Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Alistair Dynasty: Behind Fame & Money

Lexie_3203
14
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 14 chs / week.
--
NOT RATINGS
179
Views
Synopsis
Alistair bersaudara yang terdiri dari 6 orang terlihat sempurna di luar, terutama di mata dunia: Victoria adalah aktris sukses, Rebecca menapaki karir sebagai CEO, Madison bersinar sebagai supermodel, Davis menjadi rockstar papan atas, Sadie menjadi dokter terkenal dan Corina adalah seorang seniman profesional sekaligus penulis bestseller. Mereka semua rupawan, cerdas, berbakat, dan mempunyai karir gemilang. Namun, ada satu hal yang tidak diketahui publik tentang kesamaan mereka yang paling mendasar: luka dan trauma masa kecil bertubi-tubi yang disebabkan oleh ayah mereka yang kasar dan narsistik, juga kematian ibu mereka di tahun 2017 yang menghantui mereka hingga saat ini. Apakah mereka berhasil menyembuhkan semua luka itu, atau justru mereka akan menyerah? Trigger Warning: Mental Health, Suicide, Domestic Violence.
VIEW MORE

Chapter 1 - Beautiful, Bitchy, Rich

Los Angeles, Malam Penghargaan Bergengsi

Sorotan lampu kamera berkedip tanpa henti di sepanjang karpet merah. Malam ini, Victoria Alistair berdiri di depan ribuan mata yang menatapnya, gaun merah darah membalut tubuhnya dengan sempurna. Senyumnya memesona, tetapi hanya saudara-saudaranya yang tahu bahwa di balik itu semua, dadanya berdegup kencang.

"Victoria! Victoria!" teriak para wartawan, menyorongkan mikrofon ke arah sang aktris.

Di antara hiruk-pikuk itu, Rebecca Alistair berdiri sedikit di belakang, mengenakan blazer hijau zamrud yang tegas. Ia tidak butuh sorotan seperti kakaknya, tapi kehadirannya sebagai CEO perusahaan raksasa yang sedang meroket tetap menarik perhatian media bisnis.

Di sisi lain, Madison Alistair melangkah ringan dengan senyum cerah, gaun ungunya berkilauan di bawah lampu kamera. Sebagai supermodel, Ia memamerkan pose sempurna yang telah dilatih bertahun-tahun, menoleh ke kiri, lalu ke kanan, sebelum akhirnya berkedip genit ke arah kamera. Dengan langkah anggun, ia menggandeng lengan Davis, yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi malas.

Davis Alistair tampak bosan setengah mati. Sebagai musisi rock papan atas, Ia mengenakan jaket kulit hitam dengan kaos band yang jelas bukan pilihan yang sesuai untuk acara resmi seperti ini. Tatonya terlihat mencolok di bawah lampu sorot, dan ia hampir ingin mengacungkan jari tengah ke arah kamera, kalau saja Madison tidak mencubit lengannya.

"Setidaknya pura-puralah senang," bisik Madison, masih dengan senyumnya yang sempurna.

Davis mendengus. "Aku lebih baik mati daripada menikmati ini."

Sementara itu, Sadie Alistair berdiri lebih jauh dari mereka, tangannya dengan gelisah meremas cincin di jari manisnya. Ia tidak menyukai tempat-tempat bising dan penuh orang seperti ini. Mengenakan turtleneck putih dan blazer krem, ia tampak kontras dengan glamor saudara-saudaranya. Beberapa wartawan meliriknya, tetapi mereka tahu bahwa dokter jenius ini lebih suka berbicara tentang vaksin dan penelitian daripada berpose di depan kamera.

"Aku tidak seharusnya di sini," gumam Sadie, hampir tak terdengar.

Di dekatnya, Corina Alistair menyesap sampanye dari gelas kristal. Ia menikmati kekacauan ini layaknya seorang seniman profesional yang mengamati kanvas yang masih kosong, mengumpulkan inspirasi. Gaunnya bercorak leopard print, rambut cornrow panjangnya dihiasi aksesori emas kecil yang berkilau saat ia bergerak.

