak tahu kapan ibunya akan sembuh. Yang jelas ibunya sudah ketergantunan obat. Dan setiap kambuh, langsung dibawa ke RS.
****