Chereads / The Shattered Light / Chapter 2 - – Bara Dendam

Chapter 2 - – Bara Dendam

Malam itu menjadi awal perjalanan Kaelen menuju kegelapan yang tak terhindarkan. Dengan kaki telanjang yang terluka, ia berjalan menyusuri reruntuhan desanya yang kini hanya menyisakan arang dan abu. Tubuhnya yang kecil bergetar, bukan hanya karena dinginnya malam, tetapi karena kesadaran bahwa dunianya telah hancur selamanya.

Di antara abu yang masih mengepul, ia melihat tubuh-tubuh terbujur kaku, beberapa dikenalnya sebagai tetangga yang kerap tersenyum ramah padanya. Kini wajah-wajah itu membeku dalam horor abadi. Bau daging terbakar menusuk hidung, membuat perut kecilnya mual. Tapi ia terus berjalan.

Di tepi hutan, ia menemukan beberapa warga yang selamat. Mereka duduk berdesakan, sebagian menangis pelan, sebagian menatap kosong ke depan. Wajah mereka dipenuhi duka dan ketakutan. Namun, di antara mereka, muncul satu sosok yang berbeda—seorang pria tua dengan jubah hitam kelam. Matanya tajam seperti menembus jiwa, penuh kewaspadaan sekaligus kelelahan. Dialah Varrok, seorang mantan prajurit Kegelapan yang kini hidup dalam pengasingan.

Varrok melihat Kaelen, dan dalam sorot mata bocah itu, ia mengenali sesuatu yang telah lama ia lihat pada banyak pejuang yang tersisa—dendam yang membara. Tanpa banyak bicara, Varrok mengulurkan tangan. Kaelen ragu sejenak, tetapi genggaman kuat pria itu memberinya rasa aman yang samar. Mereka berjalan menembus kegelapan hutan, meninggalkan sisa-sisa desa yang telah menjadi kuburan bagi masa lalu.

Perjalanan itu sunyi. Setiap ranting yang patah, setiap daun yang terinjak, seakan mengingatkan Kaelen pada jeritan terakhir ibunya. Setiap desiran angin seolah membisikkan nama ayahnya yang gugur.

Hari-hari berikutnya dipenuhi keheningan yang berat. Varrok merawat luka-luka Kaelen dengan ramuan hutan. Bocah itu menahan perih, tak pernah mengeluh. Namun, luka di hatinya jauh lebih dalam.

Varrok mulai menanamkan pelajaran baru dalam hidup Kaelen. Bukan hanya cara bertahan hidup di alam liar, tetapi juga bagaimana menghadapi rasa sakit dan kehilangan. Setiap malam, di tepi api unggun, pria tua itu bercerita tentang Perang Agung, tentang pengkhianatan Cahaya, dan tentang Kegelapan yang sesungguhnya bukan hanya kejahatan, melainkan bagian dari keseimbangan yang dihancurkan.

"Dendam bisa menjadi kekuatan, tapi juga bisa menghancurkan dirimu," ucap Varrok pada suatu malam di tepi sungai. Api unggun kecil menerangi wajah tua itu, sementara Kaelen duduk di seberangnya dengan mata penuh amarah.

"Aku ingin membunuh mereka semua... Orang-orang Cahaya itu... Aku ingin membuat mereka merasakan apa yang aku rasakan!" suara Kaelen bergetar menahan tangis, namun juga sarat dengan keteguhan.

Varrok mengangguk perlahan. "Keinginanmu itu akan membawamu jauh. Tapi ingat, jalan ini penuh darah. Sekali kau melangkah, tak ada jalan kembali."

Kaelen menatap api unggun, pantulan kobaran itu tampak seperti cerminan bara dendam di dalam hatinya. Ia menggenggam tanah dengan erat. "Aku tidak peduli. Aku akan menjadi lebih kuat. Aku akan membalas mereka."

Varrok menatap bocah itu lama, lalu berkata pelan, "Kalau begitu, aku akan mengajarimu cara bertarung. Bukan untuk membunuh—tetapi untuk bertahan hidup di dunia yang telah lupa caranya berbelas kasih."

Dengan keputusan itu, perjalanan Kaelen dimulai—perjalanan yang akan membawanya dari seorang bocah yang rapuh menjadi seorang pejuang yang ditakuti. Namun, tanpa ia sadari, harga yang harus ia bayar tidak hanya darah musuhnya, tetapi juga kepingan jiwanya sendiri.