Chapter 9 - Bab 9 Strategi Baru

Ren duduk bersandar di batang pohon dengan napas terengah-engah. Latihan hari ini lebih melelahkan dari biasanya. Mengendalikan sihir memang bukan hal mudah, apalagi jika harus memastikan serangan tepat sasaran.

Shira berdiri di sampingnya, menyilangkan tangan. "Kau sudah mulai terbiasa dengan sihir api, tapi akurasimu masih kurang."

Ren mengusap wajahnya. "Gue udah coba fokus, tapi tetap aja melenceng dikit."

Shira duduk di sebelahnya. "Masalahmu ada di pengendalian mana. Kau mengeluarkan energi dengan paksa, bukan mengarahkannya dengan halus."

Ren mengerutkan dahi. "Jadi harusnya gimana?"

Shira mengambil ranting kecil dan menggambar garis lurus di tanah. "Bayangkan mana di tubuhmu seperti air yang mengalir di sungai. Kalau arusnya deras tapi tidak terarah, air akan meluap ke mana-mana. Tapi kalau kau buat jalur yang jelas, air akan mengalir sesuai rute yang kau inginkan."

Ren memperhatikan gambar itu dengan serius. "Jadi, gue harus buat mana gue ngalir lebih stabil?"

Shira mengangguk. "Tepat. Cobalah sekarang, tapi kali ini, jangan buru-buru. Rasakan aliran manamu terlebih dahulu."

Ren menarik napas dalam dan menutup matanya. Ia mencoba merasakan mana di dalam tubuhnya, mengarahkannya perlahan ke telapak tangannya. Kali ini, ia tidak terburu-buru membentuk bola api.

Setelah beberapa detik, bola api kecil muncul di tangannya, lebih stabil daripada sebelumnya. Ren membuka mata dan tersenyum. "Kayaknya lebih gampang kalau begini."

Shira tersenyum tipis. "Bagus. Sekarang coba serang lagi."

Ren berdiri, menatap batu yang menjadi targetnya. Ia mengambil posisi, menarik napas, dan perlahan melepaskan bola api tersebut. Kali ini, serangannya melesat lurus dan mengenai bagian tengah batu dengan lebih tepat.

Mata Ren berbinar. "Akhirnya kena tengah!"

Shira mengangguk. "Itu sudah lebih baik. Sekarang tinggal latihan lebih sering agar akurasimu semakin sempurna."

Ren duduk kembali dengan lega. "Gue kira belajar sihir itu cuma soal menghafal mantra. Ternyata lebih rumit dari yang gue bayangin."

Shira tertawa kecil. "Memang begitu. Tapi kalau kau terus berlatih, semuanya akan terasa lebih alami."

Ren menatap tangannya yang masih terasa hangat setelah menggunakan sihir. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar menguasai kekuatan yang diberikan dewi kepadanya.

"Jadi, besok kita latihan apa lagi?" tanyanya.

Shira menatap langit sore yang mulai gelap. "Besok kita mulai latihan bertarung dengan kombinasi serangan fisik dan sihir. Kau harus belajar menggunakan keduanya secara bersamaan."

Ren menelan ludah. "Kedengarannya bakal lebih berat."

Shira tersenyum. "Tentu saja. Tapi kalau kau bisa menguasainya, kau akan jadi lebih kuat."

Ren menghela napas dan tersenyum. "Baiklah, gue siap."

Dengan semangat baru, ia merasa lebih yakin untuk menghadapi tantangan berikutnya.

Keesokan paginya, Ren berdiri di tengah lapangan latihan dengan tongkat kayu di tangan. Hari ini, ia akan belajar mengombinasikan serangan fisik dan sihir, sesuatu yang belum pernah ia coba sebelumnya.

Shira berdiri di hadapannya, bersedekap seperti biasa. "Baiklah, kau sudah bisa menggunakan sihir dengan lebih stabil. Sekarang, saatnya belajar mengombinasikannya dengan serangan fisik."

Ren mengangguk. "Jadi, gue harus nyerang pakai tongkat sambil pake sihir?"

Shira mengangguk. "Tepat. Kau harus bisa bergerak cepat sambil tetap mengendalikan mana dengan baik. Jika kau hanya mengandalkan sihir, musuh bisa membaca pola seranganmu dan menghindarinya dengan mudah."

Ren memahami maksudnya. Jika ia hanya diam di tempat dan menembakkan bola api terus-menerus, lawan yang cepat bisa menghindar dan menyerang balik.

Shira mengambil posisi bertahan. "Baiklah, coba serang aku dengan kombinasi serangan fisik dan sihir."

Ren mengencangkan pegangan pada tongkat kayunya. Ia mulai berlari ke arah Shira dan mengayunkan tongkatnya ke samping. Shira dengan mudah menghindar, tetapi Ren sudah menyiapkan sihir di tangan kirinya.

Bola api kecil meluncur ke arah Shira, tetapi dengan cepat ia menepiskannya dengan pedangnya.

"Jangan hanya menyerang tanpa rencana," kata Shira. "Pikirkan bagaimana caramu memanfaatkan kedua serangan itu secara bersamaan."

Ren mundur sedikit dan berpikir. Jika ia menyerang dengan pola yang terlalu jelas, Shira bisa membaca gerakannya dengan mudah.

Ia menarik napas dalam-dalam, lalu kembali menyerang. Kali ini, ia berpura-pura menyerang dari kiri dengan tongkatnya. Saat Shira bersiap menghindar, ia dengan cepat mengalirkan mana ke kakinya dan melompat ke sisi kanan, mengayunkan tongkatnya dari arah yang berlawanan.

Shira terkejut sesaat, tetapi masih bisa menangkis serangan itu. Namun, Ren sudah menyiapkan bola api kecil di tangan kirinya dan melepaskannya dari jarak dekat.

Shira melompat ke belakang, menghindari serangan itu dengan tipis. Ia tersenyum tipis. "Bagus. Kau mulai mengerti bagaimana menggunakan keduanya secara bersamaan."

Ren mengusap keringat di dahinya. "Gue masih agak lambat, tapi gue mulai ngerti caranya."

Shira mengangguk. "Itu sudah kemajuan yang bagus. Jika kau terus berlatih, gerakanmu akan menjadi lebih alami."

Ren tersenyum. Ia mulai merasakan bahwa dirinya benar-benar berkembang.

Shira menepuk bahunya. "Baiklah, kita istirahat sebentar. Setelah itu, kita akan lanjut dengan latihan yang lebih sulit."

Ren menghela napas dan duduk di bawah pohon. Ia tahu perjalanan ini masih panjang, tetapi ia semakin yakin bahwa dirinya bisa menjadi lebih kuat.