- I993 -
Di sebuah rumah yang terlihat megah, tengah terjadi keributan besar. Pasalnya, istri dari pemilik rumah tersebut akan melahirkan. Sebut saja Tuan Panji. Beliau didera panik yang luar biasa.
Saat makan malam tadi, istrinya tiba-tiba mengeluh kesakitan di daerah perutnya. Segera saja Tuan Panji heboh memanggil semua pelayannya untuk menelpon ambulans. Sementara dikursi sebelah Ny. Panji, Chandini kecil yang baru berusia 4 tahun, menatap kedua orang tuanya bingung.
Dia melihat ibunya sedang mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya yang besar.
"Ayah, kenapa ibu sangat kesakitan? Apa sekarang adikku sudah ingin keluar dari perut eomma?" tanya Chandini.
"Iya, sayang. Nah sekarang ayah minta, Chandini istirahat saja dirumah ditemani bibi dulu ya, ayah harus mengantar ibu ke rumah sakit."
"Baik.. ayah,"
Chandini kemudian berlari ke arah bibi pengasuhnya yang sudah siap menunggu dipintu.
Saat terdengar sirine ambulans memasuki pekarangan rumah, Tuan Panji dengan sigap membopong istrinya keluar menuju ambulans. Chandini dengan ditemani bibi pengasuhnya ingin mengikuti ayahnya sampai ke halaman, tapi lalu dicegah oleh ayahnya.
"Chandini sayang, jangan ikuti ayah! Nanti kamu sakit nak, diluar anginya sangat kencang."
"Maaf.. ayah, tapi Chandini kan belum mendapat ciuman selamat malam dari ibu dan ayah. Kalau tidak begitu, nanti Chandini pasti susah tidur." ia menundukkan kepalanya, takut jika ayahnya akan memarahinya.
"Ya sudah, Chandini tunggu disini sebentar, ya?" Chandini mengangguk anggukkan kepalanya imut.
Setelah membaringkan istrinya ke dalam ambulans, Tuan Panji segera menemui putrinya.
"Chandini, ayah harus menjaga ibu, kamu jangan nakal, baik-baik ya dirumah sama bibi, eoh? Ibu sedang sakit, jadi tak bisa membari kecupan selamat malam pada Chandini, tak apa-apa kan, sayang?" Tuan Panji mengecup kening Chandini, yang mengangguk paham.
"Tapi ayah, ibu dan adikku yang baru harus cepat pulang ya?"
"Iya, sayang. Ayah dan ibu pergi dulu ya," Tuan Panji melambaikan tangannya.
~Skip Time~
Chandini kecil tak bisa tidur. Dia terus memikirkan keadaan ibu dan ayahnya, sekaligus adik barunya. Dia berjalan menuju jendela kamarnya, memandang langit mencari sinar bulan yang tengah tertutup awan. Perlahan sang rembulan menunjukkan wujudnya. Rembulan yang indah, pancaran sinarnya pun sangat terang, tidak seperti biasanya.
Namun tiba-tiba angin kembali berhembus sangat kencang, dan perlahan awan hitam menutupi sang rembulan lagi. Chandini merasa agak takut.
Sedangkan dirumah sakit, Tuan Panji menanti istrinya dengan cemas di ruang tunggu operasi.
Tak lama, terdengarlah tangisan bayi dari dalam. Tuan Panji akhirnya bisa menghela nafas lega. Tapi tiba-tiba datang serombongan pria berjas hitam. Tuan Panji yang bingung mencoba bertanya dengan sopan pada mereka.
"Maaf, kalian siapa? Dan ada perlu apa, ya?"
Salah satu dari mereka maju, dilihat dari penampilannya, Tuan Panji sudah bisa menebak bahwa pria itu adalah bos mereka.
"Aku kemari mencari Panji Darmawan," katanya sinis.
"pasti kau orangnya," tangannya menunjuk ke arah Tuan Panji.
"Iya, dengan saya sendiri, ada perlu apa ya, mencari saya?" jawab Tuan Panji agak bingung, sebab dia tak mengenal satupun dari mereka.
