Chereads / SEBUAH NODA / Chapter 11 - PEMAKSAAN BERBALUT PERJANJIAN

Chapter 11 - PEMAKSAAN BERBALUT PERJANJIAN

Aku terbangun saat jam menunjukan pukul 08:00. Hari ini adalah hari pertamaku tidur di bekas kamar pak Handoko dan bu Verona. Kamar yang akan menjadi kamarku selamanya. Kamar ini sama seperti kamar Tiara. Hanya saja ukuran ranjangnya lebih luas. Tunggu! Bagaimana keadaan Tiara?

Aku langsung bangun dan berlari menuju kamar Tiara. Ku buka pintu kamar Tiara dengan kasar. Disana ada Tiara dan Kevin. Kevin duduk di sisi Tiara yang masih belum sadarkan diri. Itu tertanda dari posisinya yang masih sama seperti terakhir kali aku meninggalkannya.

Aku panik. Tentu saja. Segera kusentuh pergelangan tangannya untuk mencari denyut nadinya lagi. Syukurlah, denyutnya sudah tidak selemah kemarin. Nafasnya pun juga sudah terdengar teratur. Ku dengarkan detak jantungnya, ternyata ritmenya masih sama. Hanya saja sekarang frekuensinya lebih cepat. Aku yakin, Tiara akan segera sadar.

"Kak Tiara kenapa? Apa yang sudah terjadi padanya?" Suara Kevin menggema. Dan aku bingung harus menjawab apa.

"Kak Tiara jatuh dari tangga." Entah aku mendapat wahyu darimana, yang jelas alasan itu cukup masuk akal untuk diberikan kepada anak seukuran Kevin.

"Benarkah? Bagaimana bisa? Apakah kak Tiara kurang hati-hati?" Kevin dan pertanyaanya benar-benar merepotkan.

"Mungkin. Namanya juga kecelakaan." Jawabku seadanya.

"Kecelakaaan? Tapi dia masih hidupkan? Kak Tiara tidak akan meninggalkan? Kak Tiara tidak akan meninggalkanku kan? Kak Tiara tidak mati kan?"

Aduh aku salah bicara. Kevin sepertinya trauma dengan kata 'kecelakaan'.

"Hei! Kak Tiara akan sadar. Tidak perlu takut. Kak Tiara juga akan baik-baik saja. Tenanglah."

"Hari ini aku akan kembali ke asrama. Tapi kakak malah sakit. Bagaimana bisa aku meninggalkannya?"

"Kau akan kembali hari ini? Kenapa cepat sekali?"

"Besok ada ujian semester. Aku harus kembali, agar aku bisa mendapat nilai bagus. Dan membuat mama sama papa bangga padaku di surga sana. Tapi ternyata kakak sakit_"

"Jangan khawatir, aku akan menjaga kak Tiara." Aku berusaha menenangkannya.

"Benarkah?" Pertanyaan Kevin ku jawab dengan anggukan.

Selain anak yang manis. Aku baru tahu kalau Kevin juga anak yang baik. Hatinya terlihat bersih. Benarkah anak ini akan dimanfaatkan oleh pak Handoko di masa depan? Ah sudahlah! Untuk apa aku masih memfikirkan itu.

"Kau belum makan kan? Ayo kita cari makan!" Ajakku.

"Tapi Kak Tiara_"

"Kita juga akan membelikan makanan untuk kak Tiara. Supaya nanti kak Tiara cepat sembuh."

Kevin pun dengan cepat menyetujui rayuanku.

~oo0oo~

Aku tidak hanya membelikan Kevin sarapan. Tapi aku juga membelikannya berberapa mainan dan peralatan sekolah. Seperti tas baru, sepatu baru, berberapa buku yang bergambar karakter favoritnya, serta berberapa bacaan eksklopedia untuk anak-anak. Kevin terlihat bahagia. Dia terlihat senang. Sangat senang.

Kami pun mulai akrab. Ternyata jika sudah akrab, Kevin adalah anak yang susah diminta untuk diam. Dia banyak bercerita. Mulai dari teman-temannya sampai tentang Tiara. Dari cerita Kevin aku menyadari, Tiara sangat menyanyangi Kevin. Lalu, kenapa waktu itu Tiara tidak menyanyangiku?

Kami pun pulang tepat saat jam menunjukan pukul tengah hari. Saat, kami membuka pintu rumah yang terkunci, disana sudah ada Tiara yang duduk manis di ruang tamu. Tiara yang melihat Kevin pun langsung memeluk anak itu dengan air mata yang berderai. Sepenting itukah Kevin untuk Tiara?

