Saat aku memasuki rumah, di ruang tamu sudah ada berberapa ibu-ibu. Sebagian dari mereka sedang menikmati cemilan yang memang sudah tersaji di meja tamuku. Baik, itu bukan urusan penting yang penting saat ini adalah keadaan Tiara. Jadi, kulangkahkan kakiku segera untuk menuju kamarnya.
Dikamarnya, Tiara ditemani oleh Bu Rt dan Mbak Tari. Ku lihat, Bu Rt sedang menyuapi Tiara dengan semangkok bubur dan Mbak Tari berada di sebelah Bu Rt sambil mengoleskan minyak kayu putih di kaki Tiara.
Melihat kedatanganku, Mbak Tari menghentikan kegiatannya. Dia langsung menghampiriku dan menceritakan apa yang telah terjadi pada Tiara serta keadaannya. Katanya, Tiara pingsan saat dia hendak membeli gado-gado di warungnya. Beruntung, di warung Mbak Tari ada Bu Rt dan ibu-ibu lainnya. Sehingga, Tiara segera mendapatkan pertolongan. Saat di periksa oleh Bu Rt yang kebetulan salah satu anggota posyandu, badan Tiara begitu dingin dan berkeringat. Orang-orag sempat khawatir akan hal itu. Karenanya, Pak Rt segera menghubungiku.
Atas informasi yang diberikan Mbak Tari, aku tidak bisa mengucap apapun selain terimakasih. Terimakasih atas bantuannya dan perawatannya.
Tidak lama kemudian, Mbak Tari dan para ibu-ibu pun pamit untuk pulang. Dan sebagai tuan rumah yang baik aku pun mengantar mereka. Bu Rt adalah orang yang paling akhir keluar dari rumahku. Sebelum pergi, beliau memberikan spekulasinya padaku.
Bu Rt bilang, kalau Tiara sedang masuk angin dan kecapekan. Aku percaya dengan beliau. Karena memang selama tiga hari terakhir ini, aku tidak mengetahui bagaimana keadaan Tiara. Aku bahkan benar-benar lupa kalau sebelum pertengkaran kami, Tiara sempat jatuh sakit.
Begitu rumahku sudah sepi, segera kututup pintuku. Ku langkahkan kakiku menuju lemari es yang ada di dapur untuk mencari air dingin. Setelah air es berhasil ku minum dan membasahi tenggorokanku, aku merasa lega.
Tiba-tiba pandanganku terganggu pada setumpuk sampah yang berada di tempat sampah sudut dapur. Sepertinya, sejak kemarin Tiara belum membuang sampah di keranjang itu. Baiklah, karena aku adalah orang yang cinta kebersihan. Maka akan ku buang sampah-sampah itu.
Kuangkat keranjang sampah tersebut dengan kasar karena aku tidak tahan dengan baunya. Mungkin karena isinya terlalu penuh, jadi ada berberapa sampah yang terjatuh. Sungguh, ini sangat merepotkan. Meski jengkel, aku pun mengambil sampah-sampah yang tercecer itu. Namun, aktivitasku terhenti saat aku melihat ada sekantong bungkus obat-obatan yang ada di dalam keranjang sampah.
Bungkus obat itu sepertinya lebih dari tiga macam obat. Karena penasaran, aku ambil kantong tersebut tanpa memperdulikan rasa jijikku. Ternyata, ada lima macam bungkus obat yang sudah kosong. Pikiranku pun mulai macam-macam. Bagaimana tidak? Yang tinggal di rumah ini hanya aku dan Tiara. Aku tidak pernah meminum obat-obatan ini, maka otomatis ini adalah milik Tiara. Oh Tuhan, Tiara sakit apa?
Kukeluarkan ponselku untuk searching apa manfaat dan khasiat dari obat-obat ini. Setelah ada dua nama obat yang sudah aku temukan, aku mulai merasa ragu dan takut. Karena kegunaan dari kedua obat itu adalah penghilang mual dan vitamin untuk ibu hamil. Apa...apa Tiara hamil? Tidak ini hanya bungkus obat. Mungkin saja ini bukan punya Tiara.
Meskipun rasa takutku semakin membesar, tapi itu masih kalah dengan rasa penasaraanku yang sudah keterlaluan. Tetap ku cari apa manfaat dari ketiga obat lainnya. Ketika semua sudah ditemukan, jantungku serasa lepas dari rongga dadaku. Tuhan, semua ini adalah obat-obatan untuk ibu hamil. Untuk ibu yang sedang mengandung dengan usia kandungan dibawah tiga bulan. Ini bukan milik Tiara kan? Tiara tidak mungkin meminum ini kan? Tiara tidak hamil kan? Tidak! Tiara tidak hamil! Tiara tidak hamil! Aku yakin ini bukan milik Tiara. Tiara tidak mungkin hamil. Dia hanya terkena asam lambung. Iya, Tiara hanya terkena asam lambung.
