Chereads / The End of The Death / Chapter 6 - Chapter 6 Juru Baka

Chapter 6 - Chapter 6 Juru Baka

"Hal-hal kecil sangat penting untuk membuat perubahan besar."

***

Akhirnya, Yohan mengalah. Mencoba memahami guncangan jiwa Simon. Sedangkan roh Yuuto masih berada di sudut kamar. Tetap memperhatikan perdebatan kedua temannya itu. Kini ia tahu, apa yang membuat suasana menjadi gaduh kembali di luar rumah. Tak lain akibat kedatangan Ryan dan Simon. Mereka langsung menyebar berita pertemuannya dengan roh Yuuto di rumah sakit.

"Lu jangan nuduh gua ama Ryan bikin sensasi, Yon!" Simon masih melanjutkan ucapannya dengan cemberut dan bersungut-sungut.

"Maklum aja deh, soalnya tadi di sini juga habis terjadi kengerian yang membuat semua orang jadi panik! Kain penutup jenazah terbang sendiri, seperti ada yang menyingkapkan. Jadi, kami masih di bayang-bayangi kengerian, elu ama Ryan datang bawa berita begituan, ya kontan kami jadi panik kembali, Mon." ucap Yohan.

Sebetulnya roh Yuuto ingin tertawa, tapi ia merasa sedih dan iba mendengar perdebatan itu. Dan, karena Simon serta Yohan masih meneruskan percakapan, Yuuto tetap berada di sudut ruangan. Hanya tiga langkah di belakang Simon.

Simon menceritakan pesan roh Yuuto. Mulanya Yohan yang berbadan gemuk itu hanya manggut-manggut, merenung, kemudian baru mengutarakan pendapatnya.

"Kayaknya nggak ada yang mau percaya dengan pesan itu deh. Apa pun yang terjadi, jenazah Yuuto besok tetap akan di makamkan. Tapi menurut pembicaraan Om Ripto dan Pak RW, jenazah akan di makamkan siang hari, antaa pukul satu atau pukul dua." kata Yohan.

"Mungkin maksud roh Yuuto, pemakaman itu agar di tunda dulu sebelum orang tuanya dari Jepang datang." kata Simon.

"Wah, soal itu nggak bisa kasih komentar deh. Sebab, logikanya begini... Kalau orang tua almarhum terlambat datangnya sampai sore atau malam, atau bahkan esok paginya baru datang, bagaimana? Kalau jenazah di biarkan terlalu lama kena udara akan membusuk." Ucap Yohan.

"Iya, ya…?" Simon berpikir sambil mangut-mangut.

"Eh, tapi... ngomong-ngomong kita jangan berembuk di sini deh. Ini kan kamarnya almarhum. Bulu kuduk ku dari tadi merinding nih. " kata Simon sambil gemetaran.

"Aku juga." ucap Yohan sambil mengusap tengkuk kepalanya.

"Apa mungkin roh Yuuto ada di kamar ini, ya?" tanya Yohan.

"Ahhh...! Ngomong seenaknya aja lu!" ucap Simon sambil keluar dari kamar lebih dulu.

Yohan menyusul dengan setengah berlari ketakutan. Roh Yuuto yang memperhatikan itu hanga geleng-geleng kepala sambil menahan geli.

Tidak. Tidak waktunya ia tertawa saat itu. Ia masih harus mencari jalan agar bisa masuk ke dalam raganya. Ia tidak ingin raganya membusuk dan di makan rayap. Cepat atau lambat ia harus masuk ke dalam raganya dengan berbagai percobaan. Tapi percobaan yang bagaimana supaya tidak menganggu ketenangan orang lain?

Pada saat roh Yuuto termenung di kamarnya, tiba tiba ia melihat seorang perempuan masuk ke kamar itu juga dengan cara menembus dinding.

Perempuan itu di kelilingi oleh cahaya biru bening. Yuuto segera menyadari, bahwa perempuan itu adalah roh. Yuuto juga ingat, perempuan itu adalah perempuan yang bertemu dengannya di atas jalan tol ketika terdengar adzan magrib itu.

Perempuan itu berkimono dengan rambut terurai panjang sebatas pinggang. Yuuto menatapnya, dan ia menemukan ada senyum manis berlesung pipit di wajah perempuan cantik itu.

"Sudah kau coba? Berhasilkah kau masuk ke dalam raga mu?" tanya perempuan itu bernada mencemooh.