Kevin pun memberikan Tiara sebungkus makanan dengan menu yang dipilihnya sendiri. Setelah itu, ia bercerita padanya tentang perjalanan kami. Dia bercerita dengan begitu semangat, begitu ceria serta begitu gembira. Di dalam ceritanya, Kevin seolah-olah menceritakanku sebagai seorang pahlawan.

"Kevin masuk kamar dulu ya! Ada yang ingin kak Tiara bicarakan dengan kak Rio. Ini masalah orang dewasa." Pinta Tiara pada Kevin. Kevin pun terlihat kecewa dengan permintaannya. Tetapi anak itu tetap mengikuti apa yang Tiara minta. Dia pun menuju ke kamarnya.

Saat pintu kamar Kevin tertutup, saat itulah aku juga ikut beranjak untuk menuju kamarku.

"Tunggu! Aku masih ingin bicara denganmu?" Cegah Tiara dengan lantang. "Apa yang sudah kau lakukan pada Kevin?"

"Aku hanya melakukan kebaikan. Apalagi?" Jawabku tanpa menghentikan langkahku.

"Kita harus bicara, Satrio!"

"Aku harus istirahat, Tiara. Nanti sore aku harus mengantar Kevin ke asrama."

"Kevin akan kembali ke asrama? Hari ini?" Tiara sepertinya bertanya pada dirinya sendiri.

"Iya." Kuhentikan langkahku untuk menjawab pertanyaannya. "Dia akan kembali ke asrama hari ini. Sebab, besok dia ada ujian. Dan jangan khawatir, aku akan mengantarnya dengan selamat."

"Siapa yang mengijinkanmu?"

"Aku tidak membutuhkan ijin siapapun, Tiara. Termasuk dirimu." Balasku sambil menutup pintu kamarku.

~oo0oo~

Aku sangat yakin, Tiara pasti sangat amat tidak rela membiarkan Kevin pergi denganku. Itu sebabnya, tadi dia begitu ngotot ingin ikut. Tapi syukurlah, Kevin sendiri yang melarangnya. Kevin bilang Tiara harus istirahat, karena dia masih sakit. Alhasil, Tiara mengijinkan kami pergi dengan wajah yang terlihat dongkol juga semrawut.

Dan sekarang disinilah kami, di asrama Kevin. Kami sudah sampai sekitar setengah jam yang lalu. Aku mengantar Kevin sampai masuk ke dalam kamarnya. Sebab, Dia membawa banyak sekali barang. Tidak mungkinkan aku membiarkannya membawa barangnya sendiri secara sendirian. Padahal akulah penyebab utama kenapa barang-barang Kevin bertambah.

Setelah memastikan bahwa semua kebutuhan Kevin sudah terpenuhi dan kulihat Dia sudah membaur dengan berberapa temannya. Barulah aku lega untuk meninggalkannya. Entahlah, kenapa ada perasaan tidak rela saat meninggalkan Kevin sendirian. Meskipun, disini dia tidak benar-benar sendirian.

Aku pamit pada Kevin. Sebelumnya, aku sudah mencium kening dan kedua pipi gembulnya. Pastinya, dia protes akan kelakuanku. Dia tidak mau dipandang sebagai anak kecil. Tapi aku tidak peduli, dia terlalu imut untuk tidak digoda.

Kemudian, aku menuju mobilku untuk pulang. Pulang ke rumah Tiara yang sekarang menjadi rumahku.

Aku sampai dirumah sekitar pukul 18.30. Setelah memasuki rumah, aku tidak menemukan keberadaan Tiara. Aku pun mencarinya disetiap sudut rumah. Tetapi aku malah menemukannya di taman belakang rumah ini. Tepat di bawah sebuah pohon. Dan pohon itu adalah pohon persik. Pohon yang aku tanam sepuluh tahun yang lalu.

Untung saja pohon itu adalah pohon persik. Jika itu pohon mangga atau pohon beringin, pasti aku akan mengira kalau Tiara adalah mahluk astral. Ayolah, ini masih waktu magrib. Waktu pertukaran antara manusia nyata dan manusia jadi-jadian. Sebenarnya apa yang sedang ia lakukan disana?

"Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan disana?" Tanyaku dengan lantang. "Kau seperti orang gila yang terlihat sangat bodoh, Tiara!"

Tiara menoleh padaku dengan tatapan begitu tajam. "Aku memang orang gila, Satrio. Dan aku juga orang bodoh. Aku gila karena aku tinggal satu atap dengan pemerkosaku. Aku juga bodoh, karena tidak segera melaporkan perbuatanmu."

"Kau ingin melapor?" Jujur aku takut dengan ancamannya. Aku segera belari untuk mendekat ke arahnya. Kemudian kudorong kasar tubuhnya, sehingga badan Tiara terhimpit pohon persik dan aku. "Awas saja kalau kau melakukan itu!" Ancamku dengan marah. "Kalau kau sampai melakukan itu, maka aku akan membuat hidup Kevin dalam bahaya."

