Chapter 33 - Revan

Seorang gadis tampak menyenderkan tubuhnya, dan menyandarkan dirinya pada sofa empuk yang berada di ruangan itu.

Lima menit !

Sudah lewat, pikir gadis itu saat memerhatikan jam yang melingkar di tangannya.

Sejenak ia memutarkan maniknya malas. Ia tahu sang ayah pastilah sibuk, dan selalu mementingkan pekerjaannya itu.

Berhubung rasa kesal nya telah mencapai batas klimaks pada tubuhnya, ia pun memilih untuk memejamkan manik nya itu, dan berusaha melupakan kejadian yang terjadi pada hari ini.

Anggap saja hari yang cukup membuat hati nya lelah karena rasa kesal ini seolah tak ada.

Lambat laun Kylie benar benar jatuh tertidur di sofa itu. Ia memang cukup lelah memikirkan khayalan khayalan atau pun dugaan semata mengenai anggapan Daniel tentangnya.

"Selesai," ucap pria paruh baya yang masih berada di meja singgasana nya.

"Ky—"

Baru saja pria paruh baya itu hendak berbicara dengan Kylie, manik pria paruh baya itu menangkap posisi Kylie yang tengah tertidur pulas di posisi nya.

"Ah ... rupanya kau tertidur," ujar Pria paruh baya itu yang tak lain adalah ayah dari Kylie sang walikota.

***

Seperti apa yang di katakan sebelumnya, maka kini Jenni telah berada di apartemen milik Daniel.

Gadis itu tak berbohong atas perkataan nya bahwa ia benar benar memastikan Daniel hingga berada di apartemen miliknya.

Jujur saja ada rasa kekhawatiran yang Jenni rasakan mengenai kekasih nya itu, terlebih ia saat ini tahu bahwa kekasihnya itu workholic, dan sedikit susah membuat nya tidak untuk mengerjakan pekerjaannya terlebih dahulu agar dapat memulihkan kondisi tubuhnya.

"Baiklah, aku akan pulang sekarang, karena kurasa saat ini Bang Daniel sudah benar benar berada di apartemen," ujar Jenni sambil menganggukan kepalanya pelan.

Daniel memutarkan maniknya malas, sambil menggelengkan kepala nya pelan.

Oh ayolah tak bisakah kekasih nya itu bersikap biasa saja seperti biasanya?

Daniel bukan anak kecil!

"Sayang, tak bisakah kau menganggap ku sebagai lelaki biasa yang normal, dan di perlakukan seperti biasanya? Aku bukan anak kecil," cicit Daniel dengan manik nya sendu menatap Jenni.

Jenni menghela nafasnya pelan. Ia tak pernah bermaksud memperlakukan Daniel layaknya anak kecil, seperti yang kekasihnya itu katakan, melainkan karena rasa sayang nya yang melimpah pada pemuda itu, menjadikan naluri dirinya yang membuatnya seperti itu.

"Maaf, aku tak bermaksud demikian, hanya saja aku mengkhawatirkan kesehatanmu," ujar Jenni jujur sambil menggenggam tangan kekasihnya itu.

Seulas senyuman kini terpatri di wajah tampan Daniel, dan tak lama ia mengusap pipi gadis itu.

Sejujur nya ia tahu Jenni melakukan hal hal kecil itu nyatanya untuk kebaikan dirinya, hanya saja Daniel ingin mengungkapkan apa yang ia rasakan, ia tak ingin adanya keganjalan yang ia rasakan pada Jenni, sebab ia menginginkan hubungan yang transparan dengan kekasih nya itu.

"Tidak apa apa, aku hanya mengungkap kan apa yang aku rasakan, hanya itu, tak lebih," ujar Daniel lembut, yang di balas dengan anggukan kepala.

"Kau tak ingin minum dulu? Aku akan membuatkannya untukmu," ujar Daniel.

Sejenak Jenni terdiam dan menimbang dengan baik.

"Baiklah, aku akan menerima jamuan mu, dan setelah itu aku pulang," lirih Jenni pada Daniel.

.

.

Jenni menikmati minuman coklat hangat dengan dua marshmallow di dalam nya.

"Enak?"

Jenni berdengung pelan dan menganggukan kepalanya cepat. Ia sungguh menikmati minumannya itu, bahkan terlihat sekali wajah nya berseri seri dengan minumannya itu.

"Ah ... aku tak tahu bang Daniel ternyata sangat ahli membuat minuman coklat seperti ini," ujar Jenni senang.

Hatinya kian menghangat dengan minuman yang berada di genggamannya itu.

Refleks tangan Daniel mengusak rambut Jenni pelan, sambil tersenyum lepas.

"Hanya kau saja yang merasakan coklat buatanku ini," ujar Daniel.

"Benarkah?!" pekik Jenni.

"Hng, tentu saja, aku malas membuat yang lain, berhubung kau orang istimewa untukku jadi kau pengecualian," ujar Daniel.

Seulas senyum cantik terpatri di wajah Jenni. Sungguh kata kata Daniel membuat hatinya terenyuh. Ia sangat senang mendapat perlakuan kekasih nya yang seperti itu.

***

Seorang pria tua tampak sedikit gelisah mengingat akan perjanjian dengan pemimpin perusahaan K'D Corporation Company.

Satu hari lagi!

Dada nya kian terasa sesak, memikirkan beban moral atau pun perilaku cucunya yang bisa di bilang tak tahu diri seolah tak memahami situasi nya yang kian terhimpit.

Tak sadarkah cucunya bahwa ia berada di ujung tombak?

Perusahaan yang dia dirikan bertahun tahun haruskah mengalami kehancuran secara menyeluruh hanya karena sang cucu yang masih enggan meminta maaf ?

Jari pria tua itu mengambil handphone nya mencoba kembali menghubungi cucunya yang tiba tiba saja menghilang tanpa jejak, bahkan beberapa suruhan yang ia perintahkan mencari cucunya itu tak menunjukkan tanda tanda bahwa mereka menemukannya.

"Revan kembalilah ! Tak bisa kah kau sekali saja membuat kakek tenang akan ulahmu?" lirih pria tua itu yang akhirnya memilih untuk terduduk di bangku singgasana nya yang berada di ruangan yang di dominasi dengan warna monokrom.

Pria tua itu hampir diambang keputus asaannya akan cucunya semata.

Putranya telah tiada, untuk itu selama ini dialah yang merawat cucunya yang sebenarnya sangat ia sayangi.

Namun diluar dugaan cucunya nyatanya telah mengecewakannya, dan bisa di bilang membohonginya, sekaligus memanfaatkan apa yang ia miliki.

"Aku tak pernah mengajarimu seperti itu Rev,"

——-

Leave a comment and vote