Hutan Breeze adalah hutan yang sangat luas dan jauh dari campur tangan manusia, lokasi tempat tinggal manusia yang terdekat adalah desa Waltz, dan desa Waltz hanya dekat dengan daerah luar hutan Breeze saja. Ketika Kabayan mengikuti rombongan Eliza, mereka masih belum keluar dari wilayah hutan Breeze.
Di area dalam hutan Breeze, Kabayan terbangun dan menyadari bahwa dia tersangkut batang pohon yang jatuh ke sungai. Dia kehilangan kesadaran selama 1 jam, namun arus sungai membawanya sampai kesini. Kabayan terbangun karena merasa geli dan melihat ikan ikan kecil sedang mencoba menggigit pantatnya.
Kabayan mencoba menggerakan badannya untuk menuju ke tepi sungai. Dia berhasil sampai ke tepi sambil memeluk batang pohon dan maju secara perlahan-lahan. Dia langsung membaringkan tubuhnya di rerumputan dan memeluk tubuhnya sendiri, dia sangat kedinginan dan lemas sekali. Giginya gemetaran dan dia memandangi langit dan melamun ' syukurlah aku masih hidup, dunia macam apa ini.. orang lemah cuma bisa lari jika menghadapi bahaya.. '
Untuk pertama kalinya Kabayan merasakan bahwa dia tidak berguna sama sekali di dunia ini, apanya yang mengenal Eliza lebih jauh, dia bahkan tidak bisa menangkap seekor kelinci dan hanya bisa berlari ketika bertemu troll..
Sebelumnya dia hanya mengikuti arus orang-orang disekitarnya saja, dia berpikir semuanya akan berjalan dengan baik, namun pengalaman yang hampir membuatnya kehilangan nyawa ini seolah memberi pukulan yang keras pada kenaifannya ini.
' haha..lagian bisa apa sih aku ini..' Kabayan menertawakan dirinya sendiri, tapi dia seperti telah mengambil keputusan sambil memejamkan matanya.. " kekuatan.." dia bergumam sambil menggenggam erat tangannya.
Dia melihat ke sekelilingnya dan melihat dahan kayu yang menempel pada pohon tadi, dia memaksakan dirinya untuk berjalan kesana dan memotong dahan itu dengan goloknya yang selalu berada di pinggangnya itu. Hanya dengan sekali tebas, dahan itu langsung terpotong dan terjatuh ke bebatuan. Dia mengambilnya dan menjadikan kayu itu sebagai tongkat untuk membantunya berjalan.
Dia berniat mencari tempat untuk bersembunyi dan beristirahat karena dia tidak ingin bertemu monster lain dan berakhir menjadi kotoran monster. Dia berjalan menyusuri sungai dengan tongkatnya itu dan meneliti daerah disekitarnya.
Setelah berjalan cukup lama dia melihat sebuah celah kecil di tebing bebatuan yang tinggi. Kabayan mengintip tebing itu dan melihat ada ruangan kosong yang luasnya sekitar 2x2 meter.
Namun di dalamnya terdapat monster menyerupai kambing gunung yang sedang tidur, tempat ini memang terlihat nyaman bagi Kabayan, jalan masuknya kecil dan berada setengah meter diatas tanah. Kabayan menarik napasnya dalam dalam, dia masih lemah dan tahu jika monster itu terbangun maka dia tidak bisa berlari lagi. Dia meyakinkan dirinya sendiri untuk memberanikan diri menusuk monster itu, dia tidak punya pilihan lain selain tempat ini.
' mati lawan kambing atau mati sama monster lain sama aja...hari udah mulai sore..malem pasti lebih bahaya disini..' dia menaruh tongkatnya di lorong gua yang berjarak 1 meter dari dalam ruangan gua itu. Dia menggenggam goloknya dengan kuat dan melangkah secara perlahan, kabayan menelan ludahnya dan mulai gugup melihat tanduk kambing yang melengkung ke atas itu, dia yakin tanduk itu bisa melubangi perutnya jika kambing itu menyeruduknya.
Dia berjalan semakin mendekat dari belakang kambing itu, kambing itu terlihat masih tidur dan tidak menyadari kabayan. Dia mengangkat goloknya di atas leher si kambing dan mengayunkannya sekuat tenaga.
"Pluk…" mata Kabayan terbuka lebar melihat kepala kambing itu menggelinding ke dinding gua. Badan kambing itu menjadi kejang kejang sebentar lalu berhenti seketika.
" Ah..Kambing biasa kali ya..tapi kok empuk banget tanpa tulang.." Kabayan menghampiri tubuh kambing itu dan melihat bahwa ada tulang yang terpotong rapi di leher tersebut. Dia mengerutkan dahinya dan menyentuh tulang itu dengan telunjuknya.. "tuk tuk tuk " suara itu menunjukan bahwa tulang itu keras dan tidak empuk..
Kabayan bingung dan mengambil kepala kambing yang masih berdarah dan berbusa di mulutnya itu dengan jijik. Dia memukulkan tanduk si kambing kepada tulang lehernya sendiri dan tulang itu hanya tergores kecil dan tidak empuk seperti waktu kabayan menggunakan goloknya untuk memotong leher kambing itu. Dia mengambil goloknya yang telah ia letakan di lantai batu dan mulai mengayunkan goloknya ke tanduk kambing itu, tapi tanduknya hanya tergores kecil saja.
" Sekali lagi…." Kabayan mengingat kembali apa yang ia lakukan sebelumnya dan menggenggam kuat goloknya dan mengayunkannya kembali
"Pluk.." golok Kabayan memotong tanduk itu tanpa hambatan bagaikan memotong tahu, dia terkejut melihat kejadian ini lagi, namun kali ini badannya makin terasa lemas dan berat, ia pun kehilangan kesadaran dan terjatuh ke tubuh kambing tanpa kepala itu.
****
Keesokan harinya, Kabayan membuka matanya secara perlahan-lahan, dia mengedipkan matanya yang memandangi wajah kambing tanpa badan yang ada di depan matanya, dia berkedip sekali lagi dan mulai sadar dari tidurnya.
" Aahhh..! " Dia melempar kepala kambing itu dengan tangannya ke lorong gua secara refleks.
" Hah...hah…. " Dia bernapas dengan kencang dan mengingat kejadian sebelum dia pingsan.
Kabayan berencana untuk meneliti apa yang terjadi kemarin, namun sebelumnya dia harus membenahi rumah barunya ini dari darah dan kotoran kambing yang menumpuk di pojok gua.
Kabayan memindahkan kotoran kambing dari dalam gua nya dan membiarkan tubuh kambing itu di dalam gua untuk dia santap nanti.
Dia pergi ke sungai di dekat gua nya dan melucuti pakaiannya untuk mandi dan mencuci bajunya. Dia pun berjalan agak jauh dari gua nya untuk menjemur pakaiannya diatas batu. Lalu dia mengingat-ingat tempat ini dan sekitarnya agar dia tidak melupakan tempat ini. Aliran sungai ini menuju ke arah sebaliknya dari tempat gua Kabayan berada, lalu dia pun mulai memberi makan ikan ikan kecil di sungai yang dangkal, ikan ikan itu terlihat berebutan makanan dengan kawanannya, kabayan pun senang bisa memberi ikan ikan itu makanan yang cukup, dia pun memastikan tidak akan pernah makan ikan di daerah sungai ini karena...dia tidak ingin memakan kotorannya sendiri.
Dia bersandar di bebatuan sambil menunggu pakaiannya untuk kering sambil melihat ikan-ikan yang masih menikmati sarapan pagi mereka.