"Heh! Kau tidak berubah ya, Satrio? Selalu menggunakan ancaman dan perbuatan kasar untuk mengendalikan seseorang. Ternyata kau benar-benar manusia rendahan."

"TIARA!" Ku tekan kuat tubuhnya ke arah pohon, agar punggunggnya merasakan keras dan kasarnya kulit pohon persik. "Jangan memancing emosiku, Tiara. Jangan membuatku melakukan perbuatan kasar."

"Cuih!" Tiara meludahiku lagi. Refleks aku segera mempersiapkan tanganku untuk memberikannya tamparan.

"TAMPAR AKU!" Lantang Tiara saat mengetahui aku hendak menamparnya. "Tampar aku! Dan lakukan apa yang sudah kau lakukan seperti kemarin malam! Wahai tuan Satrio yang terhormat."

Aku menarik nafasku. Berusaha mengendalikan emosiku. Kemudian, tanganku mulai mengepal. Kulayangkan kepalan tanganku itu ke sisi pohon persik yang hanya berjarak berberapa mili dari pipi kiri Tiara. Tiara pun terlihat shock, takut dan terkejut atas perbuatanku.

"Kau memang wanita jalang, Tiara." Ucapku. Kemudian, aku segera pergi dari sini. Agar aku tidak membahayakan hidupnya untuk kedua kali.

"AKU MAU MENJADI PELAYANMU!" Teriak Tiara saat aku hendak mencapai pintu belakang untuk memasuki rumah. "Akan aku turuti semua permintaanmu. Akan aku lakukan apa maumu. Asal jangan libatkan Kevin dalam urusan kita. Dan kau juga harus menjamin, kalau hidup Kevin akan bahagia."

Aku berbalik, memandangnya dengan tatapan nyalang. "Kenapa Kevin begitu berarti untukmu? Dia hanya adik angkatmu kan?"

"Dia tetap adikku. Meskipun hanya adik angkat. Hal itu, tidak akan merubah rasa sayangku padanya."

"Kalau begitu, aku juga masih tetap kakak_"

"Aku tidak memiliki kakak bajingan seperti dirimu, Satrio. Jangan terlalu berharap!"

Kenapa kata-kata Tiara selalu membuat emosiku terbakar dengan sangat mudahnya. Aku mengepalkan tanganku kembali dengan sangat kuat. Berharap agar aku tidak berlari kesana, kemudian memberikan pukulanku padanya.

"Baiklah kalau begitu." Aku bersuara sambil menahan amarah yang membara. "Mulai besok, kau akan jadi pembantu di rumah ini. Dan juga, menjadi budak seksku. Kau harus memenuhi nafsuku, kapan pun aku mau!" Perintahku sebelum pergi meninggalkannya.

Aku segera menuju ke kamar. Untuk meluapkan segala emosiku disana.

~oo0oo~

Pagi ini aku terbangun karena mencium sebuah aroma masakan yang begitu menggoda. Setelah itu baru aku ingat, kalau hari ini aku juga memiliki setumpuk masalah pekerjaan yang harus diselesaikan secepatnya. Segera aku menuju kamar mandi, untuk melakukan segala persiapan.

Setelah mandi dan terlihat rapi, baru aku siap untuk keluar dari kamar. Aku juga ingin melihat apa yang sudah dilakukan oleh Tiara. Baiklah, jadwal hari ini dimulai dengan menggodanya dan memberikan sedikit hinaan padanya. Mengertilah, aku masih tidak terima dengan kata-katanya kemarin malam.

Aku menuju meja makan. Disana sudah ada nasi goreng dan berberapa telur dadar yang sudah tersaji. Ternyata, si anak manja itu sudah mengerti bagaimana caranya memasak dibandingkan sepuluh tahun yang lalu.

Sedangkan Tiara sendiri masih belum menyadari kedatanganku. Dia masih sibuk berkutat dengan kompornya. Dan setelah terdengar suara 'ceklek' yang bertanda bahwa kompor sudah di matikan, dia baru berpaling dari sang kompor.

Saat Tiara berbalik, tanpa sengaja dia mendapatiku yang sedang mengamatinya. Tiara nampak terkejut. Lalu dia pun melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan padanya, dia mengamatiku balik. Tiara mengamatiku dari ujung kaki sampai mungkin dari ujung-ujung rambutku.

"Kenapa? Kau mulai terpesona padaku, Tiara?" Tanyaku. Tetapi dia langsung memalingkan wajahnya dan segera duduk di salah satu kursi di meja makan.

