"Kenapa dengan orang tua mu?" tanya Yuki.
"Kau pasti sudah mengetahui, sebab kamu serba bisa." Sindir Yuuto.
"Orang tua ku hanya seorang pekerja dengan penghasilan pas-pasan. Ayah ku seorang pegawai kantor. Ibu ku seorang penjaga toko. Sedangkan adik ku ada tujuh. Yang ke dua sudah bekerja, tapi penghasilannya tak bisa membantu orang tua ku. Yang ke tiga dan ke empat sudah Senior High School, yang ke lima sudah Junior High School, yang keenam dan ke tujuh masih Elementary School. Semuanya membutuhkan biaya pendidikan, belum lagi biaya hidup mereka." lanjut Yuuto.
Kemudian ia pun berhenti sejenak. Menunggu reaksi dari Yuki. Tetapi, perempuan itu tetap bungkam. Seakan membiarkan Yuuto bicara sampai tuntas. Maka, Yuuto pun menyambung kata-katanya lagi.
"Kamu bisa bayangkan gak? Alangkah berat beban orang tua ku itu. Makanya aku di suruh tinggal bersama om dan tante ku di Indonesia sejak aku lulus dari Junior High School, guna memperingan beban orang tua ku. Itu pun orang tua ku masih keberatan beban. Aku ingin membantu meringankan beban beliau. Aku harus bekerja, menyisihkan sedikit penghasilan ku buat membantu orang tua ku dalam membiayai ketujuh adik ku." Ucap Yuuto sambil mengikuti pandangan mata setiap gerakan Yuki. Bahkan ketika Yuki duduk di tepian meja, di depan Yuuto, mata Yuuto makin tegas memandanginya.
"Selama ini.... "Kata Yuuto lagi. "Aku belum bisa memberikan apa-apa pada mereka. Aku baru empat bulan menjadi tukang foto keliling. Hasil ku belum seberapa. Aku baru punya uang tabungan sebesar 3 juta rupiah. Itu pun belum bisa dipakai untuk membantu orang tua ku. Karenanya, saat ini aku merasa mati dalam keadaan tidak puas. Aku mau saja mengalami kematian. Mau. Asal aku sudah bisa membantu orang tua ku, bisa membiayai adik-adik ku, bisa membahagiakan keluarga ku dan bisa membuat orang tua ku merasa bahwa aku ini anak yang berguna."
Yuuto berdiri, wajahnya makin mendekati Yuki. "Tolonglah aku kalau memang kau bisa mengembalikan roh ku ke dalam raga ku. Biarlah aku mempunyai kesempatan untuk membahagiakan orang tua ku, setelah itu kalau mau mati ya matilah. No problem!" Yuuto angkat bahu.
Yuki tampak seperti menghela napas. Ia mempertimbangkan permohonan Yuuto dengan mata menunduk, seakan tak berani terlalu lama beradu pandang dengan Yuuto. Kemudian, ketika ia hendak bicara, ia menatap Yuuto dengan matanya yang redup-redup sayu, tapi punya keindahan tersendiri.
"Sebenarnya kau memang belum mati." ucap Yuki pelan. Pelan sekali, sampai-sampai Yuuto sangsi dengan pendengarannya.
"Apa kata mu tadi?" tanya Yuuto.
"Sebenarnya kau belum waktunya untuk mati." ujar Yuki.
"Kok kamu bisa bilang begitu?" desak Yuuto merasa heran.
"Kau ingat, bahwa kau pernah punya pacar bernama Jessy?" kata Yuki.
"Ooh, itu pacar waktu SMA. Sekarang sudah putus. Kau tak perlu cemburu." jawab Yuuto.
"Aku tidak cemburu!" bentak Yuki sedikit keji.
"Aku hanya mengingatkan kamu, bahwa kamu pernah punya pacar yang bernama Jessy. Jessy sendiri dari keluarga yang hidup sederhana, bukan?" ucap Yuki.
"Ya, bapaknya cuma supir sebuah perusahaan. Jessy juga punya adik banyak. Hmm... Ada empat orang adiknya." ucap Yuuto sambil mengingat-ingat.
"Bapaknya punya hutang banyak, dia gemar berjudi!" tukas Yuki.
Yuuto mengangguk. "Ya. Ya...! Itu kasus yang sudah lama ada pada mereka. Terus...? Maksudmu menyinggung-nyinggung masalah Jessy mau apa?" desak Yuuto yang seenaknya saja bicara.
