Chereads / Kagami no Sekai – Pahlawan Terbuang yang Bangkit / Chapter 5 - Bab 5 Latihan yang Melelahkan

Chapter 5 - Bab 5 Latihan yang Melelahkan

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari sepenuhnya terbit, Ren sudah berdiri di tanah lapang di luar kota. Shira berdiri di depannya dengan ekspresi serius.

"Hari ini, kita mulai latihan serius," kata Shira.

Ren menguap kecil. "Gue belum sarapan."

Shira mengangkat alis. "Di dunia ini, kau tidak bisa selalu mengandalkan kenyamanan. Kalau kau ingin bertahan, kau harus bisa bertarung kapan saja, bahkan saat perut kosong."

Ren menghela napas. "Baiklah, baiklah. Jadi, kita mulai dari mana?"

Shira mengambil sebilah kayu panjang dan melemparkannya ke Ren. "Gunakan ini sebagai pedang. Aku akan mengajarimu dasar-dasar bertarung."

Ren menatap kayu itu dengan ragu. "Gue lebih suka pakai sihir."

Shira menyilangkan tangan. "Sihir itu memang kuat, tapi kalau musuh mendekat dan kau tidak bisa menghindar, kau butuh senjata. Lagipula, kekuatanmu belum cukup stabil untuk mengandalkan sihir sepenuhnya."

Ren menghela napas lagi. "Oke deh."

Dia menggenggam kayu itu dengan kedua tangan, mencoba mencari posisi yang nyaman. Shira mendekatinya dan dengan cepat mengoreksi cara dia memegangnya.

"Tanganmu terlalu kaku," kata Shira. "Lepaskan sedikit, tapi tetap kuat. Jangan hanya mengandalkan otot, gunakan seluruh tubuhmu."

Ren mencoba mengikuti saran Shira. Dia mengayunkan kayu itu ke udara beberapa kali, tapi gerakannya masih canggung.

"Serang aku," kata Shira tiba-tiba.

Ren terkejut. "Hah? Serius?"

Shira mengangguk. "Jangan takut. Aku tidak akan membalas dengan serius."

Ren menarik napas dalam, lalu mengayunkan kayunya ke arah Shira. Tapi sebelum kayunya mengenai target, Shira dengan mudah menghindar ke samping.

"Terlalu lambat," kata Shira.

Ren mencoba lagi, tapi hasilnya tetap sama. Setiap serangannya selalu meleset.

"Ini susah banget!" keluh Ren.

Shira tersenyum tipis. "Tentu saja. Pertarungan bukan hanya soal kekuatan, tapi juga kecepatan dan strategi. Jika kau terus menyerang tanpa berpikir, kau hanya akan kehabisan tenaga sendiri."

Ren menurunkan kayunya, napasnya mulai berat. Latihan ini ternyata lebih melelahkan dari yang dia kira.

"Baiklah," kata Shira. "Hari ini kita fokus pada gerakan dasar dulu. Jangan terburu-buru ingin menang. Yang penting kau bisa mengontrol gerakanmu dengan baik."

Ren mengangguk, meski tubuhnya sudah mulai pegal. Dia tahu ini akan sulit, tapi dia juga sadar kalau dia ingin bertahan di dunia ini, dia harus menjadi lebih kuat.

Hari itu, latihan terus berlanjut. Ren jatuh berkali-kali, tapi dia tidak menyerah. Dengan setiap ayunan kayu, dia mulai memahami ritme pertarungan.

Mungkin, perlahan-lahan, dia bisa menjadi lebih kuat.

Ren berdiri dengan nafas tersengal di tengah tanah lapang. Keringat mengalir di dahinya, dan kedua tangannya gemetar karena terus menggenggam tongkat kayu.

Shira menatapnya dengan tangan bersedekap. "Lumayan, kau mulai terbiasa dengan gerakan dasarnya," katanya.

Ren mengusap wajahnya dengan lengan baju. "Gue udah capek banget… tapi masih belum bisa kena lo sekali pun."

Shira tersenyum tipis. "Memukul lawan bukanlah tujuan utama latihan ini. Yang terpenting adalah kau memahami bagaimana bertarung dengan benar."

Ren mendengus, lalu duduk di atas rumput. "Kalau gitu, kapan gue bisa mulai latihan sihir? Gue kan punya kekuatan dari dewi."

Shira duduk di sebelahnya. "Sihir memang kuat, tapi seperti yang sudah kubilang, kau tidak bisa hanya mengandalkan itu. Selain itu, menggunakan sihir butuh konsentrasi tinggi dan pengendalian mana yang baik. Jika kau kehabisan mana di tengah pertempuran, apa yang akan kau lakukan?"

Ren terdiam. Dia tidak pernah memikirkan hal itu. Di pikirannya, sihir seperti sesuatu yang bisa digunakan kapan saja tanpa batas.

"Jadi gue harus belajar cara menghemat mana juga?" tanyanya.

Shira mengangguk. "Benar. Kalau kau bisa menggunakan mana dengan efisien, kau bisa bertarung lebih lama tanpa harus khawatir kehabisan energi."

Ren menghela napas panjang. "Baiklah. Jadi apa langkah selanjutnya?"

Shira berdiri dan menepuk celananya. "Untuk sekarang, kita istirahat sebentar. Setelah itu, aku akan mengajarimu cara merasakan dan mengendalikan mana di dalam tubuhmu."

Mata Ren berbinar. Akhirnya, dia bisa mulai belajar sihir!

Mereka berjalan menuju sebuah pohon besar di pinggir lapangan. Ren duduk bersandar di batangnya sementara Shira memberikan sebotol air.

"Minumlah," kata Shira. "Jangan sampai kau dehidrasi."

Ren menerima botol itu dan meneguk airnya dengan cepat. Rasa segar langsung mengalir ke seluruh tubuhnya.

Shira duduk di sampingnya. "Kau tahu, aku dulu juga mengalami kesulitan saat pertama kali belajar bertarung."

Ren menoleh. "Serius? Gue kira lo dari kecil udah jago."

Shira tertawa kecil. "Tentu tidak. Aku juga pernah jatuh, gagal, dan bahkan hampir menyerah. Tapi aku terus berlatih, dan akhirnya aku bisa menjadi seperti sekarang."

Ren tersenyum. "Jadi kalau gue terus latihan, suatu hari gue juga bisa sehebat lo?"

Shira mengangguk. "Tentu saja. Selama kau tidak menyerah, kau pasti akan berkembang."

Mendengar itu, semangat Ren kembali bangkit. Dia tahu perjalanannya masih panjang, tapi dia tidak akan menyerah.

Setelah istirahat sebentar, mereka kembali ke tengah lapangan. Kali ini, Shira berdiri di depan Ren dengan tangan terbuka.

"Baiklah, sekarang mari kita mulai latihan sihir," katanya.

Ren mengepalkan tangannya. "Akhirnya!"

Dia siap untuk langkah selanjutnya dalam perjalanannya menjadi lebih kuat.