Dan di tengah pesta glamor ini, satu kursi kosong di antara mereka—simbol kehadiran yang selalu dirindukan: Penelope Alistair, ibu mereka yang telah tiada.

"Ladies and gentlemen," suara pembawa acara menggema di seluruh ruangan, "kami perkenalkan keluarga paling fenomenal di dunia hiburan dan bisnis—The Alistair Dynasty!"

Lampu sorot menerangi keenamnya. Mereka berdiri berdampingan, wajah mereka mungkin berbeda, tetapi mata mereka memiliki sesuatu yang sama: luka, ambisi, dan ikatan yang tak tergoyahkan.

Kilat kamera terus berkedip tanpa henti. Sorotan lampu dari ribuan lensa paparazzi membanjiri mereka, menciptakan bayangan glamor yang tampak seperti ilusi. Tetapi tidak ada yang palsu tentang mereka—mereka adalah The Alistair Dynasty, keluarga yang mendominasi dunia hiburan, bisnis, seni, dan sains.

Victoria berdiri di tengah, seperti seorang ratu di singgasananya, mengenakan gaun merah dengan belahan tinggi yang dramatis. Rambut merahnya tergerai sempurna, bibirnya melengkung dalam senyum khas yang bisa membuat siapa pun terpikat. Ia mengangkat dagunya sedikit, memancarkan karisma yang tak terbantahkan.

Di sebelahnya, Rebecca tampil tajam dalam blazer hijau zamrud, high heels nude yang elegan, dan rambut cokelat panjang yang digerai lembut. Ia menampilkan kesan dingin, perfeksionis, tetapi matanya bersinar penuh kebanggaan saat menatap saudara-saudaranya.

Madison, dengan gaun ungunya yang berkilauan, tampak seperti bintang runway. Ia menaruh satu tangan di pinggulnya, sementara tangan satunya merangkul Davis. Pose tubuhnya sempurna—lengan sedikit terangkat untuk menonjolkan siluetnya, dagu sedikit miring, dan senyum menggoda yang sudah menjadi ciri khasnya.

Davis tampak kontras di antara saudara-saudarinya yang anggun. Jaket kulit hitamnya terbuka, memperlihatkan kaos band vintage yang ia pakai tanpa peduli aturan mode. Tato di lengannya terlihat jelas, dan cincin peraknya berkilauan di bawah lampu sorot. Ia memasang ekspresi malas, tetapi tangannya tetap merangkul Madison dan Sadie, menunjukkan bahwa meskipun ia sinis, ia selalu ada untuk keluarganya.

Sadie tampak lebih sederhana dalam turtleneck putih dan blazer krem yang menambah kesan intelektual. Kacamata tipisnya bertengger di hidungnya, dan meskipun ia bukan bagian dari dunia glamor ini, ia tetap memancarkan daya tarik yang unik. Ia tersenyum kecil, mencoba merasa nyaman dalam kerumunan, tetapi genggaman erat Davis di bahunya memberinya ketenangan.

Corina melengkapi formasi mereka, mengenakan gaun leopard print yang berani dengan anting emas besar yang melengkapi kulit hitamnya yang bersinar. Rambut cornrow panjangnya dikepang rapi, dan senyumnya penuh percaya diri. Ia sedikit mencondongkan tubuh ke arah Rebecca, menunjukkan hubungan erat mereka sebagai dua pemikir tajam dalam keluarga.

"Alright, satu foto dengan pose ikonik, please!" teriak seorang fotografer.

Seakan sudah dilatih bertahun-tahun, keenamnya bergerak serempak. Victoria merangkul Rebecca di satu sisi dan Madison di sisi lainnya. Rebecca melingkarkan lengannya di pinggang Corina, sementara Madison menarik Davis lebih dekat. Davis, meskipun menggerutu, tetap merangkul Sadie, yang akhirnya juga ikut tersenyum.

Kamera berbunyi serentak. Cahaya flash membanjiri mereka, menangkap momen yang akan segera tersebar di seluruh dunia.