Aku terdiam terpaku selama bermenit-menit. Meskipun ragu serta takut, aku sangat amat penasaran dengan siapa pemilik obat ini. Siapa yang meminum obat ini? Kenapa bungkus-bungkusnya dibuang di dapur rumahku? Apakah aku harus bertanya pada Tiara? Iya, bisa saja bungkus obat-obatan ini milik ibu-ibu kompleks tadi. Tenang Satrio! Mungkin tadi ada ibu-ibu yang menumpang untuk membuang bungkus obat-obatan ini.
Selama aku menenangkan perasaanku. Selama itu pula, aku memutuskan diriku untuk bertanya pada Tiara tentang siapa pemilik obat-obatan ini.
~oo0oo~
Saat aku berada di depan pintu kamar Tiara. Kudengar suara Tiara seperti sedang berbicara dengan seseorang. Tapi siapa? Bukankah semua ibu-ibu sudah pulang semua. Aku yakin di rumahku sudah tidak siapa-siapa selain kami berdua. Aku penasaran. Akhirnya, ku pertajam telingaku, untuk mendengarkan percakapan 'misterius' itu.
".....sebenarnya mau mu apa sih, nak? Ibu capek. Seharian tadi, ibu mual-mual terus..."
Ibu? Nak? Siapa mereka? Siapa yang dimaksud 'ibu' oleh Tiara? Dan siapa juga yang dipanggilnya 'Nak'?
"Tiara?" Karena rasa penasaranku yang semakin meluap, maka kubuka pintu kamar Tiara dengan kasar untuk mengetahui siapa saja yang ada di kamar itu.
Kosong. Tidak ada siapapun. Selain Tiara yang menatapku dengan tatapan yang menyiratkan ketakutan. Kemudian, tatapannya berubah seperti orang yang sedang kebingungan.
"A-ada apa?" Dari suara yang ia keluarkan, sepertinya Tiara sedang gugup.
"Apa ini milikmu?" Tanyaku sambil menunjukan bungkus obat-obatan tadi. Dan aku baru menyadari jika aku salah pertanyaan. Seharusnya aku bertanya, 'Apa kau tahu, siapa pemilik obat-obatan ini?'. Sial!
"Iya." Jawaban Tiara membuatku membeku. "Iya. Itu milikku_"
"Tidak mungkin!" Aku tidak bisa menerima jawaban Tiara. Ini tidak mungkin milik Tiara. "Tidak mungkin ini milikmu! K-kau...kau tidak hamilkan? Kau tidak hamilkan, Tiara?"
Wajah Tiara tiba-tiba memucat. Aku yakin, bahwa wajahku juga demikian. Sama-sama memucat.
"Benar." Tiara seperti berusaha mengedalikan emosinya. "Benar. Aku memang hamil. Aku memang sedang hamil_"
"Anak siapa itu?" Sumpah! Aku tahu jawaban dari pertanyaaku sendiri. Hanya saja, aku masih belum mau menerimanya. Aku tidak mau Tiara hamil. Meskipun yang sedang di kandungnya adalah anakku sendiri.
"TENTU SAJA INI ANAKMU!" Tiara berteriak dengan sangat lantang. "Pertanyaanmu itu tidak pantas untukku, Satrio! Karena aku bukan wanita murahan yang biasa kau temukan ditempat pelacuran. Kaulah satu-satunya pria yang menyentuhku. Kau adalah ayah dari anakku. Kau juga_"
"CUKUP TIARA!" Aku terkejut. Aku shock. Aku tidak bisa menerima anak itu. Ini terlalu mengejutkan. Aku tidak siap. Sungguh, aku benar-benar tidak siap. "Baik. Jika benar itu anakku, maka gugurkan dia! Aku tidak menginginkan dia ada di dunia ini."
Bersambung...
Hai semuanya...
Aku post sebuah noda tinggal satu bab lagi lho....
untuk yang penasaran dengan cerita dan kelanjutannya. Silahkan beli di google book dengan judul yang sama "SEBUAH NODA" yang diterbitkan oleh "QUEENCY PUBLISHER".
Oke. Terimakasih semuanya...
Muuaaccchhh...😘😘😘😘😘