Detak jantungku masih tak karuan yang diiringi desahan nafas Jeska seringkali tembus menyentuh hidungku. Maklumlah posisi kami saat di Ambulans itu berhadapan sangat dekat. Terlihat jelas bola mata Jeska yang nampak keabu-abuan.
"Yahh, secara Jeska keturunan Bule". Gumamku dalam hati.
Setiap detail wajah Jeska terus ku ingat dan kupandangi dalam-dalam.
Pikirku, "Walau kelak nanti tak berjodoh, aku masih bisa menikmati detail wajahnya walau pun, tinggal bayangan".
Lantas tak sengaja Jeska membuyarkan pandanganku terhadap dirinya.
"Roy! Kamu kenapa sihh? Sedari tadi ku pandang, kau hanya asik menatapku. Tambah senyum-senyum sendiri lagi. Ihh mengerikan tau'. Aku takut nih!".
Dengan pandangan penuh harap serta sedikit gemetar dari kedua tangan Jeska, Jeska menambahkan rengekan ala gadis kota yang manja dan takut akan suasana horor di Ambulans malam itu. Sontak saja, diriku langsung memeluknya dengan lembut, seakan tak ingin melukai hati Jeska.
"Roy? Kamu apa-apaan sih? Aku tuh takut, bukan ingin di peluk!".
Sanggah Jeska dengan suara lantang yang menambah nuansa horor di Mobil Ambulans itu.
"Iya sayang ku Jeska. Aku tau kamu takut, makanya aku peluk. Kamu ngak mau yah ku peluk? Daripada dipeluk sama mayat, mending aku aja yang peluk yah. Hhhe". Jawabku dengan beberapa recehan senda gurau yang nampaknya mulai meluluhkan rasa gengsi Jeska.
"Kamu tuh yahh"
Jeska melayangkan cubitan maut ala semutnya di lengan dan perut bagian pinggangku. Secara Jeska merasa tak adil dengan posisinya saat itu.
"Kamu pikir dengan rasa takutnya aku, aku mau kau peluk seenaknya?! Hahaha dasar mesum".
Ku jawab lembut kekonyolan Jeska.
"Jadi gimana nih? kamu yang meluk aku? Atau aku yang....?".
Tanpa mendengarkan sambungan pertanyaan dariku, Jeska langsung melayangkan pelukan tubuh mungilnya ke dalam diriku. Dan aku pun membalas pelukan Jeska dengan sedikit sentuhan manis dari bibir hitamku.