"Seharusnya pembantu tidak duduk dikursi yang sama dengan majikannya, Tiara." Kulangkahkan kakiku untuk medekat ke salah satu kursi yang bersebrangan dengannya. "Itu tidak sopan. Lagipula aku takut jika aku melihat wajahmu selera makanku bisa hilang. Kau tahu? Wajahmu itu kurang enak untuk dilihat."

"Intinya kau ingin bilang kalau kau jijik dengan mukaku, begitu?"

"Syukurlah kalau kau mengerti." Jawabku sambil memasukan sesendok nasi goreng kemulutku. "Jadi kau bisa pergi dari sini?"

"Lucu sekali pernyataanmu, Satrio. Kau sudah memperkosaku berkali-kali. Dan saat ini, kau bilang jijik padaku. Satu-satunya yang menjijikan dari diriku adalah noda darimu."

"Saat itu aku membayangkan wajah wanita lain, Tiara. Wanita lain yang memiliki wajah seribu kali lebih cantik dari dirimu. Bukan wajahmu yang menjijikan itu!" Bohongku sambil melanjutkan makanku.

"Oh oke." Tiara sepertinya sedang menyusun kata untuk membalas kata-kataku. "Oke. Baiklah. Kalau begitu aku juga akan melakukan hal yang sama. Kau, baik wajahmu maupun perbuatanmu, tidak ada yang enak dipandang oleh mataku. Ketahuilah Satrio, kau lebih menjijikan dibanding bangkai tikus yang membusuk."

"BRRRAAAK!" Kudobrak meja makan itu dengan sangat keras. Sehingga menyebabkan banyak nasi gorengku tercecer karena getaran kuatnya.

"Ini masih pagi, Tiara. Jangan coba-coba memancing emosiku."

"Kaulah yang memulai duluan. Aku sudah berbaik hati membuatkanmu sarapan. Tapi kau malah membalasnya dengan hinaan dan pertengkaran. Kaulah yang memulai perang ini, Satrio!"

Aku tidak membalas perkataan Tiara. Melainkan aku langsung menuju tempat duduknya. Menyeretnya dari kursi dan medorong tubuhnya hingga menabrak pintu lemari es. Setelah itu, aku lumat kasar bibirnya.

Dia memberontak dan menolak sekuat tenaga. Tapi tenaganya tidak ada apa-apanya denganku. Terus kulumat mulut itu. Jika awalnya hanya hisapan kuat, sekarang aku memberikan gigitan pada bibir keji itu. Terus dan terus. Sampai ketika aku merasakan rasa darah kembali di lidahku, barulah saat itu aku berhenti.

Ternyata bibir Tiara berdarah lagi. Dan kali ini terlihat lebih parah dari yang kemarin. Aku tidak peduli, dia pantas mendapatkannya. Bahkan, ini pun belum sesuai dengan kesalahannya.

Aku tidak berhenti sampai disini. Tetap ku lanjutkan aksiku. Ku buka paksa kemeja yang di pakai Tiara, hingga ada berberapa kancing yang putus. Setelahnya, kuberi dia gigitan dan hisapan kuat di leher jenjangnya.

"Aahhh....per..iihh..." Tiara mendesah sambil memberikan protes. Namun sekali lagi, aku tidak menggubrisnya.

Ku turunkan mulutku terus kebawah. Hingga ku temukan sebuah gundukan yang masih berlapis bra hitam. Kuremas-remas benda itu dengan sangat kasar dan liar. Sesekali mulutku juga ikut memberikan tanda merah keunguan disana.

"Oouuh..pel..aannn...aaahh." Pinta Tiara yang sepertinya sudah terbuai dengan permainan ini.

Saat aku sedang menikmati aktivitasku atas Tiara, saat itulah ponsel di sakuku bergetar, yang menandakan adanya panggilan suara. Daniel, dia yang menelpon. Dia mengatakan kalau dia sudah ada di depan gerbang. Jujur, aku merasa kecewa dan marah. Sebab, aku belum puas menyiksa Tiara.

"Jangan senang dulu kau, Tiara! Ini belum selesai. Nanti kau akan mendapatkan balasanmu. Jadi persiapkan dirimu, wanita jalang!" Pesanku sebelum pergi.

Bersambung....

Hai!!! Aku ingetin, cerita ini sudah tersedia di google book. Buat yang sangat penasaran dengan epilog cerita ini, silahkan dibeli ya...

judulnya sama "SEBUAH NODA" dengan nama penerbit "QUEENCY PUBLISHER" Ayo buruan beli...

Dan terimakasih banyak ya buat teman-teman yang sudah memberi bintan serta ulasannya...

Love you all! Muaaaccchhh!!😘😘😘😘😘