"Kematian memang datang secara mendadak, tidak ada yang tahu hal itu kecuali Tuhan."
***
Beberapa saat kemudian, Yuuto segera menyusul suster itu. Ia memanggilnya ketika berada dalam jarak tiga meter di belakang suster.
"Suster, maaf sebentar! Suster...!"
Langkah kaki suster yang membawa nampan obat itu menjadi lamban. Ia berpaling ke belakang, dan tersenyum memandang Yuuto. Langkah kaki Yuuto di percepat sehingga berada di seiring dengan suster manis itu.
"Suster, kamu tadi bicara dengan ibu tadi, bukan?" tanya Yuuto.
"Kenapa kau tanyakan?" tanya suster itu.
"Hm... Aku mau minta tolong pada mu. Jasad ku ada di dalam kamar mayat. Kurasa kau bisa mengeluarkan jasad ku dari sana!" kata Yuuto.
"Kau baru saja meninggal, ya?" tanya suster itu lagi.
"Ya. Aku ingin masuk lagi dalam ragaku! Tolonglah aku. Bukakan tempat penyimpanan jenazah, dan keluarkan raga ku dari sana supaya aku bisa masuk lagi." kata Yuuto.
Suster itu tertawa. Yuuto gelisah. Ia sempat membaca tulisan nama suster yang ada di sebelah kiri baju seragamnya. Suster itu bernama Anna Kushina. Untuk selanjutnya Yuuto akan memanggilnya, Anna saja.
"Pada umumnya pendatang baru akan pulang semangat seperti kamu." kata Anna.
Ia berhenti melangkah dan memperhatikan Yuuto.
"Dulu aku juga punya niat san semangat seperti kamu, ingin masuk ke dalam raga ku lagi. Tapi, hal itu tidak pernah bisa ku lakukan sampai sekarang. Siapa pun tidak akan bisa." kata Anna.
"Aku tidak peduli, bisa atau tidak, yang jelas aku meminta bantuan mu. Kamu mau membantu ku atau tidak, Anna?" kata Yuuto.
Anna menggeleng, matanya memang tampak dingin dan hampa, tapi entah kenapa Yuuto suka memperhatikan mata yang kecil tapi bukan sipit iu.
"Lupakanlah keinginan mu itu! Kau akan merasa lebih senang jika sudah terbiasa seperti aku ini! Tanpa susah-susah masuk ke dalam raga lagi, tapi bisa memegang, menjamah sesuatu, masih bisa tampak di mata mereka yang hidup, dan masih bisa berkomunikasi. Justri kita mempunyai kelebihan yang tidak di miliki mereka. Kita bisa menembus dinding dan menghilang dari pandangan mereka. Kenapa harus susah-susah masuk ke raga kita lagi?" kata Anna.
Roh suster muda yang mungkin meninggal pada usia 20 tahun itu melangkah kembali, membiarkan Yuuto tertegun merenungi ucapannya tadi. Ada suatu pendapat yang terlintas dalam pikiran Yuuto. Maka, ia segera mengejar Anna dan kembali melangkah seiring.
"Anna, aku tidak mau menjadi seperti hantu! Aku... Aku tidak senang dalam keadaan roh seperti ini. Aku tidak bisa berkomunikasi dengan orang, seperti kau bicara dengan ibu tadi. Aku juga tidak bisa menyentuh benda padat, tidak bisa menampakkan diri seperti kamu ini, dan... "
Anna buru-buru memotong kata-kata Yuuto, "Semua bisa kamu pelajari."
"Di pelajari?!" Yuuto masih janggal dengan kata-kata Anna.
"Kau harus menerima kenyataan, bahsa kau adalah roh. Bukan jasad kasar. Jika kau menyadari bahwa kau adalah roh, maka kau bisa memegang sesuatu, menyentuh benda padat, menendang bangku dan sebagainya. Kalau kau menentang kenyataan diri mu sebagai roh dan masih beranggapan bahwa raga mu yang memegang, menendang, menyentuh dan sebagainya itu, maka kau selamanya tidak bisa melakukan seperti yang telah kulakukan. Kamu tidak akan bisa bicara dengan siapa pun, suara mu tidak bisa di dengar oleh manusia, jika kamu tidak mau menyadari bahwa diri mu sekarang ini adalah roh. Itu kuncinya!" ucap Anna.
