Ketakutan yang sebenarnya adalah berasal dari diri sendiri.
Berani itu adalah sebuah pilihan.
==========
Bau aroma terong goreng sudah menyeruak memaksa masuk kedalam hidungku. Dengan mata masih terpejam, 50% kesadaran kucoba untuk tidak tergoda akannya.
Tapi semua gagal, perutku memberontak dan meminta jatahnya.
Kubuka mataku dan melihat jam dimejaku, sudah menunjukkan pukul 10.07 Am. Apakah aku berhasil hari ini, untuk bangun siang 😂😂😂.
Karena perut sudah tidak bisa diajak kompromi, maka kuputuskan untuk pergi ke dapur menikmati sarapan pagiku. Tentunya dengan makanan favoriteku, sambal terong dan tongseng terong. Uuuuuu, pasti enakk.
Kududuk disamping ibukku yang sedang sarapan, bersandar di bahunya membuat wajah semelas mungkin. Agar ibu tahu akan kodeku.
Ternyata ibu menyadari kodeku, akhirnya ibu mengambilkan sarapan pagiku dan menyuapiku. Iya, begitulah disaat aku sedang rindu akan suapan ibu aku pun tidak akan merasa malu atau gengsi untuk melakukan itu kepadanya. Karena itu sangat istimewa bagiku.
Kepulan asap dari nasi hangat, dan sambel terong sudah siap menuju mulutku.
Hmmmm, Surga dunia. Ini masakkan paling enak yang pernah ada di dunia.
"Tumben,anak kesayangan ibu kok minta disuapin. Ini makan sendiri"
Sambil menggaruk-garuk kepalaku.
"Iyaa, yaa. Cium"
Sambil berdiri ibu mencium keningku dan berlalu untuk mencuci piring.
Entah tidak tahu mengapa, pagi ini aku sangat ingin dimanja olehnya.
***
"Mau, kemana. Siang-siang gini udah wangi, rapi dan tumben udah mandi juga?"
Ibu menanyaiku sebelum aku keluar dari pintu belakang.
"Bu, aku mau main kerumah Risky ya. Dia mengajakku main dan rasanya nanti malam aku mau tidur dirumahnya"
"Iya, sudah sana. Ingat jangan bikin repot disana"
Aku hanya tersenyum menganggukkan kepala.
Ibu mengizinkanku, karena ibu tahu kalau rumah Risky tidak jauh dari rumahku. Dia tetangga baru.
Risky adalah kakak kelasku di SMP, ya tidak sering aku main kerumahnya. Cuma dia baru saja pindah kerumah barunya, tepat di belakang dari rumahku. Tapi tidak tepat di belakang rumahku pas, tapi jaraknya ya sekitar 200 meter lah. Pergi kerumahnya kalau siang begini masih enak kurasa. Karena rumahnya di tengah hutan, ya belakang rumahku sudah hutan. Dan jalanya pun masih terasa asing kalau dilalui, karena juga jalan baru. Kalau dibilang di bahasa jawa katanya orang-orang masih "Singup". Singup itu menandakan akan sesuatu yang aneh dan berhawa berbeda.
Jalan ini sepi sekali, meskipun ini masih siang jalanan ini terlihat gelap karena banyak pohon-pohon besar yang menutupi cahaya matahari untuk masuk. Dan hutan disamping kanan kiriku terlihat gelap dan berkabut di kejauhan.
Rasanya kayak lama sekali melalui jalan ini, padahal rumahnya sudah terlihat sangat jelas didepanku.
"Krak"
Kudengar ada ranting patah disekitar dalam hutan ini. Ahh, mungkin hanya burung atau ranting jatuh.
Kuberhenti berjalan saat aku mendengar desahan orang yang sedang kehabisan nafas, seperti habis lari jauh dan ngos ngosan.
Suara itu berasal dari balik pohon durian di sisi kananku.
Kudekati pohon tersebut, dan kumelihat kaki orang tersebut.
"Hei, H. Ayo sini"
Aku terkejut mundur dari pohon itu dan langsung menoleh ke arah suara yang memanggilku. Ternyata Risky.
"Owhh iya iya"
Sebelum pergi kerumahnya Risky, kupastikan mendekat lagi ke pohon itu.
Dan dia sudag tidak ada di balik pohon durian itu.
Kubergegas menyusul Risky.