"Oh,kalau begitu tak usah basa basi lagi. Mari ikut saya." Orang itu menyuruh anak buahnya untuk membawa Tuan Panji.
"Tunggu, untuk apa saya harus mengikuti anda? Saya bahkan tak mengenal kalian semua." Tuan Panji berusaha melawan, sebab kedua tangannya dipegangi anak buah orang itu.
"Tapi, kau mengenal seseorang yang bernama Henry kan?" jawab orang itu, seringai muncul di wajahnya.
Tuan Panji terbelalak kaget mendengar nama Henry disebut. Akhirnya, dia pun menurut dalam diam dan pergi bersama segerombolan orang itu tanpa perlawanan.
Sementara dari jauh tampak 2 orang mengintip dari balik tembok, menyaksikan kejadian itu dengan perasaan takut.
* * *
- 1592 M -
Siang hari ini di dalam istana sedang terjadi perdebatan sengit antar para pejabat. Mereka sibuk mengutarakan niat mereka pada sang raja.
"Yang Mulia, mohon pertimbangkan kembali nasihat hamba. Bukankah ini adalah pertanda untuk kita, di sebuah negara atau kerajaan, tak bisa mempunyai dua matahari sekaligus. Mereka haruslah di hilangkan salah satunya, barulah negeri kita akan aman dari bencana." ucap salah satu pejabat, namanya Menteri Andaka.
"Jadi, maksudmu aku harus membunuh anakku sendiri? Begitu, hah?" jawab sang raja mulai naik emosinya.
"Bukan begitu maksud hamba, mohon maafkan perkataan hamba yang lancang ini.
Namun demi kemakmuran dan kesejahteraan negeri ini, Yang Mulia harus rela melepaskan salah satu dari mereka.
Jika tidak, maka akan sangat buruk akibatnya." lanjut Menteri Andaka dengan liciknya.
Sang raja pun memejamkan matanya, lalu menghembuskan nafasnya berat. Bagaimanapun juga mereka adalah anak kandung yang sangat dicintainya melebihi apapun di dunia ini.
"Baiklah, pertemuan hari ini cukup sekian. Semua nasihat dan masukan dari kalian akan aku pertimbangkan lagi. Beberapa hari kedepan kita adakan rapat lagi."
Kemudian sang raja pergi meninggalkan singgasananya. Sepanjang perjalanan menuju tempat peristirahatannya, pikirannya melayang pada saat istrinya melahirkan beberapa hari yang lalu.
Yah, sang ratu telah melahirkan 2 putra kembar. Seharusnya dia menjadi seorang laki-laki dan ayah yang paling bahagia didunia ini.
Bagaimana tidak, dia telah menunggu kehadiran buah hati selama 4 tahun lamanya. Dan kali ini dia mendapatkan 2 sekaligus, seharusnya dia bahagia bukan.
Tapi, nyatanya tidak begitu.
Di negerinya, apabila seorang raja memiliki putra atau putri kembar, maka akan di anggap membawa sial menurut leluhur mereka.
Entah kenapa bisa seperti itu, tak ada yang tahu. Menurut raja, itu hanyalah kepercayaan konyol dari para leluhur terdahulu untuk menghindari perebutan kekuasaan antar saudara. Tapi raja tak peduli itu.
Namun dalam hatinya, ia tetap terbebani dengan kewajiban sebagai seorang raja. Yang mana, seorang raja adalah utusan langsung dari dewa. Untuk mensejahterakan negeri dan rakyatnya. Dan karena itu jugalah, ia dengan berat hati harus menerima takdir yang di embannya, demi kemakmuran dan keamanan negerinya.
Raja masih merasa berat untuk mengambil keputusan. Mana mungkin dia tega melenyapkan salah satu buah hati tercintanya.
Tapi dia adalah raja, dia harus menjadi panutan yg baik bagi rakyatnya. Begitulah batinnya berperang setiap harinya. Apa yang harus dilakukannya?
- T B C -