Chapter 48 - Bab 48

"Terima kasih, Ayah!" Zhao Che menjawab, bersujud memberi hormat di tanah.

Para bangsawan dan pejabat, melihat ini, beramai-ramai memberi tepukan tangan untuk keberanian Zhao Che.

Yan Xun duduk di bawah dan melanjutkan meminum tehnya, tidak berkata apapun. Perlahan ia memicingkan matanya.

"Adik Ketujuh sangat berani. Dia sudah melindungi perbatasan Kekaisaran Xia selama bertahun-tahun. Memang dia adalah orang berbakat yang langka. Dengan Adik Ketujuh berjaga di perbatasan utara, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Pangeran Ketiga, Zhao Qi, mengangguk perlahan. Wajah dia tampak alami, tidak terlihat rasa iri ataupun frustrasi. Apapun niatnya, itu sangat sesuai dengan status dia sebagai keluarga kerajaan.

Setelah Zhao Che mengucapkan terima kasih, dia mengundurkan diri bersama anak buahnya. Suasana perlahan kembali ceria. Berbagai panglima perang dari klan yang berbeda mulai memamerkan keahlian bela diri mereka, melalui duel berkuda, panahan, dan adu pedang. Berbagai makanan yang menggiurkan, terutama daging binatang liar yang dipanggang, dihidangkan. Semuanya harum dan menggugah selera.

Keluarga Batuha, dari wilayah barat laut, datang dari jauh untuk menghadiri acara ini. Di antara orang-orang yang hadir, selain paman yang tidak ada hubungan darah dengan garis keturunan keluarga, hanya ada Zhalu dan Zhama. Saat itu, Zhalu baru saja memimpin pejuang dari klannya untuk mempertontonkan teknik gulat yang dipadukan dengan gaya dari orang-orang barat laut, menuai sanjungan dari penonton. Zhama memimpin sekelompok gadis muda dengan bentuk tubuh menarik dalam pertunjukan berkuda yang sangat indah. Walaupun gerakan mereka tidak luar biasa, tetapi kelompok gadis muda yang cantik tentunya akan mendapat banyak pujian.

Kaisar Xia sedang dalam suasana hati yang riang, menghadiahkan 20 lembar sutra dari Huai Song. Hal ini kembali memancing reaksi menggelegar dari para penonton.

Zhama berterima kasih kepada Kaisar Xia sambil tersenyum. Dia berdiri dan berkata, "Yang Mulia, saya rasa tidak ada artinya untuk terus melakukan pertunjukkan. Di wilayah barat laut, pertandingan bela diri diizinkan pada saat pesta. Karena ini pertama kalinya saya datang ke Zhen Huang, bolehkah saya meminta Yang Mulia memberi saya izin untuk menantang seseorang?"

Karena dia masih seorang gadis muda berusia 16 atau 17 tahun, dia terdengar lugu saat berkata demikian, membuat para penonton tertawa mendengarnya.

Kaisar Xia, duduk di atas, tampak bingung. Namun, dia bertanya dengan nada senang, "Kalau begitu, siapa yang ingin kau tantang?"

"Saya sudah lama mendengar kalau pelayan wanita di bawah Pangeran dari Yan Bei sangat terampil. Namun, saya belum mendapat kesempatan untuk melihatnya sendiri. Bagaimana kalau kami berduel, karena semua orang sedang dalam suasana hati yang bagus hari ini?"

Saat dia menyelesaikan kalimatnya, semua mata tertuju pada Yan Xun di sisi belakang tenda. Bagi yang tahu mengenai perseteruan tadi, tentunya mengerti alasan kejadian ini. Bagi yang tidak tahu, mereka mengira Zhama sedang sengaja memulai konflik. Bagaimanapun, keluarga Batuha dan Yan Bei telah bermusuhan sejak dahulu. Duel antara kedua keluarga seperti ini sangat sering terjadi, bahkan sebelum Yan Shicheng meninggal.

