Ditengah ramainya hiruk pikuk kota, terlihat seorang gadis yang berjalan seraya bersenandung pelan. Dapat kita lihat sebuah tanda pengenal yang tergantung di lehernya. Aceline Laurinda, nama si gadis yang masih berjalan dengan santainya. Aceline adalah seorang mahasiswa di salah satu universitas terkenal di kota ini. Aceline juga terlahir di keluarga yang cukup terpandang. Banyak pria yang mengejar Aceline karena paras cantiknya serta keberanian yang selalu terpancar dari dirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, dimana ini adalah jam untuk istirahat. Aceline berjalan menyusuri ruko-ruko untuk mencari makanan yang dia suka. Sebenarnya tanda pengenal yang ada di leher Aceline dapat ia lepas, karena ia telah berada di luar lingkungan kampus, akan tetapi Aceline terlalu malas untuk melakukan itu. Setelah beberapa menit menyusuri ruko-ruko di pinggir jalan itu, Aceline memutuskan untuk masuk ke dalam salah satu ruko yang di desain sebagai tempat nongkrong anak muda. Aceline cukup sering datang ke tempat ini untuk sekedar bersantai ataupun mengerjakan tugas dari dosennya. Aceline memutuskan untuk duduk di dekat jendela. Setelah memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya, Aceline mengarahkan mata birunya untuk melihat keramaian yang ada diluar. Tiba-tiba angin menerobos masuk ke dalam ruko yang Aceline tempati. Aceline menutup mata karena kencangnya angin yang menerpa wajahnya. Aneh, ruko ini tertutup lantas mengapa angin sekencang ini bisa masuk, pikir Aceline yang masih menutup matanya. Setelah dirasa angin yang cukup aneh tadi menghilang, Aceline membuka matanya perlahan dan memandang bingung apa yang terlihat di depannya.
Didepan Aceline nampak sebuah pemandangan desa yang cukup ramai. Dengan perasaan yang masih sangat bingung, ia menyusuri perkotaan tersebut.
"PUTRIII!!" Aceline memandang bingung orang yang ada di depannya. Apa katanya tadi? Putri?
"Putri kemana saja, aku mencarimu dari tadi, oh iya tuan dan nyonya pasti telah menunggu kita, ayo kita pulang" Belum sempat Aceline menjawab, ia telah ditarik si gadis yang tadi memanggilnya putri.
"Kamu siapa?" Tanya Aceline bingung.
"Ha? Putri, ini aku Agnes, masa kamu lupa, yah biarpun aku hanya seorang pelayan tapi aku telah melayanimu 8 tahun lamanya" Ucap si gadis yang ternyata bernama Agnes. Keheningan melanda dua gadis yang sibuk memikirkan sesuatu. Aceline sibuk berfikir dimana ia dan apa yang sebenarnya terjadi sedangkan Agnes sibuk berfikir tentang nasib nonanya yang akan dinikahkan dengan seorang panglima perang dan tingkah nonanya yang terlihat cukup aneh.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 15 menit, mereka sampai di kediaman Lenore.
"Ayo kita bersiap putri, biar bagaimanapun putri harus tampil cantik di pertemuan nanti" Aceline menurut dan mengikuti Agnes. Dia membersihkan tubuhnya setelah itu mengenakan sebuan gaun yang sangat cantik dengan dibantu Agnes.
"Pertemuan apa nes?" Agnes menjelaskan seraya menata rambut nonanya agar semakin terlihat cantik.
"Pertemuan dengan calon suami nona, Panglima perang yang sangat hebat di kerajaan ini serta beliau pun adalah seorang pangeran kerajaan ini." Aceline membulatkan matanya. Calon suami? Kerajaan? Apa maksudnyaa!!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Aceline duduk dengan gelisah. Keringat dingin membasahi tangannya yang berada di bawah meja. kini di hadapannya terdapat calon suami yang Agnes ceritakan tadi beserta wali dari calon suaminya. Disamping kanan dan kirinya juga terdapat orang tuanya. Aceline bingung, mereka memang terlihat seperti orang tuanya tetapi perlakuan mereka terhadap Aceline sangat menunjukkan bahwa mereka bukanlah orang tuanya. Aceline juga semakin terkejut ketika dia diceritakan Agnes bahwa ia mempunyai seorang adik bernama Alexine Lera Lenore. Agnes bilang kedua orang tuanya sangat menyayangi Alexine, dan Alexine sangat membenci kakaknya yang tak lain adalah dirinya sendiri. Jujur saja dia merasa sedikit kesal dengan tatapan mencemooh dari gadis yang Agnes bilang adalah adiknya. Orang tuanga juga sama sekali tidak membantu dan malah melanjutkan perbincangan tentang pernikahan ini.