"Sedang apa kau disana tadi, berdiri kaku di depan pohon durian yang besar itu."
"Ahh, gap papa. Aku cuma melihat ada hewan tadi di pohon itu"
Aku menjawabnya dengan gaguk.
"Jangan kelamaan di depan pohon itu, kemarin ada yang bilang ada setan disana"
Risky menambahkan.
"Ahh, masak"
"Ahhaha, lihat mukamu sudah tegang gitu H. Ayo masuk, dasar penakut hehehe"
Benarkah yang dikatakan Risky. Tapi dia bilang bahwa dia hanya bercanda.
Risky mengenalkan seluruh isi rumahnya kepadaku. Berhubung dia sedang sendiri dirumah, karena kakak perempuan, ibu dan Ayahnya sedang pergi ke desa sebelah untuk melayat nenek saudara dari ibunya.
Mangkanya dia mengundangku disini untuk menemaninya.
"Kamu disini sampai Mereka pulang ya. Jadi temani aku"
Aku menganggukkan kepala padanya, karena aku juga merasa kasihan kalau meninggalkannya sendirian di rumah barunya. Kupustukan untuk menemaninya sampai keluarganya pulang lagi pula aku sudah berjanji dengannya kemarin.
Dia menjelaskan bahwa orang tua, dan kakaknya akan tiba waktu malam hari nanti.
Kami berdua memutuskan untuk menonton tv, karena bosan.
Setelah lama menonton tv juga bosan, akhirnya Risky memutuskan untuk mengajakku bermain.
"Ayo main?"
"Main apa, udah jam 5 sore ini"
Aku membalasnya dengan malas.
Kulihat dia diam sejenak sambil menghisap jempolnya.
"Ohh, iya. Bagaimana kalau kita bikin pondok-pondokkan."
"Boleh juga, tapi dimana?"
"Di teras rumah"
Kuiyakan saja permintaannya.
Semua sudah dia siapkan mulai dari, payung, sarung, tali rafia.
Setelah lengkap kami berdua membawa semua peralatan diteras depan.
Saat kami berdua keluar dari pintu, angin dingin menerpa membuat kami berdua sama-sama terdiam detik itu pula.
Kulihat ke depan, pemandangan yang sangat-sangat menakutkan kurasa. Hutan gelap, pohon besar, dan tidak terlihat cahaya satupun disana.
"Kamu yakin?"
Aku memastikan lagi padanya.
"Iya, yakinlah. Kenapa, Kamu takut?"
"Nggak, biasa saja"
Jujur, aku itu orang yang tidak suka kalau di bilang penakut.😡.
Aku dan Risky mempersiapkan untuk membuat pondok-pondokkannya.
Sangat simpel jikalau membuatnya, pokoknya semuanya bisa berdiri dan semuanya tertutup menyisakan satu celah untuk tempat keluar masuk. Tidak sampai membutuhkan waktu yang lama, pondok-pondokkan kami pun selesai. Ya bisa di bilang nama lainnya tenda.
Risky memintaku untuk membantunya membawa makanan dan jajanan, untuk layaknya bekal didalam tenda.
Karena di luar sudah sangat gelap dan jauh dari pemukiman warga aku nyalakan lampu teras, lampu kuning ini tidak begitu terang padahal keadaan diluar ini sudah sangat gelap lampu kuning yang rasanya nyawanya tinggal 20%.
Di dalam tenda pun kami juga memasang senter charge yang bisa menyala setidaknya dua jam an.
Aku sekarang sudah berada di dalam tenda buatanku sendiri dam Risky.
Karena lapar akhirnya kamipun menyantap makanan yang kami bawa tadi.
Sambil makan Risky menceritakan tentang masa SD nya yang begitu lucu, membuatku hingga tertawa terbahak-bahak.
Kami berdua terdiam sejenak, ketika ada sebuah lampu senter
Terarah ditenda kami. Aku dan Risky langsung mematikan lampu senter yang berada di dalam tenda. Dan lampu senter yang terarah ke tenda kami muncul lagi. Dia mengerak-gerakkan lampu senter itu ke kanan dan kekiri, seperti menandakan sebuah kode.
Aku dan Risky tidak berani bersuara dan keluar dari tenda, kami memutuskan untuk tetap diam di dalam tenda.
Setelah 10 menit lamanya menunggu, senter itu sudah menghilang. Dengan cepat aku dan Risky langsung pergi kedalam rumah menyalakan seluruh lampu. Serta mengunci pintu depan.