Sebelum Kaisar Xia berbicara, Yan Xun berdiri dan menjawab, "Dia masih muda. Dia hanya tahu sedikit ilmu bela diri. Dia tidak berani mempermalukan dirinya di hadapan Yang Mulia. Putri Zhama sangat terampil dan ahli dalam berkuda, tolong jangan mempersulit." Yan Xun memakai jubah putih dengan sulaman berpola bunga-bunga. Dia memiliki aura seorang pangeran dengan rambut hitam pekat dan kulit putihnya.

"Pangeran Yan, penipuan adalah pelanggaran berat yang dapat dihukum mati. Terlebih lagi, Putri Zhama juga berusia 16 tahun. Dengan statusnya sebagai tuan putri, akan menjadi kehormatan bagi seorang pelayan wanita untuk bisa bertanding dengannya. Anda memberi alasan seperti itu, bukankah berarti tidak menghargai niat baik pihak lain?" Dari meja keempat di barisan depan, seorang pemuda di samping Wei Jing menyela percakapan yang sedang berlangsung. Orang ini bernama Wei Qingchi. Dia adalah sosok yang akhir-akhir ini naik daun di dalam keluarga Wei. Dia sangat fasih dan tidak terbata-bata saat berbicara. Yan Xun pernah bertemu dengannya dalam beberapa pesta. Namun, Yan Xun tidak menyangka dia akan secara terang-terangan melawannya hari ini.

"Qingchi benar." Wei Jing tertawa dan menambahkan, "Pangeran Yan, seorang pria jantan harus menurut. Sangat langka kalau seorang tuan putri dari Dataran Barat Laut tertarik akan hal ini. Sebaiknya, anda kabulkan permintaan dia, jangan sampai nantinya Jenderal Batu Tua menuduh para bangsawan Zhen Huang mengganggu putrinya." Saat dia berkata demikian, yang lain menyetujui.

Kaisar Xia melihat ke Zhama dan berkata, "Silakan saja dan lakukan seperti keinginanmu."

Yan Xun merengut. Saat dia akan membantah, Chu Qiao mendadak berdiri dari belakangnya, menarik pelan lengan baju Yan Xun dan mengangguk diam. Yan Xun terlihat serius, tetapi dia tahu bahwa kali ini dia tidak punya pilihan. Jika dia terus mempertahankan pendapatnya, dia bisa diserang oleh yang lain. Di bawah lengan bajunya, dia menggenggam erat tangan Chu Qiao. Lalu ia berkata lembut, "Berhati-hatilah."

Setelah melepaskan jubah luarnya yang panjang, Chu Qiao melangkah ke tengah arena. Membungkuk ke arah utara, dia berbalik dan berkata kepada Putri Zhama, "Kalau begitu, tolong maafkan kelancangan saya."

Pandangan semua orang tertuju pada si gadis muda saat itu.

Tujuh tahun lalu, Chu Qiao yang berusia delapan tahun dan Yan Xun berada dalam masalah yang sama. Mereka memutuskan dua jari Wei Jing di Jalan Jiu Wai dan kabur dari Zhen Huang, dengan menyandera dia. Setelah itu, mereka bertarung dengan penjaga di depan Panggung Jiu You dan berhasil melarikan diri. Ingatan ini masih tergores segar di pikiran orang-orang ini.

Seorang anak berusia delapan tahun sudah menampilkan keberanian dan kemampuan sehebat itu. Tujuh tahun kemudian, kemampuan seperti apa yang dia miliki? Walaupun dia hanya seorang pelayan rendahan, dia mewakili seluruh keturunan dari Yan Bei.

Semua orang di Kekaisaran Xia tahu bahwa walaupun keturunan keluarga bangsawan Yan berakhir dengan kematian Yan Shicheng tujuh tahun lalu, pejabat-pejabat kecil tetap memerintah di kekaisaran. Keturunan Yan masih dibenci secara luas di Dataran Barat Laut. Karena gangguan terus menerus dari klan Quan Rong, Kekaisaran Xia belum bisa memberantas Yan Bei. Ini adalah alasan utama Kaisar Xia tidak berani membunuh Yan Xun selama ini. Ditambah lagi, di balik layar, ada kekuatan misterius yang terus mendukung Yan Bei dari sisi ekonomi. Karena mereka tidak sepenuhnya yakin bahwa mereka sanggup mencabut Yan Bei sampai ke akarnya, maka Yan Xun masih dianggap Tuan dari Yan Bei.

