Chereads / Two Moons : The Legend of Goddess Moon / Chapter 2 - Chapter 1 : Kakak Beradik Yatim Piatu

Chapter 2 - Chapter 1 : Kakak Beradik Yatim Piatu

- 2017 -

Chandini melangkahkan kakinya dengan cepat menuju coffee shop tempatnya bekerja paruh waktu. Ia sudah terlambat 10 menit dari biasanya. Semua ini karena orang-orang brengsek yang ditemuinya dipertengahan jalan tadi.

*flashback*

"Hai nona.. kita bertemu lagi ya," sapa seorang pria.

Ia memakai pakaian setelan jas rapi, tak lupa dengan ke 5 anak buahnya yang selalu mengawalnya kemanapun ia pergi.

Chandini tak terkejut melihat mereka. Ia malah memutarkan bola matanya malas karena bertemu dengan orang-orang itu.

"Apalagi sekarang? Apa kalian mau menagih hutang lagi? Aku sudah membayar untuk bulan ini. Jadi minggir sana, aku harus kerja," ia mendorong pria itu kesal.

"Sudah kubilang, kan, daripada kau sibuk bekerja hanya untuk membayar hutang kedua orang tuamu, lebih baik kau ikut denganku. Kujamin seumur hidupmu dan adik tersayangmu selalu bahagia," ujar pria tadi, sambil mencolek dagu Chandini.

Ia menepis tangan pria itu, melirik dengan tatapan jijik.

"Berharaplah, dan aku pastikan itu hanya ada di mimpimu. Sekarang singkirkan wajah busukmu itu dari hadapanku."

Ia melangkah pergi, namun baru beberapa langkah, pria itu berkata lagi,

"Tak apa kalau kau tak mau, tak masalah.

Kudengar tahun ini adikmu akan lulus sekolah menengah, iya, kan?" ucap pria itu seraya menyeringai.

Chandini terdiam mematung,mencoba mencerna. Lalu pria itu mendekati Chandini dan berbisik,

"Kau sebaiknya menjaganya tetap di dekatmu. Karena kalau kau lengah sedetik saja maka aku..." pria itu terkekeh, kemudian berbalik pergi. Tak lupa dengan seringai menyebalkan yang terus di sunggingkan pria itu.

Tangan Chandini terkepal, menahan amarahnya. Ia pejamkan matanya, lalu menghembuskan nafasnya. Sesaat kemudian ia baru ingat dia harus bekerja.

"Sial,aku pasti telat,"

*flashback off*

"Chandini,kenapa kau terengah-engah begitu?" tanya seorang pria paruh baya yang terkejut melihat Chandini tiba-tiba masuk ke kafe dengan keadaan ngos-ngosan.

"Maaf, bos, dijalan ada sedikit gangguan jadi aku berlari kemari, takut telat, hehe", ia meringis.

"Baru lewat 10menit, Din, tak apa sedikit terlambat. Kau sudah bekerja lama padaku, sesekali terlambat bukan masalah bagiku,"

"Iya tapi, kan..."

"Sssst,, cukup, sekarang cepat sana ganti pakaianmu dengan seragam kerjamu dan gantikan aku. Aku harus pergi setengah jam lagi," perintah bosnya.

Chandini mengangguk, lalu melangkah pergi.

"Oh iya, Din," ia menoleh pada bosnya, "aku juga sudah siapkan makanan untukmu. Kau pasti lapar. Makanlah," ucap bosnya lembut.

Chandini terpana, sekaligus terharu dengan kebaikan bosnya, ia berkata terima kasih dengan sangat pelan, namun masih bisa terdengar. Sementara bosnya hanya mengangguk.

Dengan segera ia berganti pakaian dan memakan santapan siangnya secepat dia bisa. Dia tak mau bosnya menunggu dirinya terlalu lama.

* * *

Jam menunjukkan pukul 7 malam, Chandini menunggu adiknya yang biasanya datang ke kafe tempatnya bekerja. Hari ini kafenya agak sepi, mungkin karena diluar sedang hujan deras, orang-orang jadi malas keluar rumah.

Namun setelah 1 jam menunggu, adiknya tak kunjung datang. Ia mulai khawatir. Berulangkali dia menelpon adiknya tapi tak ada jawaban. Dia kemudian memutuskan untuk meminta ijin pada bosnya pulang lebih awal, ia ingin menjemput adiknya.