"Kau pernah memberikan foto kepada Jessy, bukan?" ucap Yuki lagi.
"Ya. Sebagai kenang-kenangan. Tapi itu dulu. Kamu nggak usah cemburu." jawab Yuuto santai.
Yuki mendengus kesal, wajahnya tampak ketus. Matanya yang sayu itu sedikit melebar. Ia ingin protes atas dugaan Yuuto itu, tapi ia pikir percuma. Maka, ia melanjutkan ucapannya dengan nada dongkol.
"Foto mu itu digunakan oleh orang tuanya Jessy untuk cari kekayaan. "
Dahi Yuuto berkerut. "Maksud mu, bagaimana?"
"Bapaknya Jessy cari kekayaan secara tak wajar. Ia bisa msnjadi kaya jika ia mampu menyediakan korban setiap tahunnya. Tak perlu ujud asli manusia, foto calon korbannya pun bisa digunakan. Dan tahun ini, foto mu yang menjadi sasaran. Jadi, kau mati sebagai ganti tumbal kekayaan orang tua Jessy. Ngerti?!"
Yuuto bahkan terbengong-bengong. Makin lama makin menarik juga penjelasan cewek kece ini. Malahan, makin lama makin membingungkan juga. Dan Yuuto pun bertanya "Mengapa harus aku yang mereka korbankan?"
"Sebab dari dulu bapaknya Jessy tidak suka kepada mu, bukan? Kamu pernah berusaha ingin memperkosa Jessy, bukan?! Dan Jessy menceritakan hal itu kepada bapaknya."
"Yahhh... Tapi itu dulu. Waktu pikiran ku masih hijau. Itu pun...nggak jadi kok." jawab Yuuto dengan malu.
"Jadi atau tidak, itu urusan kalian! Tapi yang jelas nyawa mu sudah menjadi jaminan atas kekayaan keluarga Jessy. Raga mu boleh tinggal di bumi tapi nyawa mu harus mengabdi sesuai perintah. Karena kau lah orang yang terpilih sebagai tumbal kekayaan bapaknya Jessy, Paham?" ucap Yuki ketus.
"Belum!" jawab Yuuto cepat. "Sekarang... Oke, anggap saja aku mati sebagai tumbal. Lalu, nyawa ku harus mengabdi sesuai perintah. Terus, aku harus mengabdi kepada siapa? Dan mengerjakan perintah siapa?"
"Tentu kepada yang memberi kekayaan orang tua Jessy." jawab Yuki cepat.
"Siapa yang memberi kekayaan orang tua Jessy?" tanya Yuuto.
"Aku...!" jawab Yuki ketus.
Tersentak kepala Yuuto mendengar jawaban tegas itu. Matanya ternganga sampai beberapa saat. Yuki buru-buru mengalihkan pandangan matanya sambil berkata "Kau mau kaget, takut, atau tidak, itu urusan mu. Yang jelas, kau adalah roh perjanjian antara bapaknya Jessy dengan aku. Dan kau adalah abdi ku yang harus menurut segala perintah ku."
"Tapi kau sudah mendengar alasan permohonan ku tadi, bukan? Kau sendiri punya janji untuk menolong ku jika aku punya alasan yang kuat, bukan?" ucap Yuuto.
Yuki tak berkedip menatap Yuuto yang wajahnya jadi menyedihkan itu. Ia bagai sedang menghela napas dalam-dalam, lalu teemenung mempertimbangkan sesuatu. Samar-samar terdengar ia menggumam.
"Lagi-lagi kau menyudutkan aku, Yuuto." ucap Yuki.
"Karena aku juga tersudut." jawab roh Yuuto.
"Tolonglah, Yuki. Bapaknya Jessy cuma menanggung lima anak. Bapak ku menanggung tujuh anak. Bapaknya Jessy suka berjudi, bapak ku tidak. Bapaknya Jessy sebenarnya punya penghasilan lumayan, bapak ku.... "
Belum sempat Yuuto menyelesaikan perkataannya. Yuki langsung memotong dan berkata dengan nada tinggi "Cukup!"
Yuki jadi tampak anggun dan berwibawa. Ia berkata sambil mondar-mandir di depan pintu.
"Kalau kau hidup kembali, maka aku harus mengambil semua yang sudah ku berikan kepada bapaknya Jessy."
"Ambilah! Itu urusan mu. Yang penting, aku minta tolong pada mu untuk mengembalikan roh ku pada raga ku!" ucap Yuuto dengan ketus.
***
Bersambung....