Angin dari luar tenda meniup lengan baju hijau muda gadis itu. Chu Qiao, dengan alisnya yang hitam, rambut hitam pekat, dan warna kulit yang terlihat rapuh, bukanlah orang yang paling menarik. Namun, ketenangan dan ketegasan yang dia pancarkan cukup untuk membuat orang-orang menghormatinya.

Ini pertama kalinya Chu Qiao berdiri di hadapan semua orang di ruangan kerajaan di Kekaisaran Xia. Sebagai seorang pelayan dia menerima tantangan dari Tuan Putri Zhama, sosok yang mungkin paling menonjol di wilayah barat laut.

Zhama melihat ke gadis muda yang tadi baru mempermalukan dirinya. Dia tersenyum dingin dan berkata dengan sombong, "Saya masih lelah karena pertunjukkan berkuda saya tadi. Ini tantangan yang tidak adil. Bagaimana kalau begini? Aku akan menyuruh salah satu pelayanku untuk bertanding denganmu dahulu mewakiliku. Kalau kamu mengalahkan dia, aku akan bertanding denganmu."

Para penonton terkejut mendengar ini. Zhao Song tidak bisa bersabar lagi. Mengabaikan muka masam Zhao Qi, dia berdiri dan berkata, "Ayah, ini tidak adil. Putri Zhama berkedudukan tinggi. Bertanding dengan pelayan memang tidak pantas untuknya. Apalagi, dia baru saja selesai tampil."

"Pangeran Ketiga Belas, dia hanya seorang pelayan, tidak ada yang tidak adil mengenai ini," Zhao Zhong Yan tertawa dan menyahut dengan santai.

Wei Jing tersenyum dan melihat Chu Qiao dengan jahat. "Pangeran Muda benar. Ia hanya seorang pelayan, ini hanya untuk hiburan."

"Kalian semua …."

"Adik Ketiga Belas!" Zhao Qi membentak, "Duduk."

Melihat Kaisar Xia tidak keberatan, Zhama berbalik dan berkata kepada salah satu pelayannya yang bertubuh kekar yang sedang duduk di belakang. "Tu Da, majulah dan hibur gadis muda ini."

Saat pria besar itu berdiri, semua orang berseru terkejut. Pria ini sangat tegap dan tingginya lebih dari dua meter. Matanya yang besar sangat garang, dan dia sangat berotot. Chu Qiao tampak tidak berarti saat ia berdiri di hadapan pria itu.

Semua orang langsung mengerti niat Putri Zhama. Ini bukan kontes pertandingan melainkan rencana pembunuhan. Namun, tidak ada yang berkomentar; bagaimanapun, di mata mereka, ini persis yang dikatakan oleh Wei Jing: ia hanya seorang pelayan, ini hanya untuk hiburan,

Chu Qiao mendongak dan menatap Tu Da dengan tenang. Dia tahu bahwa pertandingan ini, mempertaruhkan reputasi Yan Bei. Ini pertama kalinya dalam bertahun-tahun, Yan Xun hadir di hadapan para pejabat kekaisaran. Jika dia kalah, itu akan mematahkan semangat Yan Bei. Kesetiaan tanpa syarat dari para prajurit Yan Bei adalah alasan kenapa Yan Xun masih hidup dan selamat hingga saat ini.

Dia menarik napas dalam-dalam, berjalan keluar dari tenda kekaisaran, dan menuju ke tengah panggung. Dia berjalan ke arah rak senjata di samping dan mengambil sebuah tombak. Ia menggenggamnya di tangan, menimang-nimangnya sebentar, lalu berbalik dan bertanya, "Apa senjata yang kamu pakai?"