Untunglah bosnya memang akan menutup kafenya, maka tanpa menunda waktu lagi, dia langsung membereskan barang - barangnya. Setelah itu ia berpamitan pada bosnya.

* * *

Sementara itu Kirana, adik Chandini yang sedari tadi ditunggu oleh kakaknya, ternyata tertidur di ruang latihan dance karena kelelahan berlatih sepanjang sore tadi.

Dia terbangun dengan kaget karena suara petir yang menggelegar. Dilihatnya jam menunjukkan pukul 8 malam. Ia kaget.

'Sudah terlambat satu jam. Kenapa tak ada yang membangunkanku tadi, huuh,' batinnya sedih.

Secepat mungkin ia membereskan dirinya diruang latihan itu. Setelah selesai ia segera keluar, namun saat akan keluar, ternyata pintunya telah dikunci.

"Sial, pasti ini kerjaannya si Krystal beserta kroco - kroconya yang menyebalkan itu. Awas saja, kalau besok aku ketemu dengannya, akan kubalas. Ini sudah tak bisa dibiarkan," omel Kirana.

*flashback*

Kirana sedang berlatih dance untuk lomba dance antar sekolah tingkat nasional. Dia terpilih menjadi wakil untuk sekolahnya. Memang bakat istimewa Kirana adalah menari. Sedari ia masih sekolah dasar, ia sudah mendapatkan berbagai penghargaan untuk lomba tari, maka tak heran jika sekarang pun dia kembali terpilih.

Saking seriusnya dia menari, dia tak tahu bahwa sedari tadi seorang siswa dari kelas senior memperhatikannya berlatih. Senior itu memandang sendu ke arah Kirana. Yang kemudian senior itu masuk ke ruang dance, Kirana pun agak terkejut melihat kedatangan seniornya. Dan seketika ia berhenti menari. Dia menatap heran ke arah seniornya itu.

"Oh, Kak Ardi, tumben. Ada perlu apa Kak Ardi kemari? Mencariku?" tanya Kirana pada seniornya itu, namanya Ardi.

"Ah, tidak ada apa-apa kok. Aku kebetulan saja lewat sini dan melihatmu sedang serius berlatih. Karena aku penasaran, jadi aku masuk saja. Apa aku mengganggumu?" Ardi terlihat gugup.

Kirana tersenyum,menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Silahkan saja, tapi hati-hati, bisa-bisa Kak Ardi mengantuk. Melihatku latihan menari sangat membosankan," Kirana setengah terkikik geli melihat seniornya gugup seperti tadi. Dia tak tahu kenapa.

"Mana mungkin aku bosan, melihatmu menari adalah sesuatu hal yang menakjubkan dalam hidupku." Ardi menatap lurus kearah Kirana.

Kirana merasa pipinya merona, hanya tersenyum menundukkan kepalanya. Sementara diluar, Krystal dan teman segengnya yang kebetulan juga lewat tempat itu, memperhatikan interaksi antara Ardi dan Kirana dengan perasaan mendongkol. Seluruh sekolah sudah tahu jika Krystal sangat menyukai Ardi. Selain kaya, Ardi merupakan siswa teladan, bahkan bakat menarinya pun tak kalah dibandingkan dengan Kirana. Siapa yang mampu menolak pesona seorang Ardi Wibawa. Bahkan sebenarnya, Kirana pun diam-diam pernah menyukai Ardi. Hanya saja dia sedikit minder dengan dirinya sendiri. Terutama, dia paling malas jika harus berurusan dengan si Krystal itu.

Kirana tak sengaja menoleh ke arah luar, seketika senyumnya lenyap melihat seseorang yang ada di sana.

"Kak Ardi, maaf aku sepertinya tak bisa meneruskan latihanku. Aku lupa kalau hari ini kelasku ada tes harian. Jadi aku harus belajar sebentar supaya nilaiku bagus nanti."

Kirana membereskan barangnya dengan tergesa - gesa, sambil melirik kearah Krystal yang masih berdiri diluar dengan wajah ngambeknya. Kirana tahu jika saat ini Krystal pasti sedang cemburu padanya.

Ardi yang tak tau apa-apa menatap Kirana dengan bingung. Ia memperhatikan Kirana yang melirik ke arah luar, ia pun hanya menghela nafasnya. Pasti ini karena Krystal lagi. Ia berusaha mencegah Kirana yang akan pergi, namun Kirana memberi Ardi isyarat dengan tatapan memohon supaya diijinkan pergi. Meski terlihat jika Ardi sedikit kecewa, namun ia mengangguk mengerti. Kirana pun bergegas pergi.