Aku baru menyadari bahwa tubuhku bergetar dan Risky juga. Kami berdua duduk berdampingan dan sangat erat. Satu kursi sofa yang harusnya cuma bisa satu orang, kami duduki berdua.
Kami duduk menghabiskan waktu setengah jam lamanya, tidak berani dan berkutik kemanapun.
Alu bingung dengan diriku, mengapa aku jadi penakut seperti ini.
Kuputuskan untuk memanggil Awan kemari.
"Awan, dimana kamu. Datanglah padaku"
Kutunggu sudah lebih dari lima menit dia tidak kunjung datang.
"Dookk, dook, dokk"
Kami berdua terkejut, melompat dari kursi bersamaan. Dan bersembunyi di belakang kursi tersebut.
"Siapa itu?"
Risky berbisik menanyakan kepadaku.
"Bagaimana aku bisa tahu"
Aku menjawabnya sambil berbisik.
"Risky, buka pintunya nak. Ini ibu sudah datang"
Huhhhh. Kami berdua menghembuskan nafas lega.
Risky membukakan pintu. Ya memang mereka yang datang.
"Hei, H. Makasih ya sudah menemani Risky dirumah"
"Owhh, iya nggak apa apa. Sama sama Bulek".
Aku memanggil ibunya Risky dengan sebutan Bulek. Ya begitulah.
***
Karena di rumah barunya Risky belum ada WC, akhirnya Aku, Risky dan juga bulek memutuskan untuk pergi ke saudaranya bulek yang rumahnya berada di pemukiman warga. Ya nanti melewati rumahku juga.
Malam ini bulan purnama, jadi halaman depan rumah Risky terlihat terang.
Dan kini kami bertiga jalan di gang yang tadi siang aku lalui.
Sangat gelap, Risky memegang tangan ibuny dengan erat. Aku jalan disamping kiri dari ibunya Risky.
Saat kami bertiga jalan rasanya cepat berlalu, sekarang kami sudah melewati belakang rumahku.
Kumenoleh suasana dirumahku sudah gelap. Dan dimana Awan. Aku tadi memanggilnya tak kunjung datang.
Dan akhirnya sampai juga di rumah saudaranya bulek. Ya memang kami tidak harus masuk kedalam rumahnya, karena toilet ini berada di luar. Dan disebelahnya ada ternak sapi.
Risky sudah masuk duluan untuk BAB, bulek juga tidak ada disini. Hmmmm. Kemana bulek.
Bulanya sangat bulat sempurna dan terangnya pun juga tampak jelas untuk menerangi jalan.
Di depan dari toilet ini ada sebuah jalan gang kecil. Mungkin tingginya dari sini kira-kira 2 meteran, yup aku berada di atas dan gang itu bawah.
Tidak lama kemudian, kumelihat ada orang jongkok dibawah sana. Dia perempuan, hmmm mungkin Bulek.
Dia jongkok, dan berjalan bungkuk, jongkok lagi dan berjalan lagi. Lima langkah berjalan dia jongkok dan berjalan lagi.
Apakah bulek sedang buang air kecil?.
Tapi kok pindah, pindah. Kuperhatikan dia berjalan hingga ke ujung gang. Kuputuskan turun untuk memastikan apakah itu bulek.
"Bulek..Bulek?"
Belum sempat aku menuruni tangga, ada yang memanggilku.
"H, mau kemana nak?"
Itu suara bulek. Loh ada dimana?
"Loh, bulek dimana?"
Aku bertanya sambil menyari-nyari keberadaannya.
"Bulek, BAB di wc sebelah ternak sapi. Disini di belakang."
Aku langsung merapatkan diriku ke pintu dimana Risky, BAB.
Keringat dingin menuruni keningku. Tumben sekali mengapa aku merasakan takut yang seperti ini.
Biasanya aku tidak begitu.
Dia yang kulihat adalah nenek tua yang memakai baju adat jawa, pantas saja dia tadi berjalan bungkuk.
Kemana perginya Awan, dan mengapa aku selemah ini. Ada apa denganku, sampai tidak menyadari bahwa tadi itu adalah sesosok makhluk halus.
Ada apa denganku.
____
===========
Dimana Awan, mengapa aku merasa setakut ini. Ada apa denganku.
==========