Tu Da mengepalkan tinjunya dan mengadu keduanya beberapa kali, membuat suara yang memekakkan telinga. Dia menjawab dengan sombong, "Tinjuku adalah senjataku."

"Berhati-hatilah, lagi pula senjata tidak memiliki mata."

Tiba-tiba embusan angin bertiup ke arah Chu Qiao. Tu Da meraung kencang bagai guntur!

Gadis muda itu mundur beberapa langkah. Saat dia melangkah menjauh dari tempatnya berdiri, sebuah tinju raksasa menghantam tanah, meninggalkan lubang besar di sana. Salju berhamburan karena benturan, membuat lapisan kabut.

Teriakan terkejut terdengar dari kerumunan penonton. Tenaga yang dipakai pria ini menunjukkan niatnya untuk membunuh gadis itu. Banyak wanita yang masih muda maupun paruh baya, menjadi pucat ketakutan saat melihat ini. Mereka menutupi mata mereka, tidak berani melihat apa yang terjadi di depan mereka.

Chu Qiao mengangkat tombaknya tetapi tidak sempat menunjukkan keahliannya. Tu Da memiliki kekuatan yang menakjubkan tetapi juga cukup gesit. Dia menerkam maju ke arah Chu Qiao, layaknya harimau yang buas.

Zhao Song terus menonton dengan wajah gugup. Walaupun dia tahu Chu Qiao sangat terampil, bagaimana mungkin Chu Qiao bisa menandingi lawan seukuran itu? Pangeran muda ini sudah bertekad. Kalau keadaan terlihat tidak bagus, dia akan ikut campur dan menyelamatkan Chu Qiao.

Dalam sekejap mata, keduanya telah beradu pukul. Gadis yang terlihat rapuh itu belum membalas, melainkan mencari cara untuk menghindari konfrontasi langsung dengan Tu Da. Saat semua orang mengira dia akan kalah, Tu Da meraung keras dan menyerbu Chu Qiao. Dia tampak buas, penuh dengan nafsu membunuh. Saat angin kencang berembus, obor-obor terbakar terang di langit malam. Semua orang tersentak bersamaan, mengira Chu Qiao pasti akan tewas di tangan Tu Da.

Di tengah kerumunan, wajah Yan Xun menjadi tidak terlalu tegang. Dia menggenggam erat cangkir araknya di tangan dan membawanya ke bibir. Ia meminum araknya lalu melepaskan cangkirnya. Cangkir itu pecah menjadi beberapa keping dan tersebar di lantai.

Semua orang yang sedang menonton pertarungan itu ternganga. Gadis itu, yang sebelumnya berusaha keras untuk kabur, membalik badan. Langkahnya unik; kelincahannya sudah jelas. Dia memutar pinggangnya, menggunakan kekuatan perutnya untuk berjungkir balik di udara. Tombaknya ditarik ke belakang mengikuti gerakannya. Dengan seluruh tenaga, dia menusukkannya ke depan! Dengan suara menusuk, darah segar menyembur ke mana-mana dan teriakan kesakitan mulai menggema.

Angin yang kuat meniup rambut halus gadis itu. Tombaknya sudah menancap di dada Tu Da. Namun, tidak tertanam dalam di dadanya. Chu Qiao sengaja bermurah hati dan dia tidak berniat untuk membunuh.

Dengan suara lain, Chu Qiao menarik tombaknya. Dia mengangguk ringan dan berkata, "Terima kasih sudah mengalah pada saya." Selesai itu, dia berputar dan membungkuk ke arah utara lagi.

Penonton memberikan tepukan tangan yang meriah! Kekaisaran Xia sangat menghargai kemampuan bela diri. Melihat bahwa gadis muda ini telah mengalahkan raksasa setinggi itu dengan mudah, semua orang bersorak dengan kagum.

Namun, pada saat itu Tu Da berteriak. Dia mengepalkan tinjunya dan berlari ke arah Chu Qiao, yang sedang memunggunginya!