"Kalian pasti sudah sangat tau arti kehadiran kami disini. Kami ingin melamar Putri Acelin untuk kemudian menikah dengan Pangeran Arsen Vias Revaldi." Ucap pria paruh baya yang berada di samping Pangeran. Jujur saja Aceline merasa marah sekaligus ingin menangis saat ini. Sebelum acara pertemuan ini tadi, ia telah menemui kedua orang tuanha disini dan mengatakan bahwa dia bukanlah Putri Aceline yang sesungguhnya. Bukannya mendapatkan sebuah jalan keluar, Aceline justru difitnah oleh adiknya bahwa ia berniat untuk durhaka dengan mencoba berbohong agar ia tidak menikah dengan Pangeran. Jika saja Aceline berada di dunia ini dari dulu, sudah ia pastikan adiknya tidak bisa berbuat seperti itu.
"Kami sudah menyetujui itu Tuan, mari kita segera menentukan tanggal pernikahan mereka" Ungkap ayah Aceline. Sekarang yang bisa Aceline lakukan hanyalah pasrah pada keadaan. Ia akan mengikuti alurnya dan mencari jalan keluar dari dunia aneh ini.
"Lusa kita menikah" Aceline menatap orang di depannya dengan tajam. Ya, dia adalah sang pangeran, walaupun Aceline bingung mengapa pangeran itu menggunakan topeng hingga wajahnya tidak terlihat dengan jelas. Tapi bukan itu yang Aceline pikirkan, yang benar saja, dalam 2 hari ia akan menjadi istri orang. Tidak dapat dipercaya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Halo kakakku sayang, bagaimana perasaanmu." Aceline menatap Alexine dingin.
"Apa pedulimu."
"Oh kakak, kau sungguh kejam. Aku hanya bertanya baik-baik."
" Oh begitu, sejak kapan kau sepeduli itu pada perasaanku Alex. Sebenarnya kau tidak usah repot-repot untuk melihat penderitaanku karena sampai kapanpun itu tidak akan pernah terjadi." Alexine sudah tidak lagi memasang wajah tersenyum. Ia menatap Aceline dengan pandangan benci.
"Kita lihat saja Aceline, sampai kapan kau bisa mempertahankan wajah sombongmu itu. Oh iya ngomong-ngomong, rumor beredar bahwa pangeran memiliki luka yang sangat jelek di wajahnya sehingga ia menggunakan topeng. Selamat menikmati pernikahanmu nanti." Ujar Alexine seraya keluar dari kamar Aceline dengan suara tawa yang menggema. Aceline mengepalkan tangannya, dia bersumpah tidak akan pernah membiarkan semua ini terjadi padanya.
"Putri, aku baru saja kembali dari menyapu halaman rumah tadi. Ada seorang pedagang keliling yang menjajakan aksesoris, dan barang-barang itu cukup bagus. Aku membelikan sebuah gelang untuk putri, tapi jika putri tidak ingin dengan barang murah ini juga tidan apa. Maafkan kelancangan saya putri." Aceline menatap gelang yang diulurkan Agnes padanya. Gelang itu cukup indah biarpun terbuat dari benang putih. Di gelang itu juga terdapat liontin bunga berwarna biru, Aceline menyukai gelang itu, sederhana tetapi indah. Aceline mengambil gelang itu dan tersenyum.
"Terima kasih Agnes. Ketika aku menikah nanti, aku akan membawamu, jadi kau akan tetap melayaniku hingga aku tua nanti" Agnes menatap Aceline tidak percaya. Dia senang tentu saja, dapat keluar dari kediaman yang sangat menyesakkan ini. Bersama Aceline dia selalu diperlakukan sebagai manusia sebagaimana mestinya bukan seorang budak pekerja yang tidak memiliki hak apapun. Sungguh Agnes sangat bersyukur memiliki putri seperti Aceline. Agnes berjanji akan selalu berada disisi Aceline dan membantunya melakukan apapun yang diinginkannya.
Setelah melihat Agnes keluar dari kamarnya, Aceline berjalan perlahan menuju jendela kamarnya. Aceline termenung cukup lama dengan masih menggenggam gelang dari Agnes. Aceline menghela nafas dengan berat. Sungguh ia sangat ingin kembali ke dunianya, tapi ia bingung bagaimana caranya. Ia juga meyakini bahwa pasti akan sulit untuk menjadi istri dari Pangeran Arsen. Aceline memejamkan matanya dan menikmati angin yang berhembus lembut di wajahnya. Beberapa detik kemudian Aceline membuka matanya dan terpancar keyakinan dari bola mata birunya. Yah, sekarang ia sudah meyakini dirinya untuk menjalani kehidupan yang ada di dunia barunya ini. Aceline yakin, sungguh sangat yakin bahwa jalan keluar pasti dapat ia temukan nantinya. Sekarang yang bisa ia lakukan adalah mengikuti alurnya dengan penuh keberanian dan semangat baru. Orang-orang yang nantinya membuat Aceline susah akan ia pastikan tidak bisa berkutik, ia berjanji pada dirinya sendiri.