Yuuto duduk di tepi ranjang. Perempuan itu duduk di tepian meja belajar. Ia melipat tangannya di dada, menampakkan sikap angkuhnya. Dengan suara empuk tapi datar, ia berkata lagi

"Baru sekarang aku melihat roh pendatang baru yang sebodoh kamu. Apa sih kehebatan mu sebagai manusia? Kau hanya mahasiswa yang kalau ujian jarang bisa lulus. Kau punya kerja sambilan hanya sebagai tukang potret keliling sambil cari berita. Kau belum menjadi wartawan ternama seperti yang kau cita-citakan itu. Kenapa kau menyesali prestasi mu yang masih mentah? Kenapa kau merasa kecewa meninggalkan hidup mu yang tidak punya keistimewaan itu? Sedangkan sebagai roh, kau punya keistimewaan. Kau bisa berbuat sesuka hati mu. Kau bisa memotret tanpa tustel, jadi sarjana tanpa ujian, jadi kaya tanpa kerja keras, punya mobil tanpa membeli dan... banyak lagi yang bisa kau dapatkan sebagai roh."

"Hei, kau ini sebenarnya siapa? Kenapa peduli amat dengan kemauan ku?"ucap Yuuto dengan nada ketus.

"Aku Juru Baka, yang mengawasi semua penghuni alam baka, berkuasa atas mereka. Nama ku Yuki. Aku juga hakim di alam kehidupan roh ini. Aku yang berhak memutuskan semua perkara, bahkan menentukan semua peraturan di sini." jawab perempuan berkimono itu.

Roh Yuuto memandangi perempuan yang mengaku bernama Yuki itu. Cukup lama roh Yuuto menikmati kecantikan Yuki yang mempunyai hidung mancung dan mata sayu yang memikat hati. Bulu matanya lentik, bibirnya yang tak terlalu merah. Pias, tapi berbentuk indah. Tak terlalu mungil, tak juga terlalu lebar. Bibir bawahnya sedikit lebih tebal dari bibir atasnya. Tubuhnya semampai. Langsing, tapi bukan kerempeng. Kimononya yang mempunyai belahan dada cukup lebar menampakkan dua gumpal daging yang tersumbal sebagian. Padat dan berisi.

"Kau memandangi ku dengan bernafsu, bukan?" kata Yuki secara tiba-tiba.

Roh Yuuto terperanjat sesaat, lalu menggeragap karena malu. Yuki justru tersenyum anggun dan berkata,

"Sebagai roh, kau bisa mendapatkan apa yang kau bayangkan itu, Yuuto."

"Kau tahu nama ku segala?" tanya Yuuto heran.

"Aku tahu semua nama orang yang akan menjadi wargaku. Aku tahu semua pribadi mereka. Karena aku bisa membaca tiap pikiran, perasaan dan keinginan mereka. Baik sesudah mati ayau pun sebelumnya." Kata Yuki.

"Kau serba bisa, ya?" tanha Yuuto lagi.

"Benar. Aku memang serba bisa." jawab Yuki sedikit menyombongkan diri.

"Kalau benar kau serba bisa tentunya kau bisa memasukkan roh ku kembali ke dalam raga ku, bukan?" ujar Yuuto.

Yuki terdiam, merasa terjebak oleh diplomasi Yuuto. Ia melangkah dalam keadaan mengambang. Di depan pintu, ia berhenti dan berbalik arah. Ia seperti orang dalam posisi berdiri dan punggungnya bersandar pada pintu. Tangannya masih bersidekap di depan dada. Roh Yuuto memperhatikan dengan sikap menunggu jawaban.

Setelah cukup lama Yuki bungkam, akhirnya ia pun berkata "Kalau kau punya alasan kuat untuk kembali ke raga mu, aku bisa membantu."

Roh Yuuto ganti termenung, tapi tak lama. Bayangan kehidupan orang tuanya di Jepang terlintas dalam pikirannya, sehingga dengan tenang Yuuto pun menjawab "Aku memang punya alasan tersendiri untuk bisa hidup kembali. Alasan ku ialah aku ingin membantu orang tua ku. "

"Kenapa dengan orang tua mu?" tanya Yuki.

"Kau pasti sudah mengetahui, sebab kamu serba bisa." Sindir Yuuto.

***

Bersambung…