* * *

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Kirana memutuskan untuk meneruskan latihan menarinya yang sempat tertunda tadi. Berharap kali ini tak ada yang akan mengganggunya.

Masih ada waktu beberapa jam sebelum ia menemui kakaknya di kafe tempat kakaknya bekerja.

Namun saat perjalanan akan menuju tempat latihannya, ia dicegat tak lain dan tak bukan oleh Krystal dan teman segengnya. Kirana memutar bola matanya malas.

"Apalagi sekarang?" gumam Kirana kesal.

Krystal yang mendengar gumaman Kirana pun makin jengkel.

"Hei teman-teman, rupanya princess kita satu ini sudah mulai pikun, ya?" kata Krystal sinis.

"Apa maksudmu,Krys? To the point saja, aku sedang malas meladenimu." Kirana pun tak kalah sinis.

"Heh, beraninya kau meremehkanku ya! Kau lupa aku ini siapa, hah?" Krystal makin emosi karena diremehkan.

"Iya, iya aku tahu kau siapa Krys. Jadi, aku minta kau tak usah menggangguku lagi, oke? Aku sedang tak punya banyak waktu, aku harus berlatih. Ini untuk sekolahmu juga, kalau kau lupa." Kirana berusaha menghindari perkelahian dengan Krystal sekarang ini.

Dia bosan tiap kali harus menerima perlakuan Krystal terhadapnya, seolah dia serangga pengganggu. Selama ini dia selalu mengalah karena tak ingin mendapat poin merah. Ia dan kakaknya sudah berusaha susah payah supaya bisa masuk ke sekolah ini. Tak mungkin dia menyia-nyiakan usahanya selama ini.

Krystal makin kesal perkataannya tak di anggap. Ia pun menarik rambut Kirana.

"Kau tak boleh kemanapun sebelum aku mengijinkanmu pergi."

"Aduh..hei.. kau menarik rambutku, sakit tahu!" Kirana menghempaskan tangan Krystal.

Ia heran sendiri darimana ia mendapat keberanian seperti tadi.

Sementara Krystal dan yang lain melongo akan reaksi Kirana tadi.

"Kau! Sudah cukup selama ini kau menggangguku! Aku sudah lelah mengalah! Kali ini aku tak akan tinggal diam! Terserah kau mau apa, aku muak dengan perlakuanmu!" mata Kirana mulai berapi-api sudah siap berperang.

"Kirana!" sebuah suara menginterupsi perkelahian mereka.

Merekapun menoleh, rupanya Ardi belum pulang sekolah.

Ardi berjalan mendekat kearah Kirana dan Krystal.

"Ada apa ini? Apa kalian sedang berkelahi?" Ardi curiga. Ia melihat rambut Kirana yang berantakan.

"Ah, tidak kok, kak. Aku hanya sedang bertanya pada Kirana apa dia mau ikut bersama kami jalan-jalan. Kami sudah lama tidak keluar jalan-jalan. Iya kan, Kirana?" Krystal tersenyum penuh arti pada Kirana. Mengisyaratkan supaya Kirana menjawab iya.

Namun Kirana mendengus sebal,

"Iya benar, tapi maaf aku tak bisa pergi, aku harus latihan lagi. Jadi silahkan nikmati waktu kalian," ucap Kirana sinis, lalu bergegas pergi sebelum,,

"Oh iya satu lagi, ngomong - ngomong Krys, kau tak perlu cemburu padaku. Karena aku tak mungkin menyukai pacar orang, aku tidak pikun dan aku cukup tahu diri, kau tahu! Dan Kak Ardi, sebaiknya kau awasi pacarmu itu, jangan sampai ia menggangguku lagi. Aku malas harus meladeni pacarmu yang pencemburu itu. Karena itu sangat menyebalkan dan melelahkan untukku."

Kirana menyeringai lebar dan bergegas pergi dari tempat itu. Ia tadi sempat melirik ke arah Krystal yang tampak kaget dan panik. Ardi yang awalnya bingung dengan perkataan Kirana, kemudian teringat kejadian tadi siang, lalu ia melirik penuh amarah pada Krystal.

Kirana tersenyum lebar merasa menang.

*flashback off*

Kirana tahu pasti ini ulah Krystal karena tadi merasa dipermalukan didepan kekasihnya.

Ia mencoba menggedor pintu itu. Berharap ada seseorang yang akan mendengarnya, tapi nihil. Ia merasa lelah dan lapar, seharian ini ia belum makan. Ia kemudian mengambil handphonenya untuk menelpon kakaknya meminta tolong.

Kakaknya pasti cemas ia tidak datang ke kafe kakaknya.

Ia menganga melihat ponselnya, walaupun sebenarnya sudah tahu apa yang akan dilihatnya. Banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari kakaknya. Ia langsung menelpon kakaknya.

"Halo, Kak Dini.."

"Kirana!!"

ia pun menutup telinganya, kakaknya berteriak kencang sekali. Suara kakanya serasa berdengung ditelinganya, padahal hanya lewat telepon.

"Kirana! Kemana saja kau? Kenapa tak menjawab teleponku? Kenapa kau tak datang ke kafe? Kenapa kau terlambat? Apa kau baik-baik saja? Apa kau sudah makan?" tanya kakaknya bertubi-tubi, membuat Kirana bingung sendiri.

Walaupun menyebalkan, Kirana suka saat kakaknya perhatian padanya. Baginya kakaknya adalah segalanya didunia ini. Ia tersenyum sendiri.

"Oi! Kirana! Kenapa kau diam saja? Cepat beritahu aku, dimana kau sekarang? Aku sedang dalam perjalanan menuju sekolahmu. Apa kau masih disana?"

"Eh, oh i..iya, kak, aku masih di sekolah.

Tolong aku. Aku terkunci diruang latihan menari dekat aula. Aku tadi kelelahan, jadi aku ketiduran, maaf ya kak," Kirana sudah merasa akan menangis.

"Kau ini bagaimana sih, aku cemas sekali kau kenapa-napa. Seharusnya kau menghubungiku dahulu tadi kalau kau berlatih sepulang sekolah. Ya sudah, tunggu aku sebentar lagi, aku akan minta penjaga sekolah supaya membukakan pintunya." Kirana hanya mengangguk diam.

piip..

Chandini sampai disekolah Kirana 15 menit kemudian. Saat turun dari bus, hujan sudah reda. Jadi ia tak perlu payungnya lagi. Ia berlari menuju ruang penjaga sekolah. Ia langsung meminta tolong supaya dibukakan pintu ruang latihan menari, karena adiknya masih terkunci disana.

Penjaga sekolah awalnya tak percaya, namun setelah Chandini menyuruhnya mengecek lewat cctv, ia pun akhirnya bergegas ke ruang latihan diikuti Chandini.

"Kakak!!" teriak Kirana saat ia sudah berhasil keluar dari ruangan itu. Ia langsung memeluk kakaknya, badannya bergetar.

"Sssh, sudahlah, kakak kan sudah disini. Ayo kita pulang, kau pasti lapar kan. Kakak akan mentraktirmu makan enak."

Kirana mengangguk lemah.

"Maaf ya, kakak tak datang lebih cepat." Chandini mengelus rambut adiknya dengan sayang.

"Tak apa, kak, aku tahu kakak tetap akan datang mencariku walaupun terlambat. Dan aku akan selalu menunggu kakak sampai kapanpun kau datang," Kirana tersenyum, menenangkan kakaknya kalau ia sudah baik-baik saja.

"Oh iya, paman penjaga terima kasih atas pertolongannya." ucap Chandini.

"Ah, tak apa-apa nak. Seharusnya paman yang meminta maaf, karena tak mengawasi sekolah dengan benar," sesal penjaga.

"Kalau begitu, kami permisi pulang dulu, paman. Sekali lagi terima kasih atas bantuannya." Chandini dan Kirana membungkukkan badannya, dibalas oleh paman penjaga.

"Kirana, kau mau makan apa? Jangan bilang ingin makan mie, itu tak baik untuk kesehatan."

Kirana geli mendengar omelan kakaknya, belum juga dia bilang ingin makan apa.

"Terserah kakak saja, yang penting bisa dimakan dan membuatku kenyang, haha.." Kirana tertawa riang.

"Isssh..kau ini, baiklah, ayo ikut kakak.."

Mereka berdua berjalan dengan perasaan senang. Tapi dari kejauhan terlihat 2 buah mobil hitam yang mengikuti mereka diam-diam.

"Apa kita harus melakukannya sekarang, bos?"

"Tidak sekarang, tunggu sebentar lagi, kita masih harus mengurusi sesuatu yang lebih penting terlebih dahulu. Kita pergi!" perintah bos.

"Baik, ayo jalan," ucap yang lain pada sopir mereka.

- T B C -