Namaku Raisa, usia 30 tahun. Aku sudah menikah dengan Mas Al selama tujuh tahun. Dari luar, pernikahan kami terlihat sempurna—rumah nyaman, kehidupan mapan, dan suami yang tampak bertanggung jawab. Kami tinggal di sebuah perumahan elite di Jakarta, rumah minimalis modern dengan halaman kecil yang selalu kurawat sendiri.
Mas Al bekerja sebagai pengusaha, sering keluar kota, pulang larut malam, atau menginap dengan alasan pekerjaan. Aku? Aku desainer interior freelance. Pekerjaanku fleksibel, lebih sering di rumah, memastikan segalanya berjalan dengan baik. Selama ini, aku percaya padanya.
Tapi entah sejak kapan, ada yang berubah.
Mas Al mulai sering sibuk dengan ponselnya. Kadang tersenyum sendiri saat mengetik sesuatu. Kalau kutanya, jawabannya selalu singkat, "Kerjaan." Dia juga makin jarang menghabiskan waktu denganku. Dulu, meskipun sibuk, dia selalu menyempatkan diri untuk sekadar menonton TV bersama atau ngobrol di teras sambil minum teh. Sekarang? Pulang kerja pun langsung masuk kamar, mandi, lalu tidur.
Awalnya aku mencoba berpikir positif. Mungkin dia benar-benar sibuk. Tapi beberapa hal kecil mulai mengusik pikiranku—aroma parfum wanita yang asing di bajunya, cara dia selalu memeriksa ponsel sebelum menjawab pertanyaanku, dan tatapannya yang terasa… jauh.
Sampai akhirnya, malam itu, aku menemukan sesuatu.
Saat sedang merapikan lemari, sebuah kertas kecil jatuh dari saku jasnya. Aku memungutnya, membaca tulisan yang tertera di sana. Itu adalah tanda terima hotel. Nama Mas Al tertulis di situ.
Aku menelan ludah, mencoba memastikan aku tidak salah lihat. Tanggalnya baru dua hari yang lalu—hari di mana dia bilang ada perjalanan bisnis ke luar kota. Tapi hotel ini… ada di Jakarta.
Tanganku gemetar. Dadaku sesak.
Aku tidak ingin langsung berpikir yang buruk, tapi… jika bukan selingkuh, lalu apa?
Aku harus mencari tahu.