Bagian 2 - "Retakan Takdir"
Hujan turun pelan di atas reruntuhan kastil. Abu Lilith telah lama terbawa angin malam, namun Gabriel Encore masih berdiri di tempatnya, memandangi langit gelap tanpa tujuan.
Keabadian telah ia patahkan.
Takdir telah ia putus.
Namun kehampaan dalam dirinya tetap ada.
Ia memandang telapak tangannya, jari-jarinya yang sebelumnya menggenggam benang takdir kini terasa hampa. Apakah ini benar akhirnya?
Tidak.
Tiba-tiba, di tengah sunyi, suara langkah bergema.
Seseorang mendekat.
"Kau benar-benar membunuhnya, ya?"
Suara itu ringan, hampir seperti gumaman, tapi menusuk dalam. Gabriel menoleh dan menemukan seorang pria berambut hitam panjang berdiri di balik bayangan. Mata merahnya berkilat di kegelapan.
"Tidak ada yang pernah berhasil melawan takdir seperti yang kau lakukan. Kau memutus benang hidupnya... seharusnya dia lenyap. Tapi..."
Gabriel tetap diam.
"Tapi apa?"
Pria itu tersenyum tipis. "Takdir tidak sesederhana itu, Gabriel Encore."
Gabriel menatapnya, matanya menyipit. "Siapa kau?"
"Seseorang yang ingin melihat sejauh mana kau bisa pergi. Kau sudah memutus satu benang, tapi bagaimana jika dunia sendiri menolak perubahanmu?"
Angin dingin bertiup.
Gabriel mengabaikan kata-kata pria itu. Ia sudah menyelesaikan apa yang harus ia lakukan. Apa pun yang terjadi setelah ini, ia tidak peduli.
Namun...
Dalam sekejap, rasa dingin yang familiar menjalar ke tubuhnya. Matanya melebar saat melihatnya-benang emas tipis yang sebelumnya telah ia putus, kini perlahan menyatu kembali di udara.
"Tidak mungkin..."
Sebuah suara berbisik di telinganya, suara yang seharusnya telah lenyap selamanya.
"Aku... abadi."
Gabriel menoleh, dan matanya membelalak.
Di antara abu yang berserakan, di tengah hujan yang turun, sepasang mata merah kembali terbuka.
Lilith belum benar-benar mati.
Takdir yang seharusnya ia putus... telah tersambung kembali.