Yuuto tetap melangkah dengan mulut terbungkam. Ia merenungkan kembali kata-kata Anna sambil menunduk. Ke mana Anna membelok arah, Yuuto ikut saja. Ia tak peduli tembok kokoh didepannya. Karena Anna menembus tembok itu, maka Yuuto pun ikut saja menembus tembok, seperti berjalan di alam bebas. Bahkan ia juga merasa tidak menyentuh atau membentur sesuatu, sedangkan saat itu ia berjalan melintasi ranjang-ranjang pasien, menembus para pasien yang tengah berbaring menunggu saat makan obat.
"Cobalah memahami diri mu sendiri, supaya apa yang kau inginkan bisa tercapai." kata Anna yang membelok ke kamar bedah.
Yuuto berhenti. Masih punya perasaan ngeri untuk masuk ke kamar bedah. Ia kuatir memergoki mayat yang tengah di bedah perutnya atau bahkan otaknya. Maka, tanpa mengatakan sesuatu, Yuuto pun kembali menyusuri koridor.
"Aku roh...?! Aku sudah menjadi roh?" pikir Yuuto sambil melangkah. "Kalau begitu, tangan yang ku gunakan adalah tangan roh? Suara ku adalah suara roh? Bukan suara manusia hidup?"
Yuuto mencoba menerima kenyataan dirinya. Ia berusaha menyadari bahwa dirinya adalah roh. Kemudian, ia mencoba menepuk tiang penyangga atap koridor. Plakkk...!
"Hei, aku bisa menepuk tiang itu?" Yuuto terkejut. Sekali lagi ia meneouknya, dan berhasil merasakan sakit pada telapak tangannya.
"Wah, aku bisa seperti manusia yang masih hidup?!"
Yuuto mencoba memungut batu. Batu itu bisa terangkat, lalu Yuuto melemparkannya. Wesss...! Prang!
Batu mengenai kaca jendela, kaca jendela itu pecah akibat lemparan batu di tangan roh Yuuto. Melihat kenyataan itu, Yuuto tersenyum. Lega dan merasa bangga, bahwa ia bisa melakukan seperti yang dilakukan roh-roh lainnya.
Sekali lagi Yuuto mencoba hasil dari memahami bahwa dirinya adalah roh. Kali ini ia mencoba berbicara dengan seseorang. Lelaki separuh baya sedang melangkah pelan menyusuri koridor. Agaknya lelaki itu sedang menunggu teman-temannya yang hendak keluar dari rumah sakit. Sebelum rombongan teman-teman lelaki itu tiba, Yuuto lebih dulu menegurnya dengan sopan.
"Habis besuk ya, Pak?" tanya Yuuto kepada lelaki paruh baya itu.
"Iya, Dik! Anu, teman sekantor saya menderita penyakit ginjal dan perlu... "
Bapak itu tiba-tiba berhenti bicara. Ia menjadi kelabakan. Bingung sendiri. Berpaling ke sana-sini. Yuuto sengaja menghilang, seakan dalam hati Yuuto saat itu mengatakan, "Aku menghilang, ah...!"
Memang benar Yuuto menghilang. Dan lelaki separuh baya itu jadi merinding. Gemetar, lalu tergagap-gagap waktu menceritakan apa yang di alami barusan kepada rombongannya.
"Aku... Aku... Aku diganggu setan…" ucap lelaki paru baya itu kepada teman-temannya.
Yuuto tertawa geli sambil meninggalkan orang itu. Semakin lega perasaannya, semakin bangga karena ia telah bisa membuat seseorang mendengar suaranya, melihat ujud dan membuat orang itu ketakutan.
"Tapi bukan itu tujuan ku." gumam Yuuto sendiri dengan nada sedih. "Aku tetap harus bisa hidup dalam raga ku lagi. Manusia lebih berkuasa ketimbang setan, dan aku tidak mau menjadi setan!"
Rupanya Yuuto tadi terlalu lama bersama Anna, sehingga ketika ia sampai di kamar mayat ia mendengar percakapan dua teman kuliahnya, Ryan dan Simon.
"Kita terlambat, Yan." kata Simon.
"Menurut keterangan penjaga kamar mayat, jenazah Yuuto sudah di bawa pulang oleh Om Ripto." ucap Simon